Mongabay.co.id

Inilah Udang Jerbung, Masa Depan Bisnis Udang Nasional

 

Pilihan komoditas untuk budi daya perikanan semakin bertambah banyak mulai 2020 mendatang. Menyusul keberhasilan Balai Besar Perikanan Budi daya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jawa Tengah mengembangkan produksi benih secara massal untuk udang jerbung (Penaeus merguiensis). Keberhasilan itu sebagai modal pengembangan komoditas udang di masa mendatang.

Pengembangan benih udang jerbung secara massal dilakukan dengan mengadopsi teknologi produksi udang windu. Juga menggunakan program pemuliaan buatan atau seleksi pembiakan (breeding) yang berhasil menaikkan kelulushidupan (survival rate/SR) sampai 40 persen.

Menurut Dirjen Perikanan Budi daya Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Slamet Soebjakto, pemuliaan buatan udang jerbung karena tuntutan pembudi daya untuk memelihara udang dengan kepadatan tinggi, pertumbuhan cepat, dan mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Semua itu merupakan tantangan budi daya di masa mendatang.

baca : Dengan Keberlanjutan, Udang Tetap Jadi Andalan Indonesia

 

Indukan udang jerbung (Penaeus merguiensis) hasil pengembangan Balai Besar Perikanan Budi daya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jateng. Foto : Ditjen Perikanan Budi daya KKP/Mongabay Indonesia

 

Dengan capaian BBPBAP Jepara itu, Slamet sangat optimis bahwa industri udang nasional akan lebih baik di masa mendatang. Udang jerbung bisa menjadi komoditas alternatif bagi pembudi daya ikan karena secara ekonomi komoditas tersebut lebih menguntungkan.

“Selain itu, (juga) untuk mengoptimalkan spesies lokal,” ucapnya, dua pekan lalu di Jakarta.

Dengan keunggulan itu, Slamet berharap program pembiakan udang jerbung bisa memicu peningkatan produksi komoditas itu secara nasional. Terlebih, jika itu dilakukan melalui usaha budi daya teknologi sederhan dengan level ekstensif.

Dibandingkan dengan udang windu, Slamet menjelaskan siklus reproduksi udang jerbung lebih cepat, tingkat perkawinan yang produktif dan lebih tinggi. Reproduksi udang windu memerlukan sedikitnya satu tahun, sedangkan udang jerbung lebih singkat.

“Di atas enam bulan, udang jerbung sudah bisa menjadi induk. Sehingga, dengan keberhasilan ini akan meningkatkan ketersediaan induk dan benih udang jerbung sekaligus,” tuturnya.

baca juga : Microbubble: Teknologi Baru Ramah Lingkungan untuk Budidaya Udang

 

Indukan udang jerbung (Penaeus merguiensis) hasil pengembangan Balai Besar Perikanan Budi daya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jateng. Udang jerbung sebagai pilihan selain budi daya udang vaname dan udang windu. Foto : Ditjen Perikanan Budi daya KKP/Mongabay Indonesia

 

Asli Indonesia

Jerbung merupakan udang asli Indonesia dan bagian dari famili Penaeidae. Udang jerbung yang juga dikenal sebagai udang putih, keberadaannya bisa ditemukan di hampir semua kawasan perairan laut Indonesia dan popular di luar negeri. Sehingga udang jerbung memiliki sebutan yang berbeda di setiap negara.

Contohnya, di Australia dikenal dengan nama banana prawn/white prawn, Jepang dengan nama tenjikuebi/banana ebi, Malaysia dengan nama udang kaki merah/udang pasir, Pakistan dengan nama jaira, Filipina dengan nama hipon buti, dan Thailand dengan nama kung chaebauy.

Banyaknya sebutan udang jerbung, karena terkait fisik dan habitatnya. Misalnya, udang jerbung mendiami habitat dasar laut berkedalaman antara 10 hingga 45 meter, dengan dasar laut yang lembek karena campuran pasir dan lumpur.

Keberhasilan pengembangan benih udang jerbung menjadi kebanggaan BBPBAP Jepara. Kepala BBPBAP Jepara Sugeng Rahardo mengatakan pihaknya berhasil memproduksi hingga 20 juta benih udang jerbung, dengan 12 juta di antaranya adalah indukan buatan atau bukan berasal dari tangkapan di alam.

“Kita targetkan tahun 2020 budidaya udang jerbung benar-benar aplikatif ke masyarakat. Lalu sebagaimana fungsi balai, setelah pembenihan kami selanjutnya akan lakukan restocking stok di alam,” ungkapnya.

menarik dibaca : Sistem Biosekuriti Budi Daya Udang Indonesia Diakui Dunia. Begini Ceritanya..

 

Indukan udang jerbung (Penaeus merguiensis) hasil pengembangan Balai Besar Perikanan Budi daya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jateng. Foto : Ditjen Perikanan Budi daya KKP/Mongabay Indonesia

 

Induk Unggulan

Sugeng menyebutkan Perekayasa Madya BBPBAP Jepara Abidin Nur yang pertama kali mengembangkan program pemuliaan buatan benih udang jerbung berkualitas tinggi, dengan hasil induk unggul jerbung berstatus specific pathogen free (SPF), pertumbuhan cepat dan lebih tahan terhadap perubahan lingkungan.

“Sehingga itu bisa mengurangi ketergantungan pada induk hasil tangkapan di alam dan sekaligus mengurangi resiko penyakit,” jelas Abidin.

Ia mengatakan, seleksi pembiakan yang dilakukannya menghasilkan sejumlah induk jerbung generasi 1 (G-1). Selanjutanya menghasilkan benih calon G-2 pada 2019. Setelah itu, sedang diproduksi calon induk G-3 melalui pemeliharaan bak tertutup dengan biosekuriti lebih ketat.

“Setiap generasi udang jerbung yang dihasilkan dapat memiliki performa pertumbuhan benih yang semakin baik, sehingga masyarakat pembudi daya dapat melakukan diversifikasi usaha budidaya udang selain windu dan vaname,” jelasnya.

Untuk 2020, Abidin menerangkan KKP memprogramkan seleksi tahap lanjut untuk menghasilkan induk berdaya tahan tinggi. Dengan demikian, perpaduan sumber induk dari galur tumbuh dan daya tahan menjadi kunci penting dalam menghasilkan benih sebar yang bermutu.

perlu dibaca : Benteng Pertahanan Negara dari Serangan Penyakit Udang

 

Hasil pengembangan udang jerbung (Penaeus merguiensis) oleh Balai Besar Perikanan Budi daya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Jateng. Udang jerbung diharapkan bisa dibudidayakan masyarakat pada 2020. Foto : Ditjen Perikanan Budi daya KKP/Mongabay Indonesia

 

BBPBAP Jepara telah memproduksi benih udang jerbung selama beberapa tahun terakhir karena Pemerintah Indonesia ingin mengurangi ketergantungan pada udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang merupakan primadona komoditas ekspor sejak lama.

Meski menjadi primadona ekspor, benih udang vaname harus diimpor dari luar negeri. Itu diakui sendiri oleh Slamet Soebjakto saat berbincang dengan Mongabay, medio 2017 lalu di Jepara.

Untuk memutus ketergantungan tersebut, Pemerintah memutuskan mengembangkan udang putih yang bibitnya bisa ditemukan di perairan Indonesia. Udang itu yaitu udang jerbung yang ditemukan di perairan Laut Arafura, Maluku, yang diketahui lebih tahan dari serangan penyakit.

Meski lebih unggul dari Vaname, kehadiran Jerbung dipastikan tidak akan menggantikan vaname yang lebih dulu populer dalam bisnis perudangan. Sebaliknya, kedua jenis udang tersebut akan saling menguatkan dengan maksud untuk bisa saling melengkapi saat produksi di antara keduanya sedang mengalami penurunan.

“Dengan kata lain, jika Vaname turun, maka Marguiensis (Jerbung) akan hadir sebagai pemasok utama,” tutur Slamet.

Di lain sisi, walau ada keunggulan yang tidak dimiliki Vaname, Slamet mengatakan, Jerbung cenderung memiliki karakter lebih aktif dibandingkan dengan Vaname. Itu artinya, udang tersebut harus dibesarkan di kolam yang dipastikan tidak memiliki kebocoran sekecil apapun.

Seperti diketahui, bisnis perudangan nasional masih didominasi jenis udang vaname dan udang windu. Data mencatat selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir (2011 – 2015) produksi udang nasional mengalami kenaikan rata-rata sebesar 13,48 persen.

 

Exit mobile version