Mongabay.co.id

Menteri Susi Ditagih Janji Jadikan Maluku Lumbung Ikan Nasional

 

Komite Nasional Pemuda Maluku (KNPI) Provinsi Maluku kembali mengingatkan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Susi Pudjiastuti untuk tunaikan janjinya kepada masyarakat Maluku.

“Ibu Menteri jangan tipu masyarakat Maluku. Apa yang sudah dijanjikan dihadapan sidang paripurna DPRD Maluku, harus direalisasi,” tegas Ketua Karateker KNPI Maluku, Abdusalam Hehanussa kepada Mongabay, Selasa (10/9/19).

Dia menyebut, penegasan ‘Perang’ yang disampaikan Gubernur Maluku, Murad Ismail sangat beralasan, lantaran Menteri Susi terkesan apatis dalam merespon Pemerintah Maluku terkait kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan potensi Perikanan Maluku.

“Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perikanan dan Kelautan tak peka terhadap aspirasi masyarakat. Sejak dulu, Maluku semestinya sudah harus ditetapkan sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN),” tegas dia.

baca : Begini Klaim Kesuksesan Perikanan di Maluku menurut Susi

 

Seorang remaja di Pulau Buru, Maluku, memperlihatkan potongan tuna yang baru diturunkan dari perahu. Sejak program fair trade Yayasan MDPI dipraktikkan, nelayan kecil mulai merasakan dampak positifnya bagi mereka. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Menurutnya, saat Tanwir Muhammadiyah dan Hari Pers Nasional di Ambon, Presiden Joko Widodo mengunjungi Pelabuhan Yos Sudarso dan berjanji akan menjadikan Maluku sebagai LIN. Namun dua tahun setelah momentum tersebut, katanya, komitmen Pemerintah Pusat hanya wacana belaka.

Dia merinci Maluku memiliki produksi ikan yang melimpah. Catatan Badan Pusat Statistik di tahun 2016 menyebut, sebanyak 567.137,60 ton diproduksi. Sementara dalam catatan hasil tangkap yang disampaikan Gubernur Maluku beberapa waktu lalu, setiap bulan sebanyak 400 kontainer ikan Maluku diambil dari Laut Arafura, Kabupaten Kepulauan Aru.

“Saat pelantikan penjabat Sekretaris Daerah di Ambon 2 September kemarin, Gubernur sudah rincikan dengan detil, hasil tangkap ikan sangat besar,” katanya.

Dia bilang, produksi ikan kepada Pemerintah Pusat selama ini belum memberikan multiplier effect, khususnya secara ekonomi bagi kesejahteraan nelayan dan rakyat Maluku. Hal ini, kata dia, karena hampir semua proses pasca penangkapan ikan, hasilnya keluar dari wilayah ini.

“Ironis kita hanya jadi penonton di negeri sendiri. SDA kita berlimpah, namun Maluku hanya jadi terminal dagang bisnis. Rakyat Maluku semestinya mendapat multiplier effect yang bisa memberi sumbangsih bagi peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan ekonomi nelayan,” jelasnya.

Dia mengatakan, praktek pengelolaan dan pemanfaatan potensi perikanan dan kelautan yang selama ini keliru dan tidak memberikan dampak signifikan bagi rakyat Maluku, harus diubah. Kebijakan LIN di Maluku, katanya, sangat refresentatif untuk produksi ikan nasional dan tata kelola perikanan.

Dengan kebijakan Maluku sebagai LIN, menurutnya, alokasi kebijakan dan anggaran akan lebih terkelola secara efektif untuk peningkatan produksi nelayan. Sisi lain, akan diikuti oleh berdirinya sentra-sentra produksi dan pabrik industri pengelolaan ikan serta hal lainnya yang berpotensi menyerap tenaga kerja lokal.

“Akan ada efek ekonomi berantai dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan bagi warga Maluku secara khusus. Untuk itu, Pemerintah Pusat melalui Menteri Susi harus menindaklanjuti aspirasi masyarakat Maluku dalam bentuk policy,” desaknya.

baca juga : ‘Perang’ Gubernur Maluku Karena Kesal Tak Kunjung Jadi Lumbung Ikan Nasional

 

Ilustrasi, Kapal purse seine atau Lampara berukuran di atas 6 GT sedang membongkar hasil tangkapan ikan di pelabuhan TPI Alok Maumere, Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Dia katakan, terjadi keanehan jika departemen terkait menghalang-halangi Maluku mejadi LIN. Masyarakat saat ini bahkan bertanya-tanya, mengapa rekomendasi dan keputusan itu belum juga ditandatangani oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

Loh, selama ini kan Ibu Susi pro kesejahteraan nelayan. Lantas mengapa untuk kepentingan nelayan dan rakyat terkesan diabai? Jangan-jangan rumor selama ini ada bisnis mafia illegal fishing dan pengusaha perikanan yang memeras keringat nelayan itu betul. Prinsipnya Maluku sebagai LIN adalah harga mati,” tegasnya.

Pernyataan Gubernur Maluku terkait kebijakan moratorium disektor perikanan dan kelautan yang dinilai telah memiskinkan rakyat Maluku, juga mendapat respon dari Bupati Maluku Tenggara M. Thaher Hanubun.

Dia mendukung sepenuhnya pernyataan orang nomor satu di Maluku itu. Menurutnya, kebijakan Menteri Susi telah membawa kerugian besar bagi Maluku, termasuk di kabupaten yang ia pimpin, yang sangat potensial lumbung ikannya.

Rilis diterima, Kamis (12/9/19), bupati menyebut sejak diberlakukan moratorium, ruang gerak nelayan dalam mengeksploitasi kekayaan sendiri di Maluku Tenggara menjadi terbatasi. Sementara kapal-kapal nelayan berskala besar dari Pulau Jawa dan Sulawesi dengan leluasa meraup keuntungan dari kekayaan perikanan Maluku.

“Hal ini yang buat Maluku masuk dalam 4 besar daerah termiskin. Jadi bukan kita miskin karena tidak mampu mengelola kekayaan yang dimiliki, tetapi dimiskinkan oleh kebijakan Pemerintah Pusat,” jelasnya.

Dia berharap, moratorium oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan harus dibarengi dengan perlakuan khusus terhadap daerah-daerah penghasil ikan seperti di Maluku. Sisi lain, mesti ada kebijakan seperti pembangunan pelabuhan perikanan agar kapal-kapal nelayan yang melakukan penangkapan di Laut Maluku, dapat membangun base camp.

“Bila perlu bangun juga cold storage besar untuk kepentingan ekspor langsung dari Maluku,” ujarnya.

Pemerintah Pusat juga, katanya, perlu membantu fasilitas kapal tangkap dengan ukuran GT besar bagi nelayan kokal sehingga mampu bersaing dengan nelayan dari Pulau Jawa dan Sulawesi.

“Jadi garapannya tidak hanya moratorium tapi harus dibarengi dengan kebijakan pro nelayan kecil,” harapnya.

perlu dibaca : Setelah Nyatakan Perang, Gubernur Maluku Bersikukuh Tegaskan 5 Tuntutan Kepada Menteri Kelautan

 

Ilustrasi. Kapal-kapal nelayan yang berlabuh diantara tumpukan sampah di pantai di pesisir Pantai Muncar, Kecamatan Muncar, Banyuwangi, Jatim, pada akhir Juni 2019. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Tenggelamkan Janji

Alex S.W Retrawubun, mantan Wakil Menteri Perindustrian Indonesia melalui keterangan tertulis yang diterima Mongabay menyebut Menteri Susi telah menenggelamkan janjinya untuk Maluku.

Menurutnya, seiring berjalan waktu kurang lebih 4 tahun atau sejak konsep LIN ditawarkan ke pemerintah pusat, tak meraih hasil apa-apa. Padahal Menteri Kelautan dan Perikanan juga sudah menandatangani MoU dengan Gubernur Maluku untuk menjadikan Maluku sebagai LIN.

“Begitu besar harapan masyarakat Maluku mendesak agar Gubernur Maluku menyampaikan surat permohonan pada Presiden Joko Widodo untuk menyetujui dibuatnya payung hukum Maluku sebagai LIN,” katanya.

Permintaan Gubernur Maluku diterima oleh Presiden RI membuat Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama lembaga terkait di pusat bersama Pemda Provinsi menyusun payung hukum yakni Peraturan Presiden (Perpres) tentang Maluku sebagai LIN.

Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sekretaris Kabinet, Menteri Koordinasi Bidang Kemaritiman telah memberi paraf dalam rancangan Perpres itu. Hanya Menteri Kelautan Perikanan yang belum paraf, sehingga menyebabkan Presiden Joko Widodo belum menandatangani Perpres tersebut.

Sisi lain, seiring kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan di Maluku mengeluarkan peraturan No.56/2014 tentang moratorium bagi kapal-kapal eks asing yang beroperasi di Indonesia, membuat kurang lebih 1000 kapal ikan eks asing di Maluku tidak bisa beroperasi. Sehingga berdampak meningkatnya pengangguran, kemiskinan bahkan pertumbuhan ekonomi di Maluku bergerak lambat.

Menteri Kelautan dan Perikanan juga mengeluarkan izin penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 718 Laut Arafura. Sebanyak 1640 kapal yang mempunyai cek point di Pelabuhan Perikanan Dobo, tidak satupun mengakomodir ABK yang berasal dari Maluku.

“Produksi ikan sangat banyak. Jika dihitung kira-kira sekitar Rp1,5 triliun yang keluar, sementara Maluku tidak dapat PAD dari produksi dimaksud,” katanya.

Hingga kini, katanya, sumber daya alam baik di darat maupun di laut dikelola untuk mencukupkan kebutuhan Negara. Sementara Pemerintah Pusat hanya bisa berjanji.

Pada 15 Desember 2016, tepat di Kampus Universitas Pattimura Ambon, Menteri Susi juga pernah berkata akan menyediakan Rp 4 triliun untuk membiayai Maluku sebagai LIN, namun dengan syarat agar menggantikan namanya.

“Nama sudah diganti, tapi janji tinggal janji. Selamat jalan janji,” cetusnya.

 

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang P.S. Brodjonegoro saat memberikan keterangan pers usai membuka membuka Konsultasi Regional Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2020-2024 di Ambon, Kamis (12/9/19). Foto: Humas Provinsi Maluku/Mongabay Indonesia

 

Anggaran besar 

Menyikapi polemik seputar LIN ini, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang P.S. Brodjonegoro, mengakui besarnya potensi perikanan di wilayah laut Maluku membutuhkan anggaran besar untuk mengelolahnya.

Dia mengatakan, pemanfaatan potensi sumber daya perikanan di Provinsi Maluku hingga saat ini masih belum optimal dilakukan. Kondisi itu bertolak belakang dengan tekad Pemerintah Indonesia yang ingin menjadikan sektor kelautan dan perikanan sebagai sektor utama untuk memajukan Negara.

“Butuh anggaran besar untuk kelola potensi yang besar ini. Nanti kita bisa pertimbangkan, terutama DAK (dana alokasi khusus),” kata Bambang kepada wartawan usai membuka Konsultasi Regional Penyusunan Rancangan Awal RPJMN 2020-2024 di Ambon, Kamis (12/9/19).

Menurut dia, regulasi sebagai payung hukum semacam Perpres akan dilihat kembali peruntukannya. Sebab, yang paling penting dari semua itu adalah potensi kekayaan alam yang tersedia ini bisa memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi pelaku perikanan di Maluku untuk mendapatkan manfaat dan hasil yang maksimal.

Dia mengatakan, sumberdaya kelautan dan perikanan Maluku yang melimpah dan berkontribusi lebih dari 30 persen perikanan nasional, dapat dimaksimalkan untuk daerah bila nilai tambah komoditi ikan juga dilakukan di wilayah Maluku sebagai daerah penghasil, melalui industri pengolahan.

LIN menurutnya, tidak hanya bicara soal produksi ikan. Karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, terkait masukan dari Gubernur Maluku agar para neyalan di Maluku diperhatikan dan mendapatkan manfaat lebih.

“Paling penting itu, ikan-ikan ini pengolahannya di Maluku, sehingga bisa mendapat nilai tambah dan memperoleh manfaat darinya,” kata Bambang.

Monyoal LIN dan draf Perpres yang masih tertahan di meja Menteri Susi, secara diplomasi Bambang menjawab akan membicarakannya lagi.

“Nanti kita bicarakan. Mudah-mudahan ada fleksibilitas dari KKP,” ujarnya.

 

Exit mobile version