Mongabay.co.id

Perlindungan Rafflesia dan Habitatnya Perlu Aturan Tegas

 

 

Adanya oknum warga yang membuka objek wisata dadakan, menjadi ancaman serius kelestarian Rafflesia arnoldii dan jenis lainnya di habitatnya, di Bengkulu.

Ketua Komunitas Peduli Puspa Langka [KPPL] Bengkulu, Sofian mengatakan, wisata dadakan itu adalah pelayanan jasa melihat langsung Rafflesia yang lokasinya tidak jauh dari jalan raya. Ketika diselidiki KPPL, ternyata oknum itu memindahkan bunga dari inangnya yang berada di hutan.

“Cara itu memudahkan wisatawan menikmati Rafflesia, tak perlu susah masuk hutan. Tapi masalahnya, itu merusak inang, bagian paling penting,” terangnya, Rabu [28/8/2019].

Sofian menuturkan, warga setempat menyebut inang dengan nama pohon anggur hutan. Bunga yang memiliki lima kelopak dengan ukuran 70 hingga 90 cm, tinggi mencapai 50 cm, tanpa akar, tanpa daun dan tanpa batang itu, takkan hidup kalau tidak menempel di tumbuhan inang atau liana.

Pada satu inang, bisa hidup lebih dua Rafflesia, yang merupakan tumbuhan parasit obligat, yakni sepenuhnya mengantungkan sumber energi pada tumbuhan inang. Artinya, Raflesia hanya hidup dalam sel dan jaringan inang hidup.

Baca: Hanya Rafflesia di Hati Sofi Mursidawati

 

Rafflesia arnoldii merupakan Puspa Langka Nasional yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI No. 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Ketika oknum memindahkannya, salah satu cara dengan memotong inang, tentu saja merusak Rafflesia lain yang ada di inang sama.

Perusakan juga menggagalkan proses reproduksi bunga langka tersebut. Sebab, organ reproduksinya yaitu benang sari dan putik, berada di tengah dasar bunga berbentuk melengkung. Penyerbukan dibantu serangga yang tertarik karena bau bunga selama mekar sekitar 5-7 hari.

“Ketika dipotong baunya tidak lagi menyebar, bunga pun cepat layu. Akibatnya, serangga enggan datang, proses reproduksi gagal,” papar Sofian.

Baca: Sudah Saatnya, Bengkulu Mendirikan Pusat Informasi Rafflesia

 

Rafflesia arnoldii ini mekar di wilayah Bukit Kaba, Rejang Lebong, Bengkulu, pertengahan 2018 lalu. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Habitat alami terjepit

Bersama KPPL Bengkulu, KPPL Bengkulu Tengah, saya menelusuri Hutan Lindung Bukit Daun Register V, Cagar Alam Taba Penanjung, Jalur Liku Sembilan di Bengkulu Tengah, Bengkulu, Rabu [27/8/2019].

Di lokasi tersebut, sekitar 50 meter dari badan jalan, hutan lebat menghadang. Namun setelah itu, kondisinya gundul, yang tersisa hanya bonggol kayu besar.

“Banyak perambahan seperti ini, sebagian lahan sudah ditinggalkan karena pelakunya diperingati pengelola Cagar Alam Taba Penanjung. Tapi sebagian, masih ada yang nakal,” kata Ketua KPPL Bengkulu Tengah, Ibnu Hajar.

Baca: Warna Putih, Apakah Ini Rafflesia Jenis Baru?

 

Komunitas Peduli Puspa Langka [KPPL] Bengkulu tengah mengukur diameter bonggol Rafflesia di Cagar Alam Taba Penanjung, Bengkulu Tengah. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Di lereng curam, kami menemukan beberapa bonggol Rafflesia sebesar lengan tangan pria dewasa. “Peluang memindahkan seperti ini yang terjadi. Ketika perambah menebang pohon, menemukan bunga langka ini mekar, lalu dipotong dari inangnya. Berikutnya, dibawa ke hutan pinggir jalan raya,” lanjutnya.

“Selanjutnya, dibuat informasi Rafflesia mekar, lalu mereka menjadi pemandu dengan harapan imbalan,” urai lelaki 36 tahun itu.

Bahkan, pada Juni 2017, ada temuan Rafflesia dicat oleh oknum warga di hutan Bukit Barisan Selatan, Bungkulu Tengah. “Tujuannya, menyegarkan kembali bunga yang layu.”

Pengelola Cagar Alam Taba Penanjung dari BKSDA Bengkulu, Eka Sophian mengatakan, tantangan terbesar di sini adalah para perambah. “Mereka tetap saja nakal, tak ada jera. Kami selalu memantau,” katanya.

Cagar Alam Taba Penanjung memiliki luas 3,7 hektar yang merupakan hutan ini habitat Rafflesia arnoldii. Cagar alam ini terbagi dua, CA Taba Penanjung 1 [1,7 hektar] dan CA Taba Penanjung 2 [2 hektar].

Baca juga: Hidup Mati Agus Susatya untuk Rafflesia

 

Tampak inang bunga Rafflesia yang dipotong di Hutan Lindung Bukit Daun Register Lima, Bengkulu Tengah. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Pentingnya perda

Peneliti Rafflesia dan Amorphophallus Universitas Bengkulu, Agus Susatya mengatakan, satu cara efektif menjaga Rafflesia adalah dengan mengembangkan ekowisata berbasis masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan menjaga habitat dari oknum perambah yang sangat merugikan.

“Langkah awal harus rutin sosialisasi pentingnya bunga ini, bagaimana menjaganya, apa saja yang merusak, serta dampak ekologis dan ekonomis bagi masyarakat,” katanya.

Dengan konsep ini, diharapakan tumbuh rasa tanggung jawab masyarakat.

Penemu Rafflesia kemumu itu menegaskan, Pemerintah Daerah Bengkulu harus membuat peraturan daerah [perda]. Peraturan untuk menguatkan Rafflesia secara hukum, ekonomi, ekologi, bahkan sosial.

“Menjaga secara lintas sektoral, mulai peneliti, pakar hukum, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pariwisata, dan lainnya,” tuturnya.

Perda konservasi bertujuan mendukung pelestarian keragaman hayati, meningkatkan fungsi lingkungan hidup demi tercipta keseimbangan ekosistem. “Untuk mendukung itu semua, sangat penting perda dibuat,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version