Mongabay.co.id

Pesan Shaggydog buat Penyelamatan Orangutan di Sumatera

Shaggydog sesaat sebelum konser di Kota Pematang Siantar, Sumut. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Ribuan orang tumpah ruah di Lapangan Horbo, di Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara, Sabtu malam (24/19).

Malam itu, grup band asal Yogyakarta, Shaggydog, menggetarkan kota terkenal dengan becak Siantar nan unik dan klasik ini.

Heru, sang vokalis mampu membuat para penggemar melompat menikmati musik. Bandizt, sang bassis begitu menikmati memetik senar gitar sambil sesekali mengucapkan setop sirkus lumba lumba.

Penampilan ini dihadiri anak muda dari berbagai penjuru Tano Batak. Lokasi manggung band beraliran raggae, ska dan jazz ini, hanya beberapa jam dari ekosistem Batang Toru, di Tapanuli Utara.

Sabtu sore, di kamar hotel tempat mereka menginap, sebelumm menggelar konser, saya berkesempatan memawacarai band terbentuk di sebuah daerah bernama, Sayidan, di pinggir Kota Jogja ini.

Heru, sang vokalis, mengatakan, pemerintah harus serius memperhatikan nasib orangutan yang cuma ada di Indonesia. Perusahaan yang merusak habitat, katanya, harus mendapatkan hukuman.

“Warga negara asing banyak mau datang ke hutan Indonesia untuk melihat orangutan. Kalau satwa ini sampai punah, mengerikan. Pemerintah harus bisa memperbaiki regulasi dan menindak perusahaan yang melanggar aturan,” katanya ketika ditanya soal orangutan dengan habitat hancur karena perubahan fungsi kawasan.

 

Bayi kembar orangutan tapanuli dengan induknya ini terpantau di ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara. Foto: YEL-SOCP/Andayani Ginting

 

Band ini sempat jadi fendor Center Orangutan Protection (COP) dan pernah merilis lagu berjudul “Selamatkan atau hilang.” Lagu ini bercerita tentang perlindungan dan penyelamatan orangutan dari ancaman kepunahan, serta mencegah perusakan habitat. Ketika lagu ini meledak dan beredar di pasaran, membuat banyak mata orang terbuka tentang nasib orangutan.

Menurut Yoyo, sang drumer, melalui lagu, mereka berharap bisa jadi terobosan menularkan hal baik kepada generasi muda dan masyarakat umum. Saat manggung dan talkshow di radio, katanya, mereka selalu menyelipkan kampanye penyelamatan orangutan dan habitatnya.

Mereka ingin menularkan penyadartahuan kepada banyak orang melalui lagu. “Lagu tidak hanya jadi buaian untuk santai semata. Pada masanya, lagu bisa melawan sesuatu, memberikan informasi, menyadarkan banyak orang. Disitulah kita masuk. Menciptakan single Selamatkan atau Hilang, sebagai bentuk kepedulian.”

Bandizt, sang bassis dan Yoyo drumer Shaggydog, memberikan komentar terkait temuan baru jenis kera besar bernama orangutan Tapanuli.

 


Bandizt bilang, habitat orangutan Tapanuli, sebaiknya jangan diganggu. Kondisi saat ini mengkhawatirkan karena, di sana ada tambang emas Martabe, perkebunan sawit dan pembangunan PLTA Batangtoru.

Pemerintah, katanya, seharusnya peduli agar habitat orangutan Tapanuli ini terganggu.

Yoyo’ menambahkan, pemerintah harus memperketat regulasi hingga menjamin keberlangsungan hidup orangutan termasuk orangutan Tapanuli.

Kedua musisi ini juga mengkritisi sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Bandizt mengatakan, KLHK harus lebih peduli dan fokus.

“Semoga ke depan di KLHK benar-benar orang yang menyayangi alam dan satwa Indonesia,” kata Bandizt, disambut Yoyo, seraya bilang, tak cuma cari menteri muda, tetapi yang punya kecintaan alam termasuk satwa.

Menurut Yoyo, KLHK tak hanya melulu tanam pohon, tetapi harus memperhatikan isi hutan.

Kepada perusahaan, Shaggydog berpesan, mereka harus mengikuti peraturan. “Peraturan harus tegas, kalau memang bersalah harus ditindak. Harus dipenjara sesuai perbuatan.”

 

Keterangan foto utama:  Shaggydog sesaat sebelum konser di Kota Pematang Siantar, Sumut. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

Bandizt, bassis dan Yoyo, drumer Shaggydog, memegag kaos gambar orangutan. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia
Shaggydog, kala konser di Pematang Siantar, Sumut. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version