Mongabay.co.id

Izin Lima Perusahaan Diusulkan Dicabut, Gubernur Kalbar: Kebakaran di Konsesi Perusahaan Terbukti

Kebakaran hutan dan lahan terlebih di gambut merupakan bencana tahunan di Kalimantan Barat yang harus diantisipasi serius. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Sutarmidji membuat hening ruangan pertemuan di Golden Tulip Hotel, pada 11 September 2019. Dia menjadi keynote speaker pada seminar ‘Pengembangan Industri Kepala Sawit Menuju Kemandirian Energi’. Undangan yang hadir, dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, seorang pemimpin umum media ekonomi, Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute [PASPI], akademisi Universitas Tanjungpura, dan media.

Dia membuka kalimat dengan menyesalkan banyaknya titik api di konsesi perkebunan kelapa sawit. “Saya tidak kenal satu pun pengusaha sawit di Kalbar ini. Boleh tanya siapapun. Saya tidak punya kepentingan apa-apa,” tegasnya.

Midji, meyakini, penyumbang kabut asap terbesar di Kalimantan Barat berasal dari kebakaran di konsesi perusahaan. “Berapa lah lahan warga yang terbakar, paling 1-2 hektar,” tukasnya. Sementara dari pencitraan satelit, kebakaran di lahan konsesi mencapai ratusan hektar. “Perusahaan perkebunan maupun hutan tanaman industri tidak bisa mengelak,” katanya.

Hingga 16 September 2019, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sudah memberi peringatan 103 perusahaan. Perusahaan yang disegel pun telah bertambah menjadi 40 perusahaan. Sebanyak 15 perusahaan di antaranya, diberikan sanksi tidak boleh menggunakan lahannya 3 tiga hingga 5 tahun. “Lima perusahaan kita usulkan dicabut izinnya, dan empat perusahaan sedang proses hukum,” jelasnya.

Baca: Karhutla Membara, Jangan Frustasi Hadapi Perusak Lingkungan

 

Kebakaran hutan dan lahan merupakan bencana tahunan di Kalimantan Barat yang harus diantisipasi serius. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

15 perusahaan tersebut terdiri 9 perusahaan perkebunan kelapa sawit dan 6 perusahaan hutan tanaman industri. Perusahaan perkebunan kelapa sawit:

  1. PT. Global Kalimantan Makmur
  2. PT. Sumatera Unggul Makmur
  3. PT. Mitra Andalan Sejahtera
  4. PT. Putra Lirik Domas
  5. PT. Sungai Putri Agro Sawit
  6. PT. Ikhtiar Gusti Pudi
  7. PT. Sinar Karya Mandiri
  8. PT. Arrtu Borneo Perkebunan
  9. PT. Arrtu Energi Resourse

Perusahaan HTI:

  1. PT. Unggul Karya Inti Jaya
  2. PT. Duta Andalan Sukses
  3. PT. Muara Sungai Landak
  4. PT. Hutan Ketapang Industri
  5. PT. Prima Bumi Sentosa
  6. PT. Tri Agronusa Sejahtera

 

Midji katakan, keberadaan perusahaan sawit tidak berpengaruh nyata seperti yang digembar-gemborkan pengusaha. Buktinya, masih banyak desa tertinggal di Kalimantan Barat yang justru berada di sekitar konsesi sawit. Ketentuan NDPE [No Deforestation, Peatland, and Exploitation] merupakan hal mutlak untuk perkebunan berkelanjutan.

Dia meminta perhatian serius kepala daerah yang wilayahnya terdeteksi banyak titik api agar serius memadamkan dan mencegah pula. Terutama di Kabupaten Ketapang, Kayong Utara, Sintang, Melawi, dan Kubu Raya. Dia bahkan menyatakan, ada pemerintah daerah yang terkesan melindungi korporasi dengan memberikan informasi palsu kepada pihak kepolisian, saat inspeksi ke lokasi kebakaran lahan.

“Ini tidak boleh terjadi, seperti melindungi pengusaha tertentu,” katanya. Midji mengapresiasi pemerintah Kabupaten Sanggau yang mengajukan lima perusahaan untuk dicabut izinnya, karena terjadi kebakaran lahan di konsesinya.

Baca: Asap Pekat Berbahaya Terus Selimuti Palangkaraya

 

Memadamkan api di lahan yang terbakar, bukan pekerjaan mudah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyegel 26 perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Barat yang konsesinya terbakar.

  1. PT. DAS di Kabupaten Sanggau [luas lahan terbakar 40 hektar]
  2. PT. GKM di Kabupaten Sanggau [luas lahan terbakar 20 hektar di 17 lokasi]
  3. PT. UKIJ di Kabupaten Sintang [luas lahan terbakar 5 hektar]
  4. PT. PLD di Kabupaten Kubu Raya [luas lahan terbakar 30 hektar]
  5. PT. SUM di Kabupaten Kubu Raya [luas lahan terbakar 70 hektar]
  6. PT. MSL di Kabupaten Mempawah [luas lahan terbakar 30 hektar]
  7. PT. TANS di Kabupaten Ketapang [luas lahan terbakar 60 hektar]
  8. PT. SPAS di Kabupaten Ketapang [luas lahan terbakar 121 hektar]
  9. PT. MAS di Kabupaten Mempawah [luas lahan terbakar 60 hektar]
  10. PT. SP di Kabupaten Mempawah [luas lahan terbakar 370 hektar]
  11. PT. ABP di Kabupaten Ketapang [luas lahan terbakar 99 hektar]
  12. PT. AER di Kabupaten Ketapang [luas lahan terbakar 998 hektar]
  13. PT. SKM di Kabupaten Ketapang [luas lahan terbakar 1.468 hektar]
  14. PT. KAL di Kabupaten Ketapang [lahan terbakar di dalam izin HGU perusahaan]
  15. PT. LS di Kabupaten Ketapang ([ahan terbakar di dalam IUP perusahaan]
  16. PT. BMH di Kabupaten Sambas [luas lahan terbakar 930 hektar]
  17. PT. IGP di Kabupaten Landak [luas lahan terbakar 40 hektar]
  18. PT. NI di Kabupaten Landak [luas lahan terbakar 14 hektar]
  19. PT. BPG di Kabupaten Kubu Raya [luas lahan terbakar 58 hektar]
  20. PT. RKA di Kabupaten Melawi [luas lahan terbakar 600 hektar]
  21. PT. FI di Kabupaten Sanggau [luas lahan terbakar 6 hektar]
  22. PT.KGP di Kabupaten Sanggau [luas lahan terbakar 4 hektar]
  23. PT. KBP di Kabupaten Sekadau [luas lahan terbakar 4 hektar]
  24. PT. MAS di Kabupaten Sanggau [luas lahan terbakar 4 hektar]
  25. PT. SIA di Kabupaten Sanggau [luas lahan terbakar 3 hektar]
  26. PT. SKS di Kabupaten Ketapang [luas lahan terbakar 35 hektar]

Tiga lahan korporasi perkebunan kelapa sawit yang disidik:

  1. PT. ABP di Kabupaten Ketapang [luas lahan terbakar 99 hektar]
  2. PT. AER di Kabupaten Ketapang [luas lahan terbakar 998 hektar]
  3. PT. SKM di Kabupaten Ketapang [luas lahan terbakar 1.468 hektar]

KLHK juga menyegel 2 lahan korporasi hutan tanam industri [HTI]:

  1. PT. BPS di Kabupaten Ketapang [luas lahan terbakar 50 hektar]
  2. PT. HKI di Kabupaten Ketapang [luas lahan terbakar 138 hektar]

Disegel pula 1 lahan milik perseorangan:

  1. Uber di Kabupaten Kubu Raya [luas lahan terbakar 275 hektar]

Penyegelan diawali dengan monitoring titik panas dan titik api serta analisis spasial. Penyegelan merupakan langkah awal untuk pendalaman penyelidikan perkara. Jika kemudian ditemukan bukti cukup, akan ditingkatkan ke penyidikan.

Baca juga: Bencana Asap di Sumatera dan Kalimantan, Mengapa Lahan Gambut Terus Terbakar?

 

Kebakaran hutan di Kalimantan Barat merupakan persoalan besar yang terus terjadi hingga saat ini. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Bikin perda

Sutarmidji memastikan, di bawah kepemimpinannya, penanganan kasus kebakaran hutan dan lahan [karhutla] tidak retorikan semata. Dia menyiapkan perangkat hukum untuk menangani dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan. “Sebelumnya kita sudah punya peraturan Gubernur, saat ini sudah diajukan ke DPR untuk dibahas Peraturan Daerah Karhutla,” tambahnya.

Dalam aturan ini, terdapat sanksi pelaku pembaka hutan dan lahan. Khususnya, jika terjadi di konsesi perusahaan, maka perusahaan yang menanggung semua biaya pemadaman,” tukasnya. Perda akan mengatur jeratan sanksi denda untuk pemulihan lingkungan yang diakibatkan pembakaran. “Ini terobosan, nanti kita uji publik dengan mengundang banyak pihak,” lanjut Midji.

Payung hukum ini menjadi prioritas, dibahas dan diselesaikan pada 2020. “Perda hanya mengatur tataran administratif, ketika terbukti ada pelanggaran pidana kasusnya ditangani Kepolisian dan KLHK,” urainya.

 

Danau yang berada di lahan gambut. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Polisi tangani 50 Kasus

Terpisah, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Barat, Inspektur Jenderal Polisi Didi Haryono, mengungkapkan, pihaknya telah menangani 50 kasus penegakan hukum karhutla.

“Sebanyak 58 orang yang diduga pelaku pembakaran hutan dan lahan diamankan. Mereka dijerat tiga payung hukum, Lingkungan Hidup, UU Perkebunan dan Kehutanan,” kata Didi. kepada awak media. Pelaku dihukum paling rendah 3 tahun penjara dan denda Rp3 miliar, paling tinggi 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.

Didi mengakui, mayoritas yang diamankan adalah masyarakat. “Ada dua pelaku dari korporasi. Satu perusahaan telah kita tetapkan sebagai tersangka,” tambahnya.

Untuk karhutla yang ditangani Polda Kalbar 2014 silam, yang melibatkan empat perusahaan perkebunanan, hingga kini belum diserahkan ke Kejaksaan Tinggi. Seorang perwira penyidik dari Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar menyatakan, kasusnya masih P19. Artinya, polisi harus melengkapi berkas perkara seperti yang diarahkan jaksa. “Untuk arahannya, kami tidak bisa ungkapkan, yang jelas akan terus dilengkapi,” terangnya.

 

Kebakaran di konsesi perusahaan sawit yang luasannya ratusan hektar di Kalimantan Barat memang terbukti. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Perusahaan Malaysia dan Singapura alami Kebakaran

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagaimana rilis 14 September 2019 menyebutkan, sebanyak 26 perusahaan asal Indonesia, Malaysia dan Singapura disegel karena alami kebakaran pada konsesinya, luas keseluruhan 5.531,887 hektar. Dalam rilis tersebut ada 3 perusahaan asal Malaysia dengan luas total 638,34 hektar dan 1 perusahaan asal Singapura [138 hektar].

“Ada kesalahan input data yang diumumkan,” tukas Anton P Widjaya, Direktur Eksekutif Walhi Kalbar.

Walhi Kalbar membandingkannya dengan temuan lapangan serta analisis spasial. Salah satunya, konsesi milik PT. Ichtiar Gusti Pudi [IGP], anak usaha group Ahmad Zaki Resources Bhd [AZRB], perusahaan perkebunan sawit Malaysia, namun tidak terinput Tim Gakkum KLHK sebagai rilis yang disampaikan. Sedikitnya, 4 perusahaan asal Malaysia yang alami kebakaran pada konsesinya.

“Luasan lahan PT. IGP yang terbakar berbeda dengan rilis yang disampaikan 21 Agustus lalu,” tambahnya. Gakkum KLHK hanya mencatat 40 hektar rentang 13 hingga 22 Agustus 2019, padahal angka riilnya mencapai 133,164 hektar,” tegas Anton.

“Kepolisian harus masuk, melihat pelanggaran pidana korporasi yang melibatkan pemilik konsesi. Tidak ada bedanya, perusahaan lokal maupun asing,” ungkap Anton.

Selain PT. Ichtiar Gusti Pudi, perusahaan asal Malaysia lain yang mengalami kebakaran adalah PT. Sime Indo Agro [SIA], anak perusahaan Minamas/Sime Darby Group di Kabupaten Sanggau. Berdasarkan pantauan dan analisis WALHI Kalbar, 76 titik panas [hotspot] berada di konsesinya, 1 Agustus hingga 9 September 2019.

Perusahaan Malaysia lain yang disegel adalah PT. Sukses Karya Sawit [SKS] anak perusahaan IOI Corporation Behard di Ketapang dengan luas area kebakaran 35 hektar dan PT. Rafi Kamajaya Abadi [RKA], perusahaan group TDM Berhard di Melawi dengan luas kebakaran 600 hektar. Perusahaan asal Singapura yang alami kebakaran adalah perkebunan kayu/HTI yakni PT. Hutan Ketapang Industri [HKI], grup Sampoerna Agro Tbk di Kabupaten Ketapang, seluas 138 hektar.

“Kebakaran di konsesi perkebunan asal Malaysia dan Singapura adalah fakta lapangan. Kami mengecam penyangkalan yang disampaikan perusahaan-perusahaan asing ini, yang sesungguhnya wujud ketidakpatuhan mereka kepada peraturan di Indonesia. Kami mendukung sepenuhnya, tindakan hukum tegas,” jelasnya.

 

 

Exit mobile version