Mongabay.co.id

Tumpahan Minyak Pertamina Masuk Perumahan Warga, Tindakan Kementerian Lingkungan?

Tumpahan minyak Pertamina, di Kerawang sudah sampai Kepulauan Seribu. Foto: Jatam

 

 

 

Hampir satu bulan setengah, tumpahan minyak Sumur YYA-1 Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) terjadi di lepas pantai Karawang, Jawa Barat. Tumpahan minyak Pertamina ini mulai memasuki perumahan warga. Salah satu seperti informasi dari akun Twitter Ocean Defender, yang menyatakan, perumahan warga Cemara Jaya, Karawang, sudah dimasuki tumpahan minyak.

“TOLONG, MENGERIKAN! Hingga malam (28/8) cemaran MINYAK @pertamina sudah INVASI ke perumahan warga Cemara Jaya, Karawang.”

Menanggapi ini, Ifki Sukarya, Vice Presiden Relations Pertamina Hulu Energi (PHE) , mengatakan, Pertamina akan pertanggungjawab membersihkan tumpahan minyak yang masuk ke rumah warga.

“Seperti ke area pantai yang selalu dibersihkan, untuk ke pemukiman juga jadi prioritas dibersihkan,” katanya kepada Mongabay.

Soal penanganan tumpahan minyak, katanya, upaya maksimal menutup sumur YYA-1 di Laut Utara Jawa, terus dilakukan Pertamina Hulu Energi Offshore Northwest Java (PHE ONWJ).

Baca juga : Begini Nasib Buruk Masyarakat Pesisir akibat Tumpahan Minyak di Karawang

Saat ini, pengeboran relief well YYA-1RW, telah menembus kedalaman 6.924 feet atau 2.110 Meter., “PHE ONWJ berupaya optimal, secepatnya dapat menutup sumur YYA-1 agar tak lagi menumpahkan minyak,” Pengeboran sumur YYA-1RW, katanya,  berada di tahap locate atau mencari lubang dan menemukan lubang sumur YYA-1.

Setelah itu, baru pompa lumpur berat ke dalam sumur baru dengan tujuan mematikan sumur YYA-1.

Setelah sumur YYA-1 mati, akan monitoring selama 24 jam penuh sebelum lanjut ke proses plug and abandon atau penutupan sumur permanen.

PHE ONWJ, memakai perusahaan kelas dunia untuk mematikan sumur YYA-1 itu, yakni Boots & Coots.

 

Minyak mentah Pertamina, tak hanya mencemari laut juga pesisir pantai Karawang, Jawa Barat. Foto: Jatam

 

Menurut dia, perusahaan asal Amerika Serika itu berpengalaman dan sudah terbukti menghentikan insiden serupa sumur YYA-1, dengan skala jauh lebih besar di Teluk Meksiko.

Sementara proses kompensasi warga terdampak terus berjalan. Setelah proses pengumpulan data lapangan kini verifikasi. Proses verifikasi, katanya, dibantu sejumlah institusi seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementarian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten dan kota terdampak maupun tim kompensasi pemerintah daerah.

Setelah verifikasi selesai, tahapan lanjutan penilaian perhitungan, diakhiri proses pembayaran. Dalam pembayaran kompensasi, dia memastikan, tak ada pihak dirugikan.

 

Apa aksi KLHK?

Apa tindakan KLHK melihat laut dan pesisir pantai tercemar minyak tumpah? Hingga kini, belum ada data rilis dari KLHK berapa luasan daerah terdampak.

”Masih berubah terus (luasan sebaran). Umumnya di pantai,” kata MR Karliansyah, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK kepada Mongabay.

Baca juga: Tragedi Tumpahan Minyak Pertamina di Karawang, Horo bagi Manusia dan Lingkungan

Dia mengatakan, belum ada tindakan lanjutan selain pengawasan dan rekomendasi terhadap penanganan tumpahan minyak di lapangan. Meski demikian, KLHK belum bisa merilis luasan wilayah terdampak.

”Wilayah terdampak terus berubah sepanjang sumber pencemar belum bisa dihentikan. Penyebaran tumpahan minyak menyebar tergantung angin dan gelombang,” katanya.

Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum, KLHK mengatakan, memastikan Pertamina bertanggung jawab dalam mematikan semburan minyak segera mungkin. Kemudian, mereka berupaya meminimalisir dampak terhadap lingkungan, terutama ekosistem terumbu karang, padang lamun dan mangrove.

”Kami juga sudah menurunkan tim para pengawas untuk pengambilan sampel di lapangan dan beberapa data lain. Data yang ada nanti kita bicarakan dengan para pengawas, penyidik dan kuasa hukum kami terkait langkah hukum apa terkait tumpahan minyak ini,” kata Roy, sapaan akrabnya.

Hingga kini, KLHK masih mendalami apakah tumpahan itu terdapat pelanggaran atau tidak. ”Kami belum mendalami (ada pelanggaran atau tidak), karena kita memberikan ruang pada Pertamina agar mereka berupaya menghentikan semburan dan menanggulangi dampaknya.”

Baca juga: Tumpahan Minyak Pertamina di Teluk Balikpapan Cemari 7.000 Hektar Area

KLHK, katanya, sudah memerintahkan Pertamina upaya pencegahan. “Kalau perangkat hukum lanjutan, ya kita tunggu dululah. Orang lagi kebakaran rumah, masa’ kita panggil-panggil.”

Dia mengapresiasi, langkah Peramina dalam penghentian dan penanggulangan tumpahan minyak.

 

Kawasan terdampak tumpahan minyak dari sumur pengeboran YYA-1 milik PT PHE ONWJ di perairan pantura Jawa. Sumber : Pertamina/Mongabay Indonesia

 

Fajriyah Usman, Vice President Corporate Communication Pertamina mengatakan, sebaran tumpahan minyak meliputi Karawang, Bekasi dan Kepulauan Seribu. ”Diestimasi sekitar 400.000 meter persegi. Angka ini masih dikonfirmasi dengan KLHK dan dinas terkait lain,” katanya.

Luasan angka ini, katanya, terus berubah setiap saat karena ada angin dan arus air laut, hingga tak semua daerah terdampak setiap hari.

Hingga kini, Pertamina telah mengebor (relief well) untuk menutup sumur permanen. Sedangkan, dalam penanganan ceceran minyak di laut (offshore oil spill combat), Pertamina melokalisir tumpahan dengan 48 kapal pendukung.

Fajriyah bilang, telah mendirikan enam posko pengaduan masyarakat dan pelayanan kesehatan yang aktif memberikan pelayanan kepada masyarakat, yakni, Cemara Jaya, Sungai Buntu, Sedari, Tambak Sari, Musara Beting dan Kepulauan Seribu.

 

Belum berbenah

Ohiongyi Marino, Kepala Divisi Pesisir dan Maritim Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengatakan. Pertamina masih belum berbenah dalam penanganan pencemaran karena ceceran minyak mereka.

”Pertamina lamban early warning system kepada masyarakat ketika minyak-minyak itu masuk pesisir dan wilayah terdampak lain. Melihat dari kasus saat tumpahan Balikpapan, tak ada perbedaan dalam sistem EWS, tidak ada informasi dini dari Pertamina,” katanya.

Proses penanganan, katanya, juga lambat dilihat dari kebocoran telah sejak 12 Juli 2019 pukul 1.30 siang, baru kondisi tanggap darurat 18 Juli.

 

Tumpahan minyak dari kebocoran pipa bawah laut Pertamina, di Teluk Balikpapan. Foto diambil dari 2 April 2018. Foto: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan/ Mongabay Indonesia

 

Penanggulangan tumpahan minyak, katanya, wajib Pertamina lakukan berdasarkan Pasal 53 ayat (2) huruf a UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dia bilang, antara lain upaya harus dilakukan dengan isolasi area dan penghentian sumber pencemaran.

”Sebenarnya, kalau terjadi kebocoran itu paling penting, saat penananganan tumpahan minyak, bisa cegah sampai pesisir,” katanya.

Parah lagi, katanya, saat minyak sampai ke pesisir, Pertamina tak ada peringatan dini pada warga untuk mencegah kontak langsung kepada minyak. Minyak, katanya, termasuk limbah beracun dan berbahaya.

Selama ini, penanganan dan pemulihan Pertamina hanya bersifat reaktif.

Sementara sisi penegakan hukum dan rekomendasi pemulihan, kata Ohiongyi, KLHK setengah hati dan lambat. ”KLHK tidak update (ikuti perkembangan-red) wilayah terdampak dari informasi resmi KLHK. Itu saya sayangka. Kenapa ada perbedaan penannganan kalau dibandingkan tumpahan di Balikpapan?”

Seharusnya, memiliki kewajiban mengawasi izin lingkungan yang sudah terbit. ”KLHK seperti melanggar hukum juga, tak melakukan tindakan cepat meminta pemulihan.”

Dia bilang, meskipun kewajiban pemulihan di pelaku usaha, namun mereka yang menerbitkan izin harus bertindak agar pencemaran tak meluas.

“Jika sudah pencemaran, berarti ada sesuatu hal yang dilanggar dari amdal (analisis mengenai dampak lingkungan-red). Mereka harus investigasi.”

Amdal, katanya, seharusnya jadi sarana mencegah dan kalau sudah terjadi, harus ada langkah-langkah untuk meminimalisir. “Tapi kenapa pencemaran itu meluas? Berarti ada kesalahan yang mereka tidak bikin di amdal, bisa sanksi administrasi.”

Fajriyah bilang, PHE ONWJ sudah punya prosedur tetap yang memberikan pedoman dan prosedur penanggulangan tumpahan minyak maupun penanganan kondisi darurat.

”Masyarakat terutama di sekitar lokasi, sudah pernah sosialisasi terkait PHE dan operational bisnis seperti apa.”

 

Keterangan foto utama:    Tumpahan minyak Pertamina, di Kerawang sudah sampai Kepulauan Seribu. Foto: Jatam

Nelayan menangkap ceceran limbah padat B3 dari tumpahan minyak yang berasal dari bocoran semburan sumur lepas pantai millik PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) di perairan Karawang, Jabar, pada Juli 2019. Foto : KIARA/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version