Mongabay.co.id

Truk Menabrak Pohon, Eh Ternyata Angkut 18 Penyu Hijau

 

Sebanyak 18 ekor penyu hijau diselundupkan, dan ketahuan ketika truk pengangkutnya kecelakaan menabrak pohon di Kuta, Badung, Bali, Senin (30/9/2019).

Berawal ketika Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar mendapat laporan bahwa terjadi kecelakaan tunggal yang melibatkan truk yang membawa biota laut dilindungi jenis penyu hijau di Jl. Sunset Road Kuta. Menurut keterangan Panit Reskrim Polsek Kuta, Erik Siagian seperti disampikan BPSPL Denpasar, kasus ini dalam tahap penyidikan untuk membongkar sindikat perdagangan penyu.

Terbukanya penyelundupan ini berawal pada Senin dini hari pukul 05.30 WITA saat Polsek Kuta menerima laporan kecelakaan lalu lintas tunggal yang melibatkan truk. Kendaraan ini diketahui membawa penyu hijau. Kendaraan truk engkel dengan nomor polisi DK 9363 KL ini terlihat tua dan hancur di bagian pengemudi. Bak ditutupi terpal untuk menutup muatannya.

baca : Penyu Dewasa Dipotong, Lebih dari 600 Kilo Daging Diselundupkan ke Bali

 

Sebuah truk bernomor polisi DK 9363 KL menabrak pohon di Kuta, Badung, Bali, Senin (30/9/2019). Truk itu ternyata ketahuan mengangkut 18 penyu hijau yang dilindungi. Foto : istimewa/Mongabay Indonesia

 

Pukul 07.44 WITA barang bukti dibawa ke Polsek Kuta untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Dilakukan pengukuran dan penyelesaian berkas administrasi berupa Berita Acara Serah Terima penyu yang akan diserahkan ke BKSDA Bali.

Setelah diukur, belasan penyu ini ukurannya bervariasi, lebarnya 42-94 cm, dan panjangnya 48-103 cm. Dari berita acara penyerahan barang bukti Polsek Kuta dari penyidik ke pihak Badan Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Bali, dirinci ukuran semua penyu yang ditemukan dalam truk. Supir truk disebut melarikan diri, karena sudah tak ada di lokasi kejadian, Jl Sunset Road, Kuta.

Kemudian pada pukul 11.30, penyu sebanyak 18 ekor dibawa BKSDA untuk dititipkan ke TCEC, pusat pendidikan dan konservasi penyu di Serangan, Denpasar. Di TCEC, penyu dipisah ke dalam 3 kolam yang masing-masing berisi 12 ekor penyu besar di kolam besar, 4 ekor penyu sedang dan 2 ekor penyu kecil di kolam lainnya yang lebih kecil.

BPSPL Denpasar memberikan rekomendasi dan penjelasan kepada pihak terkait agar segera dilakukan cek kesehatan seperti cek DNA, tagging, pengukuran karapas, dan pengobatan luka. Setelah itu penyu akan disortir, jika penyu dianggap sehat akan segera dilepasliarkan.

Jika penyu masih membutuhkan penanganan lebih lanjut akan dititipkan terlebih dahulu ke TCEC, pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh BPSPL Denpasar, TCEC, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, dan pihak terkait lainnya.

baca juga : Sebanyak 27 Penyu Hijau Ditemukan Sebelum Diperdagangkan. Bagaimana Nasibnya?

 

Satu dari 18 ekor penyu hijau selundupan yang berhasil diamankan dan dirawat sementara di TCEC, Serangan, Bali. Foto : BPSPL Denpasar/Mongabay Indonesia

 

Permana Yudiarso dari BPSPL Denpasar mengatakan peristiwa ini menandakan perdagangan penyu dengan dugaan untuk konsumsi masih terus berlangsung. Hasil pengukuran morfometri 18 penyu ini bervariasi. Ada 2 ekor penyu hijau dengan panjang lengkung karapas 103 cm, ukuran terbesar. Jumlah penyu yang berukuran panjang lengkung karapas < 65 cm sebanyak 7 ekor, dan > 65 cm berjumlah 11 ekor.

Secara teknis, panjang lengkung karapas penyu hijau > 65 cm merupakan penyu yang sudah dewasa dan siap kawin. “Kemungkinan besar, penyu ditangkap di daerah feeding ground, daerah tempat mencari makan di perairan yang banyak terdapat lamun,” sebut Permana.

Dari observasi singkat dalam kolam ditemukan banyaknya kotoran penyu, ini menjadi indikasi bahwa sistem pencernaannya masih bekerja baik dan penyu masih mendapatkan makanannya dalam siklus 24 jam terakhir.

BPSPL Denpasar, lembaga bagian dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Ditjen Pengelolaan Ruang Laut ini bersama dengan TCEC dan pihak lain akan memastikan kesehatan penyu sebelum pelepasliaran kembali ke laut.

Made Kanta, pengelola TCEC Serangan dihubungi Selasa (1/10/2019) menyebut pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh belum dilaksanakan. Penyu sedang tes DNA dan tagging terlebih dahulu. Dari pemeriksaan awal, sedikitnya dua ekor mengalami luka di bagian karapas. “Sejauh ini kondisinya normal, mau berenang, tidak mengambang. Makannya normal, rumput laut,” katanya.

Dari 18 ekor yang dititipkan, hanya 1 ekor jantan, sisanya betina. “Kemungkinan populasi jantan sedikit. Ada kemungkinan juga pas nangkap, tidak menyeleksi, asal tangkap, ukurannya juga beda-beda,” lanjut Kanta.

perlu dibaca : Penyelundupan Penyu Hijau ke Bali Kembali Marak

 

Satu dari 18 ekor penyu hijau selundupan yang berhasil diamankan dan dirawat sementara di TCEC, Serangan, Bali. Foto : BPSPL Denpasar/Mongabay Indonesia

 

Petugas dari BPSPL Denpasar melihat kondisi 18 ekor penyu hijau selundupan yang berhasil diamankan dan dirawat sementara di TCEC, Serangan, Bali. Foto : BPSPL Denpasar/Mongabay Indonesia

 

Dari Seluruh Dunia

Hasil penelitian oleh drh. Maulid Dio Suhendro tentang investigasi genetika penyu hijau (Chelonia mydas) memperlihatkan 136 sampel yang diselundupkan ke Bali pada kurun 2015-2016 berasal dari setidaknya 30 titik sarang peneluran penyu dunia.

Hasilnya, lebih banyak identik dengan pusat peneluran Sangalaki. Sampel tak dibandingkan dengan genetik Bali karena dinilai jumlahnya sangat sedikit. Selama 16 tahun di Bali hanya satu ekor penyu hijau, sementara yang diperdagangkan dari pusat peneluran pulau-pulau lain.

Keberhasilan pengelolaan penyu laut dipaparkan Dio tergantung dari pemahaman terhadap aspek evolusioner serta demografinya. Struktur genetika populasi penyu di suatu area peneluran secara demografi adalah unik, dan dikenal dengan istilah ‘stok’ atau ‘unit pengelolaan’.

Walaupun penanda metal atau telemetry menyediakan banyak informasi yang sangat berguna dalam konteks demografi, site fidelity dan migrasi penyu secara individual. Laporan riset ini menyebut data yang tersedia cenderung bias ke penyu betina dan hanya terbatas pada lokasi tertentu saja (pantai peneluran).

Penelusuran asal usul penyu ini untuk meneliti bagaimana perdagangan illegal ke Bali akan berdampak pada populasi penyu yang bertelur di Indonesia dan negara lain seperti Australia, Malaysia, negara Pasifik Barat, dan lainnya.

baca : Senangnya Ratusan Turis Lepaskan Tukik dan Penyu Hijau Sitaan di Pantai Kuta

 

Seorang relawan dari kelompok konservasi Kurma Asih sedang menyiram penyu dengan air untuk mengurangi dehidrasi saat berada di kantor polisi Jembrana, Bali. Sebanyak 27 ekor penyu disita oleh petugas dari seorang warga bernama di sebuah rumah warga, Muhamad (57) di Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali barat, pada Senin (04/06/2018) malam. Foto: Kurma Asih/Mongabay Indonesia

 

Penyu dikenal sebagai satwa laut bermanfaat dan unik, misal menemukan kembali tempatnya menghirup udara pertama di alam. Nah ini terjadi ketika para penyu dewasa ini hendak bertelur. Rata-rata mendarat di pesisir tempat ia ditetaskan walau dibesarkan di lautan bebas.

Itulah sebabnya, para bayi penyu atau tukik yang baru menetas di penangkaran, harus segera dilepaskan ke laut, karena memberikan haknya atas memori tentang lingkungan alaminya memulai kehidupan. Di mana ia akan kembali saat dewasa dan menelurkan generasi penyu baru.

Jadi, bagaimana mengidentifikasi asal usul penyu laut? Penyu yang diselundupkan ke Bali tak hanya mengancam populasi penyu di Bali saja.

Enam dari tujuh jenis penyu laut ada di perairan Indonesia. Mereka adalah penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), dan penyu pipih (Natator depresus).

Berdasarkan Undang – Undang No.5/1990 dan Peraturan Pemerintah No.7/1999, semua jenis penyu ini berstatus dilindungi karena terancam punah. Perubahan iklim, degradasi habitat, predator, kematian akibat interaksi dengan aktivitas perikanan (by-catch), serta pemanfaatan secara berlebihan telur, daging, karapas, maupun plastronnya adalah penyebab penurunan populasi satwa ini (Adnyana dan Hitipeuw, 2012).

Perburuan penyu dan telurnya terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia (Adnyana, 1998), dan Pulau Bali adalah salah satu pusat perdagangan illegal satwa ini, dengan target utama penyu hijau. Di masa lalu, sampai tahun 2000, tingkat perdagangan penyu hijau di Pulau Bali dilaporkan mencapai angka 30.000 ekor per tahun (Adnyana 2002).

Kolaborasi kampanye multi-pihak yang dilakukan berbagai institusi belum berhasil menghentikan aktivitas illegal ini, walaupun intensitasnya secara substansial bisa diturunkan.

Siklus penyu secara ekologi diketahui dengan tagging yang terhubung satelit telemetri, sehingga diketahui pola penyebarannya lintas pulau dan negara.

 

Exit mobile version