Mongabay.co.id

Kerang Menghilang, Nelayan Mulai Mencari Teripang

 

Siang itu, Mamik Selamet (40), mendaratkan perahu miliknya di pelabuhan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Desa Randuboto, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Perahu tradisional itu panjang ukurannya 9 meter, sementara lebarnya 2 meter, digunakan oleh nelayan setempat untuk mencari jenis hewan teripang.

Teripang adalah hewan inverbrata Holothurodiae atau hewan yang tidak memiliki tulang belakang, bisa dikonsumsi, bahkan bisa digunakan sebagai obat. Warga setempat mengenalnya dengan sebutan blonyo, memiliki jenis warna kuning langsat, berlendir dan menyerupai belatung raksasa.

“Hampir setiap hari saya mencari blonyo, kecuali hari minggu saja saya tidak melaut,” tutur Selamet, pada Rabu (28/08/2019). Dia bercerita untuk mencari hewan yang bisa dijumpai mulai dari zona pasang surut sampai laut dalam ini, dia harus menempuh jarak 10 kilometer dari daratan dengan menggunakan perahu.

Untuk pencarian teripang ini, kata Selamet, dimulai dari pagi sebelum matahari terbit, atau ba’da subuh sekitar jam 05:00 WIB hingga kisaran jam 12.00 WIB baru kembali ke daratan, dengan melewati muara sungai Bengawan Solo, tempat Pelelangan Ikan tersebut. Dalam sehari dia mengaku bisa membawa teripang tiga kintal dari perairan Laut Jawa itu.

Di tempat pelelangan, sudah ada istri yang menunggu. Mereka datang untuk membantu membersihkan kotoran jenis hewan tak bertulang belakang itu, sebelum kemudian dijual ke pengepul yang ada di wilayah setempat. Selamet merupakan satu diantara puluhan nelayan yang menggantungkan hidupnya mencari teripang dari laut pesisir utara Gresik. Selain teripang, nelayan setempat ada juga yang mencari ikan, rajungan dan kerang.

baca : Teripang, Biota Laut Si Pencegah Kanker

 

Nelayan mendaratkan perahunya di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Randuboto, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, Jatim, Rabu (28/08/2019). Nelayan mencari teripang berjarak 10 km dari daratan ke laut lepas. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Harga Dari Nelayan

Berada di pesisir laut Jawa, Gresik dan sekitarnya termasuk daerah yang berkelimpahan segala hasil laut, salah satunya yaitu teripang. Ivul Fakila, istri nelayan setempat bertutur, untuk mencari hewan yang biasa dikenal juga dengan sebutan timun laut ini, pengambilannya katanya tidak ada musiman. Setiap hari selalu ada yang mencari dilaut, dan belum pernah kesulitan, bahkan saat musim hujan sekalipun. Karena dia menganggap, untuk teripang ini jumlahnya relatif banyak dibandingkan dengan kerang yang sifatnya musiman.

Untuk itu, dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, nelayan yang awalnya mencari kerang, kemudian beralih mencari teripang. Selain masih mudah didapatkan dan tidak kenal musim, harganya juga bisa dikatakan stabil. Jika teripang bentuknya kecil, dari nelayan dihargai Rp1,500/kg. Untuk yang berukuran besar bisa dihargai Rp2000/kg.

“Nanti dari pengepul, katanya dikirim ke Semarang, Gresik Kota, dan Surabaya,” ujar Ivul sembari membersihkan kotoran teripang satu per satu. Untuk membersihkan itu, dia hanya menggunakan silet.

baca juga : Teripang, Si Buruk Rupa dari Perairan Dangkal yang Bernilai Ekonomi Tinggi

 

Nelayan memindahkan teripang dari perahu ke gerobak untuk dijual ke pengepul di Desa Mojoasem, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Matahari semakin menanjak, para nelayan satu persatu mulai berdatangan. Sesekali Ivul menyapa rekanannya yang datang itu, lalu tangannya kembali cekatan mengambil teripang dari dalam perahu dengan menggunakan keranjang baskom untuk dikeluarkan ke permukaan perahu, supaya lebih mudah proses pembelahannya. Satu per satu teripang dibelah, dalam jangka waktu dua jam, teripang sebanyak 3 kuintal hasil tangkapan suaminya itu selesai di bersihkan.

Proses selanjutnya, dari perahu teripang kemudian dimasukkan kedalam jerigen plastik berwarna biru, lalu diangkat ke gerobak untuk diantarkan ke tengkulak.

Berbeda dengan Selamet yang sudah puluhan tahun berpofesi sebagai nelayan fokus mencari teripang. Suami Ivul ini, diceritakannya baru mencari teripang sekitar 5 tahunan, awalnya suaminya hanya mencari kerang. Seiring berjalannya waktu, keberadaan kerang dirasa semakin susah. Selain itu sifatnya juga musiman. Sehingga suaminya itu kini lebih fokus mencari teripang.

Untuk proses pencarian teripang saat di laut, Selamet menceritakan, sesampai dilokasi dimana titik ditemukan banyak teripang dibawah laut itu. Kemudian dia menceburkan alat dengan kedalaman 4 meter, alat itu orang Setempat menyebutnya garit, dengan bahan jalinan 18 batang besi stanless steel serupa kail yang ditata berjajar seperti garpu bengkok. Setelah itu alat ditarik ke atas, dilakukannya berkali-kali. Sekali berangkat Selamet mengaku hanya membutuhkan lima liter solar, dengan biaya Rp30 ribu.

“Sekali jalan, dapat hasil jual rata-rata Rp300 ribu, pencariannya setengah hari. Untuk pasarnya sudah ada yang nampung sendiri, katanya diolah menjadi cemilan berupa kerupuk” ujarnya.

menarik dibaca : Meriahnya Panen Teripang Buka Sasi di Kampung Folley Raja Ampat. Begini Ceritanya

 

Teripang saat dibersihkan kotorannya untuk dijual ke pengepul di Desa Mojoasem, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik. Harga teripang dari nelayan Rp1,500/kg. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Teripang seusai dibersihkan kotorannya untuk kemudian dijual ke pengepul di Desa Mojoasem, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Potensi Teripang

Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ratih Pangestuti menjelaskan, teripang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai obat anti kanker. Binatang yang memiliki nama latin Actinopyga echinites ini dinilai aktif sebagai antikanker payudara dan kanker ovarium.

Menurutnya, LIPI berkomitmen untuk meneliti dan mengembangkan bahan aktif dari organisme laut sebagai agen anti kanker, dan juga pangan yang digunakan untuk mencegah penyakit kanker. Konsep pangan yang disebutkan yaitu komponen makanan yang berfungsi untuk meningkatkan kondisi ketahanan tubuh dan mengurangi resiko terjangkitnya berbagai macam penyakit, diantaranya yaitu kanker.

Ana Setyastuti, ilmuwan dari payung yang sama, dikutip melalui BBC.com, dia mempunyai pandangan penting terhadap peran teripang. Lantaran ketiadaan atau kekurangan teripang dilaut, menurutnya akan bedampak buruk pada ekosistem laut. Dijelaskannya, bahwa teripang itu merupakan bottom feeder, yaitu makhluk yang hidup dari memakan organisme di dasar laut.

perlu dibaca : Eksistensi Teripang Harus Dikawal Indonesia

 

Ivul Fakila (39), saat membantu suaminya membersihakan teripang dari kotorannya untuk dijual ke pengepul di Desa Mojoasem, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Dia menganggap, teripang menyerap pasir laut. Lalu kemudian di dalam perutnya organik diserap, kemudian dikeluarkan kembali pasir yang sudah bersih. Kemampuan seperti itu menurut Ana, membuat sendimen pesisir dan terumbu karang akan gembur. Efeknya, akan banyak makhluk, lalu disitu akan ada ikan.

Berdasarkan data pangan dan pertanian PBB (FAO), pada tahun 2000 Indonesia sempat menjadi negara pengirim teripang terbesar di dunia (2.500 ton) dengan tujuan utama negara Tongkok, Singapura, dan Taiwan. Setelah itu, data Kementrian Kelautan dan Perikanan sepanjang 2012 sampai 2015 menunjukkan tren ekspor teripang meningkat dari 900 hingga 1.200 ton.

 

Nelayan mengisi solar ke mesin perahu di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Desa Randuboto, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik. Perahu itu yang akan digunakan untuk mencari teripang di laut. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version