Mongabay.co.id

Instalasi Gabion, Karya Seni dari Terumbu Karang Mati

 

Seni instalasi batu Gabion yang terpasang di Bundaran HI, Jakarta Pusat, sedianya akan menjadi pengganti atau penerus dari seni instalasi serupa yang sudah terpasang sebelumnya, yakni Getah Getih. Karya seni yang terbuat dari material batu tersebut, dipasang secara bersusun membentuk tumpukan yang dibingkai kawat dan bunga di bagian atasnya.

Seni instalasi tersebut diklaim Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan bertahan lama, karena terbuat dari material batu dan juga bagus untuk lingkungan. Hal itu, karena di sekelilingnya ditanam tanaman penyerap polusi seperti sansivieira, bougenville, palem kol, tapak dara, lolipop. Namun, berbeda dengan Getah Getih yang melibatkan seniman Joko Avianto, Gabion nyatanya dibuat sendiri oleh Pemprov DKI.

Adalah aktivis lingkungan Riyanni Djangkaru yang pertama kali mempersoalkan keberadaan Gabion melalui akun Instagram pribadinya pada Sabtu (24/8/2019). Dia mempertanyakan penggunaan material batu untuk karya seni tersebut. Di matanya, material tersebut wujudnya memiliki kemiripan dengan batuan dari terumbu karang yang habitatnya ada di dalam laut.

Mantan presenter televisi itu berani berkata tegas di sosial media, karena dia sudah mendatangi langsung lokasi dan melihat dari dekat dengan pengamatan detlil. Dari hasil pengamatannya itu, dia berani menyebut kalau batuan di Gabion adalah dari terumbu karang. Kemudian, dia mengkritik Pemprov DKI Jakarta yang sudah mengucurkan dana hingga Rp150 juta untuk karya tersebut.

“Jantung saya tiba-tiba berdetak lebih kencang. Tumpukan karang-karang keras yang sudah mati. Ada karang otak dan berbagai jenis batuan karang lain yang amat mudah dikenali,” tulis perempuan 39 tahun itu.

Tak lama, unggahan foto dan teks dari Riyanni menjadi viral dan menjadi perbincangan publik dari berbagai kalangan dan berbagai daerah, bahkan dunia. Kemudian, para pecinta lingkungan juga bereaksi atas unggahan dari Riyanni tersebut. Hingga akhirnya, Pemprov DKI langsung menanggapinya dengan serius.

baca : UNEP Report: Potensi Investasi Miliaran USD di Segitiga Terumbu Karang Indonesia

 

Instalasi gabion yang terbuat dari terumbu karang mati di dekat Bundaran HI, Jakarta Pusat.
Foto : Kompas.com/Ryana Aryadita Umasugi

 

Karang Mati

Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta Suzi Marsitawati bahkan sengaja menggelar pertemuan khusus dengan wartawan di Bundaran HI. Dalam pertemuan yang digelar pada Minggu (25/8/2019) malam itu, Suzi menjelaskan bahwa pihaknya berterima kasih atas masukan yang sudah diberikan Riyanni Djangkaru melalui unggahan di sosial media.

Suzi kemudian bercerita, demi mendapatkan informasi yang detil tentang material batu yang sedang menjadi perbincangan publik, pihaknya melibatkan dosen Geologi Universitas Indonesia Asri Oktavioni Indaswari. Keterlibatan Geolog tersebut tidak lain, karena Pemprov DKI ingin mencari kebenaran tanpa merasa ada yang terganggu.

Dari hasil pengamatan langsung oleh Geolog UI tersebut, Suzi berani menyatakan kalau material batu yang menjadin karya seni instalasi di Bundaran HI, adalah bukan berasal dari terumbu karang yang habitatnya ada di lautan. Dia menyebut, bebatuan tersebut adalah batuan gamping yang berasal dari pegunungan.

“Jadi menanggapi informasi yang viral penggunaan terumbu karang di instalasi Gabion, saya nyatakan itu tidak benar bahwa yang kita gunakan adalah batu gamping sesuai dengan konsep yang telah disiapkan Dinas Kehutanan,” terang Suzi.

Menurut dia, sebelum memastikan itu bukan terumbu karang, pihaknya melakukan koordinasi dengan pakar geologi, aktivis lingkungan, dan akademisi untuk melakukan pengecekan material batu dengan mendalam. Hasilnya, bebatuan Gabion memang bukan berasal dari material terumbu karang seperti yang disebutkan Riyanni Djangkaru.

Geolog Universitas Indonesia Asri Oktaviani Indaswari di tempat yang sama mengatakan bahwa dirinya sudah meninjau langsung bebatuan Gabion yang sedang disorot publik. Dari hasil pengamatan, ternyata memang bebatuan tersebut adalah batuan gamping yang bisa ditemukan di pegunungan seperti di Kabupaten Lamongan, Gresik, dan Tuban di Provinsi Jawa Timur.

Asri menambahkan, meski ditemukan di pegunungan, batu gamping yang ada pada karya seni Gabion merupakan batu gamping terumbu. Batu tersebut dulunya memang berasal dari terumbu karang dan kemudian mati, kemudian mengalami proses geologi mineralisasi. Terumbu karang yang berasal dari jutaan tahun lalu itu kemudian berubah menjadi batu gamping seperti sekarang.

“Kita mengenalnya sekarang sebagai batu gamping atau batu koral,” jelas dia.

baca juga : Tata Kelola Terumbu Karang Berkelanjutan Resmi Diadopsi PBB

 

Instalasi gabion yang terbuat dari terumbu karang mati di dekat Bundaran HI, Jakarta Pusat. Foto : MI/Pius Erlangga

 

Berpindahnya lokasi batu yang sudah melalui proses panjang tersebut, menurut Asri, bisa terjadi karena ada lokasi patahan lempeng bumi yang dulunya adalah kawasan perairan laut dan kemudian berubah menjadi daratan. Bebatuan tersebut kemudian terendap dan mendiami kawasan pegunungan dengan wujud yang tetap menyerupai batuan karang di laut.

Asri menambahkan, karena batuan tersebut berasal dari terumbu karang yang sudah mati, maka secara hukum itu tidak melanggar. Biasanya, batuan gamping terumbu digunakan untuk keramik dan sering dipakai untuk bangunan di dinding mal, hotel, atau area komersial lainnya. Dengan demikian, penggunaan batu gamping terumbu adalah sudah sesuai ketentuaan.

“Untuk regulasinya, itu diatur oleh Kementerian ESDM. Jadi, untuk pertambangan mineral dan bahan galian C, dia diperjualbelikan bebas dan tidak melanggar konservasi atau merusak ekosistem,” tegas dia.

 

Apresiasi

Setelah pertemuan tersebut, Riyanni Djangkaru juga langsung membuat unggahan foto dan teks di akun Instagram pribadinya. Dengan foto berlatar belakang hijau, pesohor itu memberikan apresiasi kepada Pemprov DKI yang dinilainya sudah berani untuk melakukan validasi data dan informasi. Hasilnya, kemudian dijadikan bahan untuk melakukan klarifikasi kepada publik berkaitan dengan Gabion.

Dalam unggahan teks, Riyanni menyebutkan kelegaannya atas validasi data yang sudah dilakukan Dinas Kehutanan DKI Jakarta. Dia berharap Gabion bisa memberikan pelajaran dan memberikan banyak ilmu bagi semua pihak. Di masa mendatang, dia berharap tidak ada ketidakjelasan informasi berkaitan dengan proyek yang dilaksanakan untuk kepentingan publik.

“Hak saya sebagai warga negara untuk memberikan masukan, saran, dan pertanyaan telah diapresiasi. Dinas Kehutanan DKI Jakarta pula menggunakan hak jawabnya dengan membangun komunikasi yang sehat dan melakukan pendalaman mengenai material yang digunakan untuk instalasi Gabion,” tulis dia.

menarik dibaca : Dulu Merusak, Kini Nelayan Malang Bergiat Pulihkan Terumbu Karang

 

Instalasi gabion yang terbuat dari terumbu karang mati di dekat Bundaran HI, Jakarta Pusat. Foto : liputan6.com/Helmi Fithriansyah

 

Pakar Terumbu Karang dari Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Giyanto mengatakan, penggunaan material bebatuan yang berasal dari terumbu karang di laut, hingga saat ini memang masih terjadi di Indonesia. Praktik seperti itu, lumrah dilakukan oleh masyarakat yang ada di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

“Masyarakat pesisir kadang memanfaatkan karang untuk fondasi bahan bangunan rumahnya,” ungkap dia saat dihubungi Mongabay, Senin (26/8/2019).

Menurut Giyanto, pemanfaatan karang untuk material bangunan memang lazim dipraktikkan oleh masyarakat, khususnya di kawasan pesisir. Selain itu, karang dari laut juga ada yang diambil untuk kepentingan di luar masyarakat pesisir dan itu biasanya mengambil dengan batasan jumlah tertentu serta tidak boleh merusak lingkungan.

Namun, Giyanto kemudian menambahkan, mengenali karang asli dari laut memerlukan pengalaman banyak. Dalam artian, orang awam yang melihat batuan karang, bisa saja menyebutnya berasal dari laut, padahal itu bukan dan justru berasal dari pegunungan. Hal itu bisa terjadi, karena karang di laut memiliki kesamaan dengan di darat, yakni sama mengandung material kapur.

“Batuan kapur yang dari daratan/pegunungan bagi orang awam agak mirip penampakannya dengan karang. Biasanya, karang yang masih hidup akan kelihatan bentul coralitnya,” pungkas dia mengakhiri pembicaraan.

 

Exit mobile version