Mongabay.co.id

Cerita Suka Duka Para Buruh Pemanen Sagu

 

Terik matahari begitu menyengat siang itu. Kendaraan truk membawa minyak sawit hilir-mudik melewati salah satu jalan raya di Desa Pangkalan Batang Barat, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau, membuat debu berterbangan, disaat musim kemarau panjang, debu-debu itu bisa menutupi jarak pandang tatkala berpapasan dengan truk.

Dari kejauhan, nampak seorang pria membawa tumpukan batang pohon sagu diatas gerobak yang diikat dengan tali bekas ban dalam. Gerobak itu ditarik menggunakan kendaraan bermotor roda dua. Jalannya pelan, karena untuk menjaga keseimbangan agar batang sagu yang dia bawa itu tidak terjatuh.

Untuk membawa hasil kebun seperti sawit, karet, gerobak merupakan salah satu alat transportasi yang digunakan oleh warga sekitar, tidak terkecuali juga batang tanaman sagu. Untuk itu, gerobak sudah tidak asing lagi di Kabupaten berjuluk kota terubuk ini.

“Sagu ini mau saya bawa ke tepi laut, nanti balik lagi ke kebun,” ujar pria itu kepada Mongabay, Kamis (12/09/2019), saat ditanya akan dibawa kemana batang tanaman kaya karbohidrat.

Pria itu bernama Bakri (35), dalam setengah hari mengaku sudah puluhan kali bolak-balik dari titik kebun sagu yang sedang dipanen ini menuju ke tepian laut, jaraknya kurang lebih 2,5 kilometer.

Dari tepian laut, batang sagu yang sudah selesai dia usung itu, kemudian nantinya ada yang mengambil dengan menggunakan perahu untuk dikirim ke pabrik tepung sagu.

baca : Nasib Orang Bunggu, Sawit Datang, Hutan dan Sagu Hilang

 

Bakri (35) meletakkan sagu batangan di dekat laut, agar kemudian nantinya ada yang mengambil sendiri dengan menggunakan perahu sebagai alat transportasi jalur laut, untuk dikirim ke pabrik tepung sagu. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Sagu yang sudah di potong dinaikkan diatas gerobak untuk di bawa ke tepi laut di Desa Pangkalan Batang Barat, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Proses Tidak Mudah

Saat proses pemanenan tanaman yang digunakan sebagai bahan tepung itu, Bakri bekerja bersama empat rekannya dengan tugas yang berbeda-beda.

Empat temannya berada di kebun, sementara Bakri yang bertugas bolak-balik membawa sagu dari kebun ke tepian laut.

Dari jalan raya yang dekat kebun sagu, Bakri bekerja bersama Ibrahim Abu Samah, mereka berdua kompak menaikkan batangan sagu yang sudah dipotong berukuran satu meter itu keatas gerobak. Sementara, di dalam kebun sudah ada tiga orang petugas yang berperan memanen, satu bagian menebang, dua orang lagi yang membawa sagu dari kebun ke jalan raya.

Di dalam kebun, dua sosok pria terlihat sedang mendorong sagu, melewati batang daun sagu yang sudah dipersiapkan sebagai jalan masuk ke rumpun, agar memudahkan proses pengangkutan hasil tebangan, polanya seperti rel kereta api. Di kanan-kirinya masih terdapat rimbunan tanaman sagu yang belum dipangkas, sehingga dua orang ini seolah baru keluar dari gua yang ditumbuhi tanaman sagu.

Peralatan yang digunakan untuk mendorong pun cukup sederhana, yaitu kayu berukuran tiga meter yang sudah dipasangi besi, kemudian diapitkan ke kanan kiri sagu.

Ibrahim menjelaskan, proses pemanenan ini memang dilakukan dari dalam terlebih dahulu. Alasanya, jika penebangan sudah dekat dengan jalan raya, nantinya akan lebih ringan.

“Prosesnya tidak mudah, karena masih dengan cara manual, sehingga membutuhkan banyak tenaga, apalagi sagu ini kan yang di panen batangnya,” ujar lelaki berumur 71 itu di perkebunan seluas satu hektare, dia mengaku lebih senior dari ke empat rekannya.

Panen sagu, lanjutnya, bisa dilakukan saat pohon berusia 6-7 tahun, atau bila ujung batang mulai membengkak, disusul keluarnya selubung bunga dan pelepah daun berwarna putih, terutama pada bagian luarnya, untuk ketinggianya antara 10-15 m, dengan diameter 60-70 cm.

Sementara itu, tebal kulit luar 10 cm, dan tebal batang yang mengandung sagu 50-60 cm.

baca juga : Sagu Bukan Hanya Pangan, Tapi Juga Identitas Budaya

 

Abu Bakar (30), saat memindahkan tanaman sagu yang sudah di tebang. Dia mengaku, berbekal gergaji mesin dalam sehari bisa menebang rata-rata 100 tanaman sagu. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Sagu yang di tebang itu kemudian dibersihkan, lalu di potong menjadi 5-7 bagian, tergantung panjang dan besarnya. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Lebih dari Seminggu

Berbeda dengan Ibrahim yang sudah puluhan tahun makan asam garam menjadi buruh panen sagu, Abu Bakar (30), merupakan pendatang baru yang ada dilingkungan mereka.

Dia menceritakan, awal mulanya diajak oleh Bongo (45) yang merupakan tetangga dekatnya, karena tidak ada pekerjaan dia mengiyakan tawaran itu. Baginya, ini merupakan pengalaman pertama sebagai buruh panen sagu, mereka sudah berhari-hari berada di pulau Bengkalis itu. Sementara dia dan rekanya mengaku berasal dari Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Abu sendiri bertugas sebagai tukang nebang. Dengan menggunakan mesin gergaji, dalam sehari dia mengaku bisa menebang rata-rata 100 tanaman sagu. Itu dimulai dar jam 06.00 WIB sampai dengan jam 04.00 WIB, waktu istirahatnya dari jam 10.00-13.00 WIB.

Dia melanjutkan, tanaman sagu yang selesai ditebang itu kemudian dibersihkan, berikutnya dipotong menjadi 5-7 bagian, tergantung besar tingginya sagu. Selain gergaji mesin, alat lain yang digunakan yaitu kampak dan golok.

Proses selanjutnya dibuatkan lubang hidung untuk tali, karena nantinya akan digabung dan ditarik dengan menggunakan perahu, “pekerjaan seperti ini membutuhkan tenaga kuat. Resikonya juga besar. Banyak durinya juga susah, belum nanti ada ularnya juga. Tapi demi keluarga apapun saya lakukan, asal pekerjaan itu halal” ungkap Abu, sesekali mengusap keringatnya yang bercucuran dengan menggunakan kaos lusuh yang dipakainya.

menarik dibaca : Kertas Unik Berbahan Sampah dan Sagu dari Maluku

 

Kosel (40), memindahkan sagu batangan dari kebun menuju jalan raya, dengan cara didorong menggunakan kayu yang sudah di pasang besi, kemudian diapitkan ke kanan kiri sagu. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Bongo (45), berpose disela-sela kegiatanya saat memindahkan sagu batangan dari kebun menuju jalan raya, dengan cara didorong menggunakan kayu yang sudah di pasang besi, kemudian diapitkan ke kanan kiri sagu. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Selain Abu, ada juga Kosel (40), diceritakannya, saat mencari rezeki ini dia dan rekanya sudah seminggu meninggalkan keluarga di rumah, dalam sehari Kosel mengaku dibayar Rp 100 ribu dari pemilik sagu.

Dia mengaku menikmati pekerjaan ini, selain bisa mendapatkan rezeki fisiknya juga bisa sehat “Saya syukuri saja, mumpung masih kuat, saya anggap ini olahraga yang dibayar,” katanya.

Untuk harga tanaman sagu di tingkat petani, katanya, per batangnya saat ini Rp 38 ribu. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Riau, dilansir dari bisnis.com menjelaskan, untuk produksi tanaman sagu yang ada di Riau mampu mencapai hingga 246.000 ton/tahun yang dihasilkan dari lahan seluas 87.000 hektar. Beberapa daerah di Riau yang memproduksi sagu yaitu Kabupaten Kepulauan Meranti, Indragiri Hilir dan Kabupaten Bengkalis.

 

 

 

Exit mobile version