Mongabay.co.id

Jembrana Perlu Penanganan Sampah Plastik Terpadu

 

Bagi warga kota Negara, Sunga Ijo Gading berperan besar dalam kehidupan mereka. Sungai yang lebih dikenal dengan nama Tukad Ijo Gading ini membelah ibu kota Kabupaten Jembrana di Bali bagian barat tersebut. Di sepanjang alirannya, warga menggunakan sungai itu untuk beragam tujuan.

Ni Kadek Awantari dan Nyoman Suarta hanya sebagian di antaranya. Pada akhir September 2019 lalu, kedua warga kota Negara ini sedang bersiap untuk mandi. Mereka masih menunggu giliran di salah satu pancuran yang masih digunakan warga lain.

“Sanyo (mesin pompa air) di rumah sedang mati. Jadi harus mandi di sini,” kata Awantari. Adapun Suarta sehari-hari memang mandi di sungai. “Lebih enak karena terbuka,” ujarnya.

baca : Sampah Plastik Indonesia Nyasar sampai ke Pantai Phuket Thailand. Kok Bisa?

 

Warga Kota Negara, Jembrana, Bali, beraktivitas di Tukad Ijo Gading di antara serakan sampah plastik. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Di pancuran berdinding tembok batu kecokelatan dan berlumut, beberapa warga lain sedang mandi sore hari itu. Air sungai mengalir kecil ketika Bali sedang berada di musim kemarau. Tinggi air tak lebih dari mata kaki orang dewasa. Batu-batu kali bertebaran, bercampur dengan sampah plastik berserakan.

Berjarak tak lebih dari 20 meter dari tempat Awantari dan Suarta duduk, tumpukan sampah plastik menggunung di tepi sungai. Posisinya lebih tinggi, sekitar 10 meter, dari dasar Tukad Ijo Gading yang nyaris kering itu. Sampah plastik itu juga berserakan hingga dasar sungai, terseret sisa air dan bertebaran di sungai.

“Kami sudah berusaha menangani sampah, tetapi beginilah salah satu contohnya. Susah sekali untuk ditangani,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jembrana I Wayan Sudiarta. Bersama tim dari program Stop Ocean Plastic (STOP) dan jurnalis, sore itu Sudiarta menunjukkan salah satu contoh kompleksnya penanganan sampah di Jembrana, kabupaten di ujung barat Bali itu.

Menurut Sudiarta, sampah plastik di tepi sungai Ijo Gading Negara itu berasal dari pasar. Meskipun pengelola pasar sudah menyediakan bak sampah, tetapi warga masih suka sembarangan membuang sampah plastik.

“Kami sudah membersihkan sungai tiap hari, tapi masih saja selalu ada sampah plastik terbawa hingga ke sungai,” tambahnya.

“Kalau musim panas begini sungainya masih kelihatan lebih bersih. Begitu musim hujan, semua sampah plastiknya akan kelihatan di mana-mana. Sampahnya plastiknya akan meledak,” Agung Iskandar, warga lain menambahkan.

baca juga : Inilah Data dan Sumber Sampah Terbaru di Bali

 

Tumpukan sampah plastik di Tukad Ijo Gading, kota Negara, Jembrana, Bali, meskipun sudah ada bak sampah di sana. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Produksi Sampah di Negara

Tukad Ijo Gading yang membelah Kota Negara merupakan salah satu dari tiga daerah aliran sungai (DAS) terbesar di Bali. DAS lain berada di daerah Bali bagian tengah dan timur. Menurut riset Bali Partnership pada Januari-Juni 2019, DAS Ijo Gadung menyumbang 12 persen sampah plastik yang mengalir ke lautan di Bali.

Kabupaten Jembrana sendiri menyumbang 5 persen dari total 4.281 ton sampah plastik di Bali tiap hari. Dari jumlah tersebut, Jembrana berperan memproduksi 8 persen dari 89 ton sampah plastik yang mengalir sampai laut di Bali.

Berdasarkan riset yang sama, Negara termasuk dalam 15 kecamatan di seluruh Bali yang masuk kategori kritis dalam pengelolaan sampah. Kecamatan prioritas itu berdasarkan jumlah sampah plastik yang bocor ke lingkungan dan saluran air serta pendapatan rumah tangganya rendah.

Lima belas kecamatan itu tersebar terutama di Kabupaten Jembrana, Buleleng, Bangli, Karangasem, Gianyar, dan Tabanan. Jembrana sendiri menghasilkan sampah 228 ton per hari di mana 178 ton (78%) belum ditangani dengan baik. Dari lima kecamatan di Kabupaten Jembrana, Negara paling banyak menghasilkan sampah hingga 30 persen. Negara juga membuat kebocoran sampah paling banyak, 35 persen, dibandingkan kecamatan lain, seperti Mendoyo (19), Melaya (17), dan Pekutatan (9).

Riset kolaboratif Bali Partnership yang dipublikasikan pada Juni 2019 lalu itu juga menyebutkan bahwa Jembrana menghasilkan sampah plastik sebanyak 53,9 ton per hari. Dari jumlah tersebut, 17,7 ton per hari (33%) yang ditangani dengan baik. Misalnya didaur ulang atau dibuang ke tempat sampah. Adapun 36,2 ton (67%) sampah plastik per hari belum ditangani dengan baik.

Menurut Sudiarta belum tertanganinya sampah di Jembrana dengan baik tersebut antara lain karena terbatasnya sarana dan prasarana pengelolaan sampah di kabupaten ini. Misalnya alat angkut yang masih kurang.

“Masyarakat juga belum bisa membuang sampah di TPS3R (tempat pembuangan sampah reduce, reuse, & recycle) karena tempatnya memang masih terbatas di kota dan kecamatan tertentu,” lanjut Sudiarta.

perlu dibaca : Daur Ulang Sampah Plastik di Indonesia Rendah

 

Tim Systemiq dan Pemkab Jembrana, Bali, saat melakukan pemeriksaan sampah plastik di Tukad Ijo Gading akhir September 2019 lalu. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Belajar dari Banyuwangi

Masih terbatasnya pengelolaan sampah di Negara itu mendorong STOP, program kolaborasi antara Boeralis dan Systemiq, untuk melaksanakan program serupa yang telah mereka laksanakan di ujung timur Pulau Jawa, Banyuwangi. Systemiq melaksanakan program STOP sejak 2017 di Kecamatan Muncar, Banyuwangi.

baca : Liputan Banyuwangi : Sampah Muncar yang Tak Kunjung Terselesaikan (1)

Selama 1,5 tahun program, Menurut Program Manager Bali Partnership sekaligus Ketua Pelaksana Program STOP Lincoln Rajali Sihotang, program itu telah melibatkan 30.000 warga di pesisir timur Banyuwangi itu. Program STOP di Muncar juga telah mengumpulkan sekitar 1.800 ton sampah, di mana 300 ton di antaranya adalah sampah plastik.

Program itu juga telah membersihkan 5 km pantai dengan mengumpulkan 76 ton sampah plastik. Hal terpenting, program STOP di Muncar berhasil menciptakan sistem pengelolaan sampah yang efisien dengan biaya sekitar Rp420 ribu per ton sampah. Biaya itu antara lain untuk pengumpulan, pemilahan, pendauran ulang, dan pengolahan sehingga tidak berakhir di tempat sampah.

“Belajar dari keberhasilan di Muncar, Banyuwangi kami ingin melakukan hal sama di Jembrana. Kalau berhasil di Negara, kami akan melanjutkannya ke daerah lain di Bali, terutama 15 kecamatan prioritas,” kata Lincoln.

baca juga : Liputan Banyuwangi : Sulitnya Ubah Budaya Nyampah Masyarakat Muncar (2)

 

Systemiq dan Pemkab Jembrana sepakat untuk bekerja sama dalam program penanganan sampah di Kabupaten Jembrana. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Menurut Lincoln, program STOP di Jembrana menggunakan pendekatan komprehensif. Dari hulu hingga ke hilir dalam pengelolaan sampah. Implementasi penuh akan dimulai dari edukasi ke warga untuk penanganan sampah mulai dari skala rumah tangga. Program STOP juga akan memberikan layanan pengelolaan sampah.

“Pengumpulan yang benar akan mengurangi terjadinya kebocoran sampah plastik ke laut,” kata Lincoln.

Terakhir, program STOP juga akan melakukan pembinaan kelembagaan. Di Muncar, misalnya, STOP bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Untuk program di Bali, nantinya akan bekerja sama dengan desa adat dan industri daur ulang.

Program STOP sendiri didukung oleh Alliance to End Plastic Waste (AEPW) selama pelaksanaan tiga tahun ke depan. Selain dukungan finansial, AEPW juga akan melakukan studi kelayakan dan penilaian awal untuk memberikan nilai tambah ekonomi pada sampah plastik di Jembrana.

“Kami ingin mengembangkan inovasi dalam penanganan sampah dengan melihat nilai di tiap rantai. Pengurangan ke tempat pembuangan akhir menjadi salah satu kunci untuk menjawab masalah sampah plastik di Bali, sebagamana yang sudah dilakukan pemerintah lokal,” kata Joey Danielson, Direktur Program Ocean Plastiq Asia Systemiq yang ikut hadir di Negara.

baca : Rela Ngayah demi Membersihkan Ubud dari Sampah

 

Exit mobile version