Mongabay.co.id

Laut Berkelanjutan Butuh Perhatian Generasi Muda

 

Visi Laut Masa Depan Bangsa sudah didengungkan oleh Pemerintah Indonesia sejak Presiden RI Joko Widodo mendeklarasikan wilayah laut sebagai bagian utama dari pembangunan nasional pada 2014 silam. Untuk mewujudkan visi tersebut, perlu usaha yang sangat besar dengan melibatkan banyak aspek dan pihak yang ada di Nusantara.

Di antara pihak yang harus dilibatkan, adalah generasi muda bangsa Indonesia. Para penerus bangsa itu, diyakini bisa menjadi pihak yang sangat dominan di masa depan dalam mengelola wilayah laut Nusantara dengan benar dan tepat.

Hal itu diungkapkan oleh Direktur Kelautan dan Perikanan Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Sri Yanti Wibisana saat mengisi acara Youth Forum for Sustainable Develompent Goal #14 di Bogor, Jawa Barat, pekan lalu.

Ketika berbicara di hadapan para peserta yang berasal dari badan eksekutif mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) se-Indonesia, Sri Wibisana mengatakan, menjaga laut untuk tetap berkelanjutan sudah menjadi tanggung jawab semua warga dunia, termasuk di Indonesia. Tanggung jawab tersebut ada dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goals (SDGs) poin 14.

“Indonesia sudah mengadopsi TPB 14 melalui Peraturan Presiden No.59/2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan,” ucapnya.

baca : Perikanan Jadi Penggerak Utama Ekonomi Nasional

 

Seorang nelayan hendak pulang ke Pulau Maringkik, setelah semalam penuh mencari ikan di perairan Teluk Jukung. Foto: Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Sri memaparkan bahwa ada empat tujuan dalam TPB, yaitu peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, kualitas lingkungan hidup, dan pembangunan yang menjamin keadilan dan terlaksananya tata kelola. Dari empat tujuan tersebut, poin 14 menjadi bagian yang sangat penting bagi Indonesia, yaitu tentang laut dan keberlanjutan.

Poin ke-14 tersebut, menurut dia, berisi tentang kawasan konservasi perairan dan tangkapan ikan berada dalam biologis yang aman. TPB tersebut berkaitan erat dengan kehidupan dan pembangunan ekonomi dunia, termasuk di Indonesia.

Agar bisa mewujudkan TPB poin 14, Sri berkeyakinan bahwa pelibatan generasi muda akan sangat baik untuk masa depan laut Indonesia. Terlebih, di dunia saat ini diperkirakan ada 1,8 miliar jiwa yang berusia 10-24 tahun dan 90 persen tinggal di negara berkembang. Khusus di Indonesia, diperkirakan ada 24 persen penduduk berusia 20-35 tahun dari total penduduk Indonesia sekarang.

 

Hambatan Keberlanjutan

Untuk itu, semua generasi muda yang ada sekarang di Indonesia, diajak untuk ikut serta dalam program Bappenas bertajuk Platform Multistakeholder. Program tersebut berfokus untuk membangun komitmen di level nasional, memformulasikan dan mengawal aksi/program strategis untuk mengatasi akar masalah yang menghambat keberlanjutan sektor perikanan.

“Serta membangun partnership dan koordinasi bagi inisiatif, investasi dan sumberdaya untuk mendorong perikanan yang berkelanjutan,” sebutnya.

Pelibatan generasi muda dalam program tersebut, menjadi penting, karena memang menjaga laut dan segala proses pembangunan yang ada di sana akan selalu melibatkan warga negara berusia muda. Itu sudah disadari penuh oleh Negara dan karenanya sektor kelautan dan perikanan memerlukan perhatian generasi muda dalam melaksanakan pembangunan.

baca juga : Indonesia Tekankan Tiga Isu Kelautan pada Sidang Umum PBB

 

Kearifan lokal menjaga laut dijalankan penuh nelayan Aceh dengan tidak menggunakan bom atau pukat harimau. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Perlunya mendapat perhatian dari lintas generasi, juga disadari oleh Aruna, salah satu start up yang fokus pada teknologi perikanan di Indonesia. Menurut General Director Aruna Utari Octivanty, wilayah laut Indonesia menyimpan potensi maha besar untuk dimanfaatkan dan dikembangkan.

Hanya sayang, potensi besar tersebut harus diikuti dengan permasalahan yang juga tak kalah besarnya. Misalnya saja, dengan penghasilan per nelayan sekitar Rp1,2 juta per bulan, itu secara langsung sudah berkontribusi hingga 25 persen untuk angka kemiskinan secara nasional.

“Juga, di tengah potensi besar itu, jumlah nelayan dalam sepuluh tahun terakhir terus menurun hingga 50 persen,” jelasnya.

Padahal, seperti disebut di atas, Utari mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang menyimpan potensi sumber daya laut yang sangat besar hingga mencapai nilai ekonomi USD1 triliun. Dengan potensi tersebut, tak heran kalau produksi ikan di Indonesia menjadi yang terbesar kedua di dunia setelah Tiongkok.

Persoalan utama yang sampai sekarang selalu ada, kata dia, adalah belum efisiennya rantai pasok yang ada di seluruh Nusantara, diikuti dengan koleksi data perikanan yang sangat kurang, dan kemudian diperparah dengan kualitas pengawasan yang masih buruk. Situasi seperti itu, masih bisa dijumpai di seluruh wilayah di Indonesia.

“Kemudian, harga juga lebih mahal 70 persen hingga 1000 persen dari harga dasar di nelayan,” tuturnya.

Sedangkan Dekan FPIK Institut Pertanian Bogor Luky Adrianto pada kesempatan yang sama menjelaskan, sebagai bagian dari kehidupan berbangsa dan bernegara, generasi muda harus bisa ikut terlibat lebih banyak dalam upaya mewujudkan laut berkelanjutan.

Untuk konteks kemahasiswaan, Luky menyebutkan bahwa persoalan yang ada pada sektor kelautan dan perikanan mencakup banyak hal. Tak hanya tentang sumber daya perikanan saja, namun juga ada unsur diplomasi internasional dan hukum.

“Jelas itu adalah domain dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Hukum, dan Fakultas Ekonomi,” paparnya.

perlu dibaca : Nelayan, Profesi Mulia yang Masih Terabaikan

 

Dekan FPIK Institut Pertanian Bogor Luky Adrianto saat mengisi acara acara Youth Forum for Sustainable Develompent Goal #14 di Bogor, Jawa Barat, pekan lalu. Foto : UNDP/Mongabay Indonesia

 

Pendekatan Adaptif

Di sisi lain, Luky menilai, dalam melaksanakan program untuk mewujudkan target TPB 14 yang di dalamnya terdapat tujuan utama perikanan berkelanjutan, diperlukan pendekatan yang adaptif supaya sektor kelautan dan perikanan bisa tetap menjadi lokomotif bagi negara kelautan di dunia.

Sementara, dalam konteks ekonomi, untuk mencapai target TPB 14, maka diperlukan pendekatan inclusive benefit-cost analysis atau bagaimana agar manfaat yang ada untuk ekosistem dan masyarakat bisa berjalan seimbang dengan biaya yang ada pada sektor kelautan dan perikanan.

Dengan segala persoalan yang ada tersebut, Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) menyatakan bahwa dukungan dari semua pihak sangat diperlukan. Termasuk, generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa Indonesia. Itu dikatakan oleh Coordinator Project Global Marine Commodities (GMC) UNDP Indonesia Jensi Sartin.

Menurut dia, program GMC yang dilaksanakan selama tiga tahun hingga 2021 itu berkontribusi untuk membantu transformasi pasar makanan laut dari sisi kebijakan dan perencanaan dengan mengarusutamakan keberlanjutan dalam rantai pasokan komoditas perikanan dari Indonesia. Program tersebut dilaksanakan oleh BAPPENAS dengan dukungan teknis dari UNDP dan pembiayaan dari Global Environment Facility (GEF).

Salah satu fokus proyek ini, kata dia, adalah menginisiasi pembentukan platform multistakholder untuk perikanan berkelanjutan dan telah diluncurkan pada 25 Juli 2019. Platform ini dibangun di atas mekanisme koordinasi pencapaian TPB 2030 yang ditetapkan melalui Perpres 59/ 2017, khususnya tujuan ke 14 terkait ekosistem lautan.

“Dengan salah satu fokus untuk mewujudkan komoditas perikanan nasional yang berkelanjutan dan berdaya saing,” jelasnya.

Oleh itu, Jensi berharap, platform ini mampu mengakomodasi semua pihak, meliputi pemerintah daerah hingga pusat, akademisi, industri, komunitas, dan pemuda. Dengan tujuan, bagaimana menyatukan visi dan mengkoordinasikan para pihak dalam menyelesaikan akar masalah yang menghambat keberlanjutan perikanan.

Menurut dia, sudah banyak inisiatif dan gerakan yang dimotori generasi muda bangsa dalam melaksanakan pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia. Termasuk, untuk meningkatkan efisiensi rantai suplai, menurunkan tekanan terhadap ekosistem dan stok perikanan, mengoptimalkan teknologi dalam produksi usaha perikanan, serta menyalurkan aspirasi pemuda terkait isu kemaritiman.

 

Exit mobile version