Mongabay.co.id

Masih Membekas, Gempa Bengkulu 12 Tahun Lalu [Bagian 1]

 

 

Rabu, 12 September 2007, pukul 18.10 WIB, gempa tektonik mengguncang pantai barat Sumatera. Sejumlah bangunan di kabupaten/kota Bengkulu rusak.

Finky Septiyani [20], warga Kelurahan Teluk Sepang, Kecamatan Kampung Melayu, Kota Bengkulu, merasakan kejadian yang tidak akan pernah dilupakan sepanjang hidupnya.

Saat itu, umurnya 8 tahun. Jelang azan Magrib, Finky masih bermain di rumah tetangga. Tiba-tiba, dia merasakan bumi bergerak pelan, namun semakin lama semakin kuat.

“Warga kampung berhamburan ke luar rumah, teriak gempa-gempa. Ibu langsung menghampiri saya dan mengajak pergi,” kenang mahasiswi Bengkulu itu.

Finky tidak lupa, akibat gempa banyak rumah retak. “Kami berlari ke tanah lapang di Teluk Sepang. Malam harinya dievakuasi BPBD ke daerah Air Sebakul,” kata dia.

Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah [BPBD] Bengkulu menunjukkan, Kampung Melayu masuk zona merah rawan bencana. Daerah ini dekat Pantai Teluk Sepang. Sedangkan Air Sebakul berada di Kabupaten Bengkulu Tengah, jarak tempuh dari Kampung Melayu sekitar 30 menit menggunakan kendaraan bermotor.

“Kami diangkut menggunakan truk,” tuturnya.

Finky mengatakan, warga kampungnya siaga karena pernah mengalami gempa besar pada 4 Juni 2000. “Ibu dan bapak saya yang mengalami langsung kejadian itu, jadi mereka waspada kalau ada goncangan,” lanjutnya.

Baca: Bengkulu Harus Siap, Hadapi Potensi Bencana

 

Bengkulu harus siap menghadapi potensi bencana alam yang bisa terjadi di darat maupun laut. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Bumi yang berguncang petang di 2007 itu disusul gelombang pasang setinggi satu meter di Pulau Pagai, Kepulauan Mentawai, merendam 300 rumah penduduk. Lokasi gempa berada di barat laut Lais Bengkulu, sejauh 105 kilometer, kedalaman 10 kilometer di bawah tanah. Gempa berkuatan magnitudo 8,4, diikuti gempa susulan pada patahan yang sama, dengan magnitudo 7,1.

Panik belum usai. Sehari kemudian, Kamis [13 September 2007], gempa berkekuatan magnitudo 7,8 terjadi lagi. Sumbernya di Kepulauan Mentawai, sejauh 188 kilometer dari Kota Padang dengan kedalaman 10 kilometer.

Dengan rentetan gempa di pantai barat Sumatera, Badan Meteorologi dan Geofisika mengumumkan dua kali peringatan tsunami pada dua hari berdempetan itu.

Gempa berdampak ke beberapa kabupaten di Bengkulu, mulai Bengkulu Utara, Mukomuko, Bengkulu Tengah, Kota Bengkulu, hingga Seluma.

Jumlah korban berdasarkan data Bappenas di Sumatera Barat dan Bengkulu adalah 25 orang meninggal, 41 orang luka berat dan 51 orang luka ringan. Sementara, ribuan orang kehilangan tempat tinggal.

Baca: Memaknai Bencana Alam dengan Perspektif Baru

 

Benteng Ford Marlborough, Bengkulu, tempat dataran tinggi di sekitar pantai Bengkulu, yang bisa dijadikan titik kumpul. Foto: Ahmad Supardi Mongabay Indonesia

 

Pecahnya segmen Enggano

Pakar Geodesi Gempa Bumi Institut Teknologi Bandung [ITB], Irwan Meilano menjelaskan, gempa Bengkulu 2007 terjadi akibat pecahnya segmen Enggano, yang menjalar dari utara Enggano sampai ujung Siberut.

Segmen ini pernah pecah pada 1833 dengan magnitudo 9. Dengan demikian, hancur menjadi segmen kecil.

Dari segmen kecil itu, salah satunya berakibat gempa 12 September 2007, sehingga membuat pecahnya segmen Bengkulu. Sedangkan gempa esoknya, merusak segmen Mentawai.

Irwan dan tim peneliti lain juga menghitung pergerakan pada ke dua sisi bidang sesar [slip], berdasarkan susunan data teleseismik. Hasilnya menunjukkan, dimensi gempa Mentawai yaitu 240 x 120 kilometer [panjang x lebar] dengan besar kedua bidang sesar rata-rata bidang gempa 6.5 meter.

Dia juga menjelaskan ihwal gempa 13 September 2007. Secara pola adalah gempa susulan di bidang utama, namun ketika itu, berada di luar wilayah gempa bengkulu. “Bisa disebut gempa utama juga. Jadi, dua hari itu, dua kali gempa utama dari segmen berlainan,” terang dosen ITB tersebut.

Irwan juga khawatir, sisa segmen yang belum pecah berpotensi gempa ke depan. Jika diambil patokan gempa dengan nilai magnitudo 9, tahun 1833, diketahui panjang bidang gempa Bengkulu adalah 240 kilometer dan gempa mentawai 120 kilometer. Dengan begitu, masih ada bagian segmen gempa yang belum pecah, panjangnya sekitar 200-280 kilometer.

“Kekuatannya bisa mencapai magnitudo 8.0-8.6,” tegas Irwan. Dia juga menekankan, kejadian pecahnya segmen bisa kapan saja.

 

Tower pemantau tsunami di Lapangan Merdeka, Malabero, Kecamatan Teluk Segara, Bengkulu. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Pelajaran dari gempa sebelumnya

Peneliti [PMG] Ahli Muda Stasiun BMKG Bengkulu-Kapahiang, Sabar Ardiansyah mengatakan, kerusakan gempa Bengkulu-Mentawai 2007 tak separah tahun 2000. Sebab, gempa tahun 2000 menghancurkan puluhan ribu bangunan dan menewaskan 94 warga.

Tim BPBD dan BMKG Bengkulu juga menyaksikan masyarakat cukup memahami fenomena yang terjadi. “Warga tampak siaga ketika peristiwa 2007 terjadi, berdasarkan pengalaman gempa sebelumnya,” katanya.

Sabar menuturkan, peringatan dan informasi BMKG terhadap potensi tsunami termasuk cepat, diumumkan lima menit setelah kejadian. “Informasi seperti ini harus disebarkan ke warga yang berada di wilayah gempa, tujuannya supaya evakuasi cepat.”

Sabar mengingatkan, yang harus diwaspadai adalah potensi gempa besar yang masih tersimpan di pantai barat Sumatera. Terutama di perairan Simeulue [Aceh], Mentawai dan Siberut [Sumatera Barat], Enggano [Bengkulu] hingga barat Lampung.

 

• Pemerintah Bengkulu harus tanggap bencana dengan membuat tata ruang dan panduan struktur bangunan jelas di daerah rawan gempa. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Dia juga meminta, peristiwa gempa Bengkulu-Mentawai 2007, dijadikan pelajaran bersama untuk menghadapi bencana. “Kesadaran kita berada di wilayah rawan bencana itu penting sekali, untuk mitigasi,” katanya.

Pemerintah Bengkulu harus tanggap bencana dengan membuat tata ruang dan panduan struktur bangunan jelas di daerah rawan gempa. Sekaligus memastikan, berfungsinya jaringan instrumen pemantau, seperti GPS dan seismometer. Begitu juga kegiatan survei dan pemetaan terhadap patahan aktif dan zona retakan, harus dilakukan.

“Setelah itu, paling penting adalah sosialisasi,” pungkasnya.

 

 

Exit mobile version