Mongabay.co.id

Menjaga Laut Arafura dan Timor Tetap Lestari dan Berkelanjutan

 

Kawasan perairan Laut Arafura dan Timor diketahui menyimpan potensi sumber daya perikanan yang sangat besar. Pemanfaatannya harus dilakukan dengan sangat hati-hati, karena banyak pelaku usaha yang mengincar kawasan tersebut sebagai lokasi penangkapan ikan.

Di sisi lain, wilayah laut tersebut, juga beririsan langsung dengan negara tetangga seperti Papua Nugini dan Timor Leste. Untuk itu, ada potensi pemanfaatan juga akan dilakukan oleh pemilik kapal yang berasal dari kedua negara tersebut.

Agar pengelolaan bisa berjalan baik, Pemerintah Indonesia melaksanakan kegiatan Pengelolaan Kelautan dan Perikanan di Ujung Timur Perairan Arafura dan Timor. Kegiatan tersebut menggandeng Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pembangunan (UNDP).

baca : Kenapa Nelayan Jawa Harus Melaut ke Perairan Arafura di Maluku?

 

Kapal Pole and Line (Huhate) milik nelayan desa Pemana kecamatan Alok Timur kabupaten Sikka yang berbobot 30 GT ke atas. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melaksanakan kegiatan tersebut dengan berpayung pada proyek the Arafura and Timor Seas Regional and National Strategic Action Programs (ATSEA-2) yang didukung pendanaan oleh Global Environment Facility (GEF).

Sekretaris Jenderal KKP Nilanto Perbowo mengatakan, pengelolaan wilayah laut Arafura dan Timor memang harus dilakukan dengan bijak. Mengingat, walau sumber daya perikanan bisa diperbarui (renewable), namun penangkapan ikan tetap harus dibatasi untuk menjaga keberlanjutan sumber daya ikan.

Menurut dia, tekanan terhadap stok sumber daya perikanan yang sifatnya renewable, apabila melampaui daya dukungnya, maka akan tetap mengalami kesulitan untuk bisa berkembang biak kembali. Oleh itu, cara paling efektif adalah dengan menjaga laut dari kegiatan penangkapan ikan yang berlebih.

“Tetap menjadikan laut sebagai masa depan bangsa,” ungkap dia, pekan lalu di Jakarta.

Nilanto mengatakan, selama lima tahun terakhir, sektor kelautan dan perikanan Indonesia sudah melakukan perubahan yang besar dan diakui di luar negeri. Perubahan itu, mencakup pemberantasan praktik illegal, unreported, unregulated fishing (IUUF), penggunaan alat penangkapan ikan (API) yang menyalahi ketentuan (destructive fishing), ukuran kapal yang terlalu besar, dan prakti alih muatan (transshipment) di laut.

Berbagai upaya yang sudah dilakukan itu, diakui dia sudah mulai membawa dampak positif bagi sektor kelautan dan perikanan, terutama yang menjalankan usaha skala kecil. Saat ini, nelayan lokal sudah menikmati hasil sumber daya yang melimpah dan itu dibuktikan dengan hasil tangkapan dalam jumlah besar dan beragam jenis ikan.

“Nelayan kecil dengan ukuran kapal 1-3 GT (gros ton) saja sudah bisa menangkap tuna. Artinya, sumber daya perikanan kita sekarang ini semakin subur, Mereka pun sekarang tidak perlu jauh-jauh lagi melaut ke laut lepas karena ikan semakin banyak mulai dari 1-2 mil tepi pantai,” ujarnya.

baca juga : Pesona Saumlaki, Sekaya Laut, Semakmur Darat (Bagian 1)

 

Kapal penangkap ikan tradisional milik nelayan Wuring kelurahan Wolomarang kecamatan Alok Barat kabupaten Sikka. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sumber Potensi

Khusus untuk wilayah perairan Arafura, Nilanto menyebutkan bahwa lokasi perairan tersebut menjadi salah satu lokasi penangkapan ikan utama (gold fishing ground) di dunia. Status itu secara tak langsung disematkan, karena perairan Arafura menjadi salah satu pusat sumber daya perikanan.

Oleh itu, dengan potensi yang sangat besar, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menjaga sumber daya ikan dan ekosistem laut di perairan Arafura dan juga Timor. Komitmen itu sejalan dengan program ATSEA-2 yang dijalankan saat ini dan akan berlangsung selama lima tahun ke depan.

Adapun, ATSEA-2 dijalankan untuk memberantas penangkapan ikan secara ilegal, peningkatan luas kawasan konservasi laut, pencemaran laut (marine debris), tata kelola regional ATSEA, penguatan daya saing komoditas perikanan, pengelolaan wilayah pengelolaan perikanan RI (WPPRI) 718, pengelolaan pesisir, dan peningkatan efektivitas kawasan konservasi laut.

Nilanto mengatakan, Pemerintah memiliki target 25 persen perikanan di wilayah perairan Arafura dan Timor bisa bergerak ke arah lestari, dan praktik IUUF juga bisa berkurang hingga minimal 10 persen. Sejauh ini, target yang sudah ditetapkan itu direspon positif oleh kelompok masyarakat (Pokmas) yang ada di sekitar perairan tersebut.

“Harus ada yang mampu mengadopsi pengelolaan sumber daya perikanan berdasarkan unsur-unsur lingkungan,” jelasnya.

Selain harapan tersebut, Pemerintah juga menyebutkan bahwa ada 125 kilometer wilayah pesisir yang pengelolaannya dilakukan secara terpadu. Selain itu, juga ada seluas 800 ribu hektare rentang alam yang pengelolaannya juga akan ditingkatkan lebih baik lagi.

perlu dibaca :  SKPT Rote Ndao, Pengawal Potensi Kelautan dan Perikanan di Selatan Indonesia

 

Ikan hasil tangkapan nelayan kapal purse seine atau Lampara yang dijual pedagang di TPI Alok Maumere, Sikka, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Menurut Nilanto, dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan kelautan dan perikanan di wilayah timur selama ini memang selalu ada tantangan, baik itu berupa sinergi kebijakan program pembangunan antara Pemerintah Pusat dengan Daerah, maupun dalam peningkatan peran penting kelembagaan adat melalui kearifan lokal yang menjadi karakteristik khas.

“Sinergi antara berbagai pemangku kepentingan dengan model pengelolaan berbasis kepulauan dan masyarakat adat dengan berbagi peran dan kewenangan serta saling mendukung satu dan lainya perlu mendapatkan dukungan lebih lanjut,” ucapnya.

 

Berlebihan

Kepala Pusat Riset Perikanan Waluyo Sejati Abutohir menjelaskan, kegiatan ATSEA-2 merupakan wujud komitmen tiga negara yang terlibat untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan di wilayah laut Arafura dan Timor. Tujuan tersebut dilaksanakan untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat setempat.

Untuk pelaksanaannya, itu dilakukan melalui program restroasi, konservasi, dan pengelolaan berkelanjutan ekosistem laut dan pesisir sebagai salah satu perairan dengan produktivitas tertinggi di Indonesia. Di samping itu, ATSEA-2 juga akan memastikan konsep kedaulatan, keberlanjutan, dan kemakmuran masyarakat pesisir di kawasan perbatasan dan pulau terdepan tetap berjalan.

Dengan kata lain, Waluyo ingin mengatakan bahwa kawasan perairan laut Arafura dan Timor selama ini menjadi pusat penangkapan ikan di Indonesia, namun kondisi lingkungan dari waktu ke waktu terus memperlihatkan penurunan karena faktor pemanfaatan berlebih (over harvesting) dan faktor lainnya.

“Seperti faktor antropogenik, dan perubahan iklim secara global yang berdampak langsung dan tidak langsung terhadap ekosistem di wilayah Arafura dan Timor,” tutur dia.

Sementara itu, Iwan Kurniawan dari Natural Resources Management (NRM) Environment Unit UNDP mengatakan bahwa perikanan Indonesia tidak lepas dari pemanfaatan berlebih. Dia menilai, IUUF sampai sekarang masih menjadi ancaman terbesar bagi mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada komoditas sumber daya perikanan ini.

“Kami menyadari, negara-negara ATSEA lainnya memiliki permasalahan yang sama. Melalui proyek ini kami ajak seluruh pihak untuk sama-sama memastikan pasokan komoditras perikanan dapat berkelanjutan untuk menjamin mata pencaharian masyarakat dan menciptakan nilai tambah bagi perekonomian nasional,” ungkap dia.

 

Rumpon jenis gabus yang dipasang kapal purse seine di perairan selatan laut Timor, NTT. Keberadaan rumpon ilegal ini dikeluhkan nelayan kapal huhate karena menghalangi masuknya ikan tuna dan cakalang Foto : Wham Wahid Nurdin/ HNSI NTT/Mongabay Indonesia.

 

Senada dengan Iwan, Global Environment Facility Operational Focal Point (GEF-OFP) Laksmi Dhewanthi menyatakan harapannya bahwa semua pemangku kepentingan bisa memahami proyek ATSEA-2 dan itu membantu proses pencapaian target yang sudah ditentukan.

“Kami memiliki mandat untuk menyelaraskan dan harmonisasi pada upaya pencapaian sumber daya alam berkelanjutan, sebagaimana tercantum dalam Sustainable Development Goals (SDGs) 14 yaitu perlindungan dan penggunaan samudera, laut, serta sumber daya kelautan secara berkelanjutan,” ucapnya.

 

Exit mobile version