Mongabay.co.id

Kapan Reklamasi di Bali Bisa Berhenti?

Reklamasi Teluk Benoa Bali oleh Pelindo III yang dipertanyakan izinnya oleh Walhi Bali. Foto Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Penetapan Teluk Benoa di Provinsi Bali sebagai kawasan konservasi maritim (KKM) oleh Pemerintah Indonesia dinilai masih lemah secara regulasi. Keputusan tersebut, masih belum cukup kuat untuk menghentikan proyek reklamasi di kawasan Teluk Benoa, karena masih ada regulasi lain yang kedudukannya lebih kuat.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang sudah menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.46/2019 tentang KKM, seharusnya bisa lebih peka terhadap situasi yang sedang terjadi. Itu dikatakan oleh Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) di Jakarta, Selasa (15/1/0/2019).

Menurut dia, Kepmen tersebut masih kalah kedudukannya dari Peraturan Presiden No.45/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No.45/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita). Padahal, dalam Perpres tersebut ada pasal krusial yang menyebabkan berjalannya reklamasi.

“Pasal 101A disebutkan bahwa upaya revitalisasi dapat dilakukan, termasuk dengan melakukan reklamasi paling luas 700 hektare di seluruh kawasan Teluk Benoa,” ungkapnya.

baca : Teluk Benoa Ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Maritim, Tapi…

 

Teluk Benoa, Bali, termasuk salah satu tempat yang akan direklamasi berdasarkan draf RZWP3K. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Susan menjelaskan, keberadaan Perpres tersebut sampai sekarang dinilai masih akan melanggengkan upaya melaksanakan proyek reklamasi di Teluk Benoa. Hal itu, karena Perpres tersebut di dalamnya masih menyamakan upaya revitalisasi dengan reklamasi, meski kedua kata tersebut memiliki maksud dan makna yang berbeda.

Untuk itu, bagi dia, langkah yang paling mungkin dan bisa menghentikan upaya reklamasi di Teluk Benoa, hanyalah dengan mencabut Perpres 51/2014. Jika itu tidak dilakukan, maka regulasi apapun yang diterbitkan oleh Kementerian atau lembaga Negara lainnya, tetap tidak akan cukup kuat untuk menghadapi Perpres.

“Perpres ini dinilai menjadi biang kerok dijalankannya proyek reklamasi di Teluk Benoa, yang telah mendapatkan penolakan keras dari masyarakat Bali selama lima tahun terakhir ini,” sebutnya.

Dengan kata lain, Susan menyatakan, penghentian proyek reklamasi Teluk Benoa tidak cukup hanya dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan yang menetapkan kawasan Teluk Benoa sebagai area Konservasi Kawasan Maritim (KKM). Keputusan tersebut, tidak cukup legal-konstitusional untuk menghentikan proyek reklamasi Teluk Benoa.

Menurut dia, dalam menyelesaikan polemik tersebut, hanya Presiden RI saja yang memiliki otoritas sekaligus mandat konstitusional untuk mengoreksi pandangan pembangunan yang tidak memiliki kepedulian terhadap masa depan ekosistem Teluk Benoa. Dengan otoritas Presiden RI juga, maka masyarakat di Bali bisa memiliki ikatan kuat dengan laut di sekitar mereka.

“Tidak ada alasan yang (bisa) menghalangi Presiden untuk mencabut Perpres No.51/2014 yang pernah ditandatangani oleh Presiden sebelumnya,” tuturnya.

baca juga : Reklamasi Teluk Benoa: Susi Bertahan, Bali Melawan

 

Foto udara dari aksi pembentangan spanduk di Teluk Benoa mendukung gerakan warga dan ForBALI menolak rencana reklamasi. Foto: Arsip ForBALI

 

Kewenangan Presiden

Tak hanya cukup dengan menghentikan reklamasi melalui pencabutan Perpres 51/2014, Presiden RI juga memiliki kewenangan untuk memberikan upaya perlindungan bagi keberlanjutan lingkungan hidup dan sekaligus masyarakat yang ada di sekitarnya. Semua itu bisa terjadi, karena Presiden memiliki kewenangan untuk mengubah peraturan yang sudah ada.

Tentang kewenangan tersebut, Susan kemudian mengutip kaidah dalam ilmu hukum yang disebut dengan istilah in dubio pro natura, yang berarti bahwa seorang Presiden atau Penyelenggara Negara, jika memiliki keraguan untuk memutuskan sesuatu, maka wajib mendahulukan perlindungan keberlangsungan lingkungan hidup dan masyarakat. Dengan demikian, itu bisa menjadi pertimbangan utama dalam mengambil keputusan.

Tak cukup di situ, Susan kemudian menambahkan, Putusan Mahkamah Konstitusi No.3/2010 memberikan mandat penting kepada Pemerintah untuk menjamin empat hak masyarakat pesisir, yaitu: hak untuk melintas dan mengakses laut; hak untuk mendapatkan perairan yang bersih dan sehat; hak untuk mendapatkan manfaat dari sumber daya pesisir dan laut; dan hak untuk mempraktikkan adat istiadat atau kearifan tradisional dalam mengelola sumberdaya pesisir dan laut.

“Dengan berbagai pertimbangan ini, Presiden harus menghentikan proyek reklamasi Teluk Benoa dan segera mencabut Perpres No.51/2014. Itulah yang harus dilakukan Presiden,” pungkasnya.

Sementara, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi menjelaskan, penetapan Teluk Benoa sebagai KKM menjadi bentuk tindak lanjut Surat Gubernur Bali kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tentang usulan penetapan KKM Teluk Benoa.

Usulan itu disampaikan, karena Teluk Benoa merupakan kawasan suci bagi masyarakat Hindu Bali dan itu ada dalam Keputusan Pesamuhan Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Pusat No.03/Sabha Pandita Parisada/IV/2016 tanggal 9 April 2016 tentang Kawasan Suci Teluk Benoa.

perlu dibaca : Menanti Ketegasan Pemerintah Setop Reklamasi Teluk Benoa

 

Pemimpin desa adat melarung sesajen dan uang hasil sumbangan ke laut dalam aksi menolak reklamasi Teluk Benoa, Bali. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Menurut Brahmantya, sesuai dengan amanat UU No.27/2007 jo UU No.1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, tempat ritual keagamaan atau adat yang berkaitan dengan budaya kemaritiman dapat ditetapkan menjadi kawasan konservasi maritim.

“Wilayah pesisir dan laut telah menjadi tempat hidup dan kehidupan dari jutaan masyarakat Indonesia,” tuturnya saat memberikan keterangan resmi di Jakarta, Selasa.

Di Bali, katanya, sumber daya pesisir dan laut juga sudah dimanfaatkan tak hanya sebagai sumber pangan, pelindung pantai, dan aktivitas sosial saja. Melainkan juga, sejak lama sumber daya pesisir dan laut sudah dimanfaatkan sebagai bagian dari ritual keagamaan dan menjadi nilai luhur yang dipertahankan oleh masyarakat Bali.

Brahmantya menjelaskan, dengan ditetapkan sebagai KKM, maka Teluk Benoa akan dikelola sebagai Daerah Perlindungan Budaya Maritim (DPBM) yang akan mendukung sektor andalan pariwisata dan sekaligus menjadi penguat citra Bali sebagai pusat wisata dengan daya tarik budaya.

 

Hentikan Pembangunan

Setelah menjadi KKM, Pemerintah Provinsi Bali diharapkan bisa melaksanakan pengelolaan (DPBM) Teluk Benoa yang meliputi penunjukan organisasi pengelola, penyusunan dan penetapan rencana pengelolaan dan peraturan zonasi Kawasan Konservasi Maritim, penataan batas, serta melakukan sosialisasi dan pemantapan pengelolaan.

“Dengan adanya KKM Teluk Benoa, diharapkan kearifan lokal, adat istiadat, dan aktivitas keagamaan masyarakat Bali dapat terjaga dan lestari,” tandasnya.

Brahmantya menambahkan, mengingat Teluk Benoa sudah menjadi KKM, segala bentuk upaya pembangunan ataupun reklamasi yang ada di Teluk Benoa harus dihentikan. Untuk mengawal proses tersebut bisa berjalan sesuai yang diharapkan, KKP berjanji menggandeng pihak keamanan seperti Kepolisian RI.

Sementara, berkaitan dengan seruan untuk mencabut Perpres No.51/2014, dia menyebut bahwa itu adalah wewenang penuh dari Presiden RI. Namun, dia memastikan bahwa Perpres apapun setiap lima tahun harus ditinjau kembali apakah masih relevan dengan kondisi terkini ataukah sudah tidak bisa mengikuti perkembangan lagi.

“Yang jelas sekarang kita fokus mengawal pengesahan rancangan Perpres RZ KSN (rencana zonasi kawasan strategis nasional) yang akan mengamodasi penetapan KKM di Bali ini,” pungkasnya.

baca juga : Izin Reklamasi Berakhir, ForBali Minta Presiden Kembalikan Status Konservasi Teluk Benoa

 

Lantunan puja Trisandya, bergema tepat pukul 18.00. Diiringi alat musik gender oleh sanggar Bajra Sandhi yang melantunkan syair doa Mantram Gayatri– doa umat Hindu di Bali. Ratusan anak muda duduk menghadap laut . Mereka satu tujuan: tolak reklamasi Teluk Benoa. Foto: Komunitas Seni di Hari Libur

 

Diketahui, KKM Teluk Benoa memiliki luas keseluruhan 1.243,41 hektare, yang terbagi menjadi zona inti dan zona pemanfaatan terbatas. Zona inti KKM adalah 15 muntig yang merupakan titik suci dimana peruntukannya untuk pelaksanaan ritual keagamaan/adat bagi masyarakat di wilayah teluk benoa.

Sedangkan zona pemanfaatan terbatas diperuntukan bagi pemanfaatan sumber daya ikan secara tradisional oleh masyarakat lokal dan kegiatan wisata bahari. Pada Perpres 45/2014, sebagian besar Teluk Benoa ditetapkan sebagai zona pemanfaatan yang diarahkan salah satunya untuk kegiatan sosial, budaya, dan agama.

Dengan menjadi KKM, maka berikutnya KKP sedang mendorong segera diselesaikan rancangan Perpres tentang rencana zonasi kawasan strategis nasional (RZ KSN) yang saat ini sedang dalam tahap penyusunan. Diharapkan, pada 2020 itu sudah disahkan dan diterapkan.

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Agus Dermawan mengatakan, tahapan untuk menyusun rancangan Perpres RZ KSN di dalamnya akan mencakup bahasan tentang kawasan konservasi laut, yang mencakup di dalamnya adalah KKM seperti di Bali. Dengan demikian, seluruh rencana pembangunan harus bisa menyesuaikan.

“Perpres RZ KSN ini bisa menjadi rujukan untuk evaluasi Perpres 51/2014,” tegasnya.

***

 

Keterangan foto utama : Reklamasi Teluk Benoa Bali oleh Pelindo III yang dipertanyakan izinnya oleh Walhi Bali. Foto Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version