Mongabay.co.id

E-logbook, Cara Perbaikan Data Perikanan Tangkap Indonesia

 

Pembangunan sektor perikanan tangkap menjadi salah satu fokus yang sedang dijalankan oleh Pemerintah. Upaya yang sedang dilakukan itu, di antaranya dengan melakukan perbaikan data perikanan tangkap yang selama ini masih sangat terbatas. Perbaikan data menjadi fokus, karena Pemerintah ingin mengedukasi para nelayan dan pemilik kapal tentang aktivitas mereka menangkap ikan di atas laut.

Pembahasan tentang perbaikan data pada perikanan tangap tersebut menjadi konsentrasi Pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Termasuk, bahasan yang dilaksanakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada pertengahan Agustus 2019 lalu di Bogor, Jawa Barat.

Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP M Zulficar Mochtar menjelaskan, pembahasan tentang upaya perbaikan data perikanan tangkap akan terus dilakukan, karena saat ini KKP sedang membahas revisi untuk Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.48/2014 tentang Logbook Penangkapan Ikan.

“Data ini merupakan hal yang sangat fundamental,” ucapnya, dua pekan lalu di Jakarta.

baca : Nelayan Kecil, Kunci Perbaikan Data Produksi Perikanan Tangkap Nasional

 

Potensi ikan yang melimpah di Indonesia, sudahkah dimanfaatkan secara benar? Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Untuk mempercepat proses pembahasan, KKP menggandeng banyak pihak, salah satunya adalah USAID Sustainable Ecosystem Advanced (USAID SEA). Kerja sama tersebut, diharapkan akan mempercepat proses pembahasan langkah untuk memperbaiki data pada perikanan tangkap.

Bagi Zulficar, salah satu upaya untuk melaksanakan perbaikan itu, adalah dengan menerapkan sistem pencatatan data perikanan tangkap yang baru melalui aplikasi pada telepon pintar atau e-logbook. Sistem terbaru itu, juga diyakini akan menjadi solusi bagi Indonesia dalam melaksanakan pengelolaan perikanan berkelanjutan.

Data perikanan tangkap ini penting harus disadari semua pihak terkait perikanan tangkap, kata Zulfikar, karena menjadi bahan perumusan kebijakan pengelolaan perikanan oleh Negara.

“(Untuk) meningkatkan nilai kepatuhan Indonesia dalam perikanan regional,” jelasnya menyebutkan nama organisasi pengelolaan perikanan regional atau regional fisheries management organizations (RFMO) yang memiliki pengaruh kuat di sektor perikanan tangkap.

baca juga : Tata Kelola Kapal Perikanan Masih Amburadul?

 

Tuntutan Pasar

Untuk itu, Zulficar mengakui bahwa upaya perbaikan yang sekarang sedang dilakukan menjadi momentum emas bagi Indonesia untuk melaksanakan pembenahan data perikanan tangkap. Terlebih dorongan pasar internasional juga semakin menguat untuk ketertelusuran data (traceability) dan sertifikasi hasil tangkapan ikan (catch certificate).

Di samping tuntutan dari pasar internasional, ruang untuk melakukan perbaikan data pada perikanan tangkap juga semakin terbuka lebar, karena saat ini dukungan teknologi informasi (TI) sudah semakin maju pesat. Kehadiran TI memberikan andil dalam membuka ruang perbaikan data agar bisa disandingkan dan disinergikan.

Penggunaan aplikasi pengumpulan data hasil tangkapan, menurut Zulficar, menjadi cara efektif dibandingkan dengan pencatatan logbook di atas lembaran kertas yang selama ini selalu menyisakan banyak masalah.

Masalah itu antara lain adalah keluhan nelayan yang mengaku kesulitan untuk menulis di atas kapal penangkapan ikan, banyaknya kertas logbook yang tidak dimasukkan ke dalam sistem sehingga terjadi bias, lokasi penangkapan yang kurang akurat, termasuk memberikan kontribusi bagi kerusakan lingkungan akibat penggunaan kertas.

baca juga : Traceability Fisheries : Makan di Jimbaran, Ikannya Mungkin dari Perairan NTT

 

Aktivitas di tempat pelelangan ikan Beba Galesong Utara, Takalar, Sulawesi Selatan. Diperkirakan 20 ribuan nelayan yang berprofesi sebagai nelayan di sepanjang pesisir Takalar dan menjual ikannya di TPI ini. Foto Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Sementara, penggunaan e-logbook sendiri, pertama kali diluncurkan dan disosialiasikan pada Oktober 2018 lalu di sela gelaran Our Ocean Conference (OOC) 2018 di Bali. Penggunaan aplikasi tersebut, menjadi penanda bahwa Indonesia terus memegang komitmennya untuk ikut membangun sektor perikanan tangkap secara internasional.

“Tentu saja ini merupakan kemajuan dan capaian yang pesat. Namun capaian ini harus tetap diakselerasi. Apalagi, tahun 2020 target kapal yang menggunakan e-logbook sebanyak 20 ribu unit,” jelas Zulfikar.

Akan tetapi, sebelum 2020 tiba, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) KKP menargetkan penggunaan e-logbook bisa diterapkan oleh sedikitnya 10 ribu unit kapal ikan. Dari jumlah tersebut, sampai sekarang baru ada 6.000 unit kapal ikan yang tersebar di 53 pelabuhan perikanan pusat dan daerah yang diketahui sudah mengaktifkan e-logbook pada kapalnya masing-masing.

Menurut Zulficar, persoalan data pada perikanan tangkap harus terus dikawal secara bersama, karena posisinya yang strategis bagi banyak pihak. Untuk itu, semua stakeholder harus bekerja sama saling mengisi celah yang ada, seperti bagaimana membantu nelayan untuk meningkatkan kemampuan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku.

“Nilai kepatuhan Indonesia di salah satu organisasi perikanan regional yakni IOTC (Indian Ocean Tuna Commission) meningkat signifikan yaitu 77. Nilai ini sama dengan nilai yang diperoleh Uni Eropa. Tentu ini tidak lepas dari upaya perbaikan data yang dilakukan, termasuk terobosan penerapan e-logbook ini,” pungkasnya.

menarik dibaca : Ini Contoh Sukses Perikanan Berkelanjutan dari Nelayan Skala Kecil

 

Keramaian yang terlihat di tempat pelelangan ikan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Peran Strategis

Selain menggandeng USAID SEA, KKP juga menggandeng Badan Pangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dalam melaksanakan perbaikan data untuk perikanan tangkap. Menurut National Project Officer Program Enabling Transboundary Cooperation for Sustainable Management of the lndonesian Seas (ISLME) FAO Muh Lukman, Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki peran dan posisi strategis dalam perikanan dunia.

“Peran besar tersebut, harus didukung dengan ketersediaan data perikanan yang sama baiknya. Indonesia perlu mendapat dukungan dalam perbaikan data perikanan,” ungkapnya dalam keterangan resmi yang diterima Mongabay Indonesia.

Oleh itu, melalui kegiatan Implementation of Capture Fisheries Logbook for Coastal and Small Scale Fisheries, FAO berharap bisa berkontribusi pada peningkatan kualitas data perikanan tangkap di seluruh Indonesia. Dengan demikian, rencana pengelolaan perikakan pada akhirnya bisa disusun berdasarkan data, informasi, dan analisis yang akurat.

“Data yang akurat akan menjadi pijakan dalam pengelolaan perikanan skala kecil di Indonesia yang sejauh ini telah mengalami banyak perbaikan,” ungkapnya.

Sedangkan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Syahril Abdul Raup menyatakan, perbaikan sistem logbook sudah dilakukan sejak 2018 dan sekaligus menjadi tahapan awal penerapan sistem e-logbook. Pembaruan tersebut harus dilakukan, karena Pemerintah ingin jangkauan penerapan logbook bisa lebih jauh lagi sampai kapal ikan berukuran di bawah 30 gros ton (GT).

“Selama ini kita fokus ke kapal perikanan dengan izin pusat. Tapi dengan sistem e-logbook, kami berharap akan dapat menjangkau nelayan kecil yang selama ini datanya nyaris tidak tercatat. DJPT pada tahun ini menargetkan 10.000 kapal akan menerapkan sistem logbook,” ujarnya.

 

Aktivitas pengolahan ikan di Pelabuhan Perikanan Sadeng, Gunung Kidul, Yogyakarta pada awal Desember 2015. Foto : Jay Fajar/Mongabay Indonesia

 

Di sisi lain, bagi Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, apa yang dilakukan Pemerintah Indonesia dalam memperbaiki kualitas data produksi perikanan tangkap, menjadi bagian dari upaya memperbaiki kondisi dunia perikanan secara keseluruhan. Hal itu, karena DFW Indonesia menduga selama ini sektor tersebut masih diwarnai dengan pelaporan hasil tangkapan ikan dengan nilai di bawah sesungguhnya.

“Kami menduga, kegiatan perikanan di Indonesia juga diwarnai dengan under-reported, di mana pelaku usaha melaporkan hasil tangkapan di bawah nilai yang sesungguhnya ditangkap,” jelas peneliti DFW Indonesia Muh Nazaruddin.

Akan tetapi, walau e-logbook akan memudahkan nelayan kecil dan nakhoda kapal untuk mencatatkan hasil tangkapan, namun itu juga sebenarnya menjadi tantangan yang sulit. Mengingat, Pemerintah Indonesia ditantang untuk bisa menyebarkan kemudahan tersebut kepada semua nelayan dan pelaku usaha dan menerapkan regulasi yang ada tanpa merasa dipaksa.

Di mata Nazaruddin, walau terlihat mudah, namun perlu ada strategis komunikasi dan sosialisasi atas regulasi sistem logbook serta penjelasan kepada pelaku usaha tentang manfaat manajemen yang akan didapatkan jika mereka melaporkan data yang akurat melalui sistem logbook manual ataupun e-logbook.

 

Exit mobile version