Mongabay.co.id

Teluk Benoa Ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Maritim, Tapi…

Teluk Benoa, Bali, termasuk salah satu tempat yang akan direklamasi berdasarkan draf RZWP3K. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Setelah lebih dari lima tahun memicu penolakan di Bali, rencana reklamasi Teluk Benoa akhirnya dibatalkan. Keputusan itu setelah terbitnya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No.46/KEPMEN-KP/2019. Keputusan tentang Kawasan Konservasi Maritim (KKM) Teluk Benoa di Perairan Provinsi Bali itu diterbitkan pada 4 Oktober 2019 lalu.

Gubernur Bali Wayan Koster menyampaikan isi SK Menteri itu saat jumpa pers di Denpasar pada Kamis (10/10). Keputusan itu menetapkan Perairan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim. Kawasan itu akan dikelola sebagai Daerah Perlindungan Budaya Maritim. Luas totalnya 1.243,41 hektare. Kawasan itu terbagi dua yaitu zona inti sebanyak 15 titik dan zona pemanfaatan terbatas.

Keputusan itu juga menunjuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali untuk melakukan pengelolaan Daerah Perlindungan Budaya Maritim Teluk Benoa. Pengelolaan itu meliputi penunjukan organisasi pengelola, penyusunan dan penetapan rencana pengelolaan dan peraturan zonasi kawasan, penataan batas, serta melakukan sosialisasi dan pemantapan pengelolaan.

baca : Reklamasi Teluk Benoa: Susi Bertahan, Bali Melawan

 

Aksi tolak reklamasi Teluk Benoa sudah berlangsung selama lebih dari lima tahun. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Menurut Koster, Keputusan Menteri KKP itu merupakan respon atas Surat Gubernur Bali Nomor 523.32/1687/KL/Dislautkan. Surat tertanggal 11 September 2019 itu mengusulkan Penetapan Kawasan Konservasi Maritim (KKM) Teluk Benoa. Usulan itu merupakan hasil konsultasi publik pada 6 September 2019 yang dihadiri tokoh agama, bendesa adat, kelompok ahli, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pemangku kepentingan lainnya.

Kontroversi terkait status Teluk Benoa sendiri sudah berjalan selama lebih dari lima tahun. Sejak 2013, warga Bali, terutama yang tergabung dalam Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI), menolak rencana reklamasi di kawasan konservasi tersebut. Penolakan melibatkan tidak hanya kalangan aktivis lingkungan, tetapi juga musisi, anak-anak muda, dan desa adat.

Penolakan itu muncul setelah adanya rencana reklamasi oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Berdasarkan proposal reklamasi yang beredar, perusahaan milik grup Artha Graha itu akan membangun berbagai fasilitas pariwisata seperti raman rekreasi, akomodasi, fasilitas olah raga, aula serbaguna, dan semacamnya.

Luas wilayah Teluk Benoa yang akan dibangun mencapai sekitar 1.400 hektare. Seluas 810 hektare di antaranya akan direklamasi. Semua pembangunan itu rencananya terbagi menjadi empat area berada di kanan kiri Jalan Tol Bali Mandara yang menghubungkan Denpasar dengan Nusa Dua dan Tuban, Kabupaten Badung.

baca juga : Menanti Ketegasan Pemerintah Setop Reklamasi Teluk Benoa

 

Salah satu aksi ForBALI yang menolak rencana reklamasi Teluk Benoa pada Jui 2019. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Belum Berakhir

Rencana reklamasi itu segera memicu penolakan warga Bali. Alasannya, rencana reklamasi itu berada di kawasan konservasi. Apalagi kemudian presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No.51/2014 yang mengubah status kawasan dari konservasi menjadi pemanfaatan.

Penolakan terhadap rencana reklamasi Teluk Benoa pun disertai tuntutan pencabutan Perpres No.51/2014. Tuntutan itu disampaikan tidak hanya dalam aksi demonstrasi yang berjalan nyaris tiap bulan selama lima tahun, tetapi juga berbagai forum, termasuk diskusi bersama KKP, Pemprov Bali, investor, dan pemangku kepentingan.

Terakhir kali ForBALI menyatakan penolakan terhadap rencana itu saat diskusi kelompok terfokus pada pertengahan September lalu. Karena itulah, Koordinator ForBALI I Wayan Suardana mengaku tidak terlalu kaget dengan munculnya penetapan Teluk Benoa sebagai KKM.

“Karena ForBALI dan jaringannya terlibat aktif mendorong proses penetapan KKM Teluk Benoa di Kementerian Kelautan dan Perikanan. ForBALI juga secara aktif melakukan pertemuan dengan stakeholder dan menjadi narasumber dalam kegiatan terkait Teluk Benoa,” kata Gendo, panggilan akrab Wayan Suardana.

Menurut Gendo, selain aktif mendukung upaya penetapan KKM Teluk Benoa melalui pertemuan dan berkomunikasi dengan berbagai pemangku kepentingan, ForBALI juga memberi kontribusi berupa bebagai data dan informasi. Data dan informasi itulah yang menjadi dasar penetapan Teluk Benoa sebagai KKM.

Data itu dikumpulkan ForBALI selama enam tahun gerakan menolak rencana reklamasi. Salah satu contohnya adalah Peta 71 titik Suci di Kawasan Teluk Benoa. Peta yang disusun tim ForBALI itu menjadi lampiran dalam keputusan pertemuan para pemuka agama Hindi Pesamuhan Sabha Pandita No.01/Kep/SP PARISADHA/IV/2016 tentang Kawasan Suci Teluk Benoa. Data itu pula yang kemudian menjadi dasar penetapan KKM Teluk Benoa.

“Kami mengapresiasi langkah Menteri Kelautan dan Perikanan serta Gubernur Bali untuk mendorong penetapan Teluk Benoa sebagai KKM walaupun butuh perjuangan rakyat bertahun-tahun hingga keputusan itu terbit,” kata Gendo.

 

Zona inti dalam KKM Teluk Benoa meliputi 15 titik suci termasuk di sisi utara Pelabuhan Benoa ini. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Meskipun demikian, Gendo melanjutkan, penetapan Teluk Benoa sebagai KKM belum sepenuhnya membuktikan bahwa rencana reklamasi sudah pasti batal. “Bayang-bayang Perpres No.51/2014 masih cukup kuat,” ujarnya.

Untuk itulah Gendo mengatakan masih dibutuhkan instrumen hukum yang mengkhusus dan atau sederajat dengan Perpres No.51/2014. Misalnya Perpres yang mengatur Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional sebagai turunan dari Rencana Tata Ruang Laut (RTRL). Nantinya, instrumen hukum baru itu yang dapat menggugurkan keberlakuan Perpres No.51/2014.

Perpres itu pula yang nantinya dapat menguatkan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Bali yang saat ini sedang dalam pembahasan. “Masih butuh kerja keras dan perjuangan total seluruh elemen rakyat Bali untuk benar-benar memastikan Teluk Benoa kuat secara hukum sebagai kawasan konservasi maritim,” ujar Gendo.

 

Jangan Terkecoh

Pendapat serupa datang dari Agung Wardana, Dosen Hukum Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Doktor alumni Universitas Murdoch Australia itu juga meneliti tentang hukum lingkungan, terutama di Bali, termasuk kawasan Teluk Benoa.

Menurut Agung, publik sebaiknya tidak terkecoh pada istilah kawasan konservasi yang digunakan. Dalam kawasan konservasi masih ada zona inti dan zona pemanfaatan. “Dalam zona pemanfaatan masih mungkin untuk diusahakan (adanya reklamasi),” katanya.

Agung menambahkan ada beberapa kategori kawasan konservasi dengan kriteria berbeda. Telok Benoa telah ditetapkan menjadi KKM. Dalam rezim KKM, yang dikonservasi bukan fungsi ekologisnya, tetapi fungsi adat atau budaya. Pendekatannya mirip konservasi cagar budaya, bisa berupa benda, struktur, situs dan kawasan.

Meskipun belum membaca Kepmen KKP mengenai penetapan tersebut, tetapi Agung menduga yang dilindungi dalam KKM tersebut hanya titik suci sebagai zona intinya. Adapun di luar titik suci ini masuk zona pemanfaatan. “Reklamasi bisa tetap dilakukan asalkan tidak mengganggu titik suci ini. Jadi ini hanya menjadi safeguard bagi proyek reklamasi dalam merespon kamandekan proses AMDAL pada aspek sosial budaya,” ujarnya.

 

Peta KKM Teluk Benoa

***

Keterangan foto utama : Teluk Benoa, Bali, termasuk salah satu tempat yang akan direklamasi berdasarkan draf RZWP3K. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version