Mongabay.co.id

Konflik Gajah Masih Terjadi di Lampung, Apa Solusinya?

 

 

Kawanan gajah sebanyak 12 individu kembali memasuki kebun warga.

Koordinator Satuan Tugas Konflik Gajah Balai Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS] Jubaidi mengatakan, kelompok gajah ini kerap bertandang ke wilayah Register 39 di Umbul Kuyung, Pekon Sidomulyo, Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung.

“Kelompok gajah liar ini berputar di perkampungan tersebut,” katanya.

Menurut Jubaidi, timnya yang beranggotakan 10 orang, berusaha menghalau sekaligus menggiring rombongan gajah tersebut masuk ke kawasan TNBBS. Sementara kelompok masyarakat diminta bersiaga di sekitar rumah agar gajah tidak melakukan pengrusakan.

Tetapi, masyarakat justru mengusir dengan membakar ban, menyalakan petasan, dan memukul kentongan. “Akibatnya, kelompok gajah lari berputar, menuju ke arah tim satgas yang tengah menggiring,” jelasnya, pertengahan Oktober 2019.

Insiden itu menyebabkan satu anggota tim bernama Eko Arifin mengalami luka, paha kirinya patah. Dia terjerembab saat menyelamatkan diri. “Kami sudah berkali mendiskusikan persoalan ini dengan pemerintah setempat, tindakan nyata dibutuhkan untuk mengatasi persoalan ini,” ujarnya.

Baca: Erin, Kisah Gajah Belalai Buntung yang Viral

 

Gajah sumatera yang tidak lagi mendapat tempat di hati masyarakat. Gajah dianggap satwa perusak tanaman, padahal manusia yang merusak jalur jelajah gajah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kepala Bidang Wilayah I BTNBBS Siti Muksidah mengatakan konflik gajah dengan manusia berlangsung dalam tiga tahun terakhir.

“Kelompok yang terdiri 12 individu gajah tersebut, terbiasa melalui jalur jelajahnya, meliputi kawasan taman nasional dan hutan lindung. Dengan kata lain, keberadaan dan aktivitasnya masih berada dalam kawasan hutan, kurang tepat jika dikategorikan sebagai konflik satwa,” urainya.

Hal lain yang mempengaruhi kejadian tersebut adanya izin hutan kemasyarakatan [HKm] yang arealnya tumpang tindih dengan wilayah jelajah gajah. “Izin hutan kemasyarakatan bisa ditinjau kembali. Untuk usulan baru, dapat dikaji lebih mendalam agar calon lokasinya tidak bermasalah,” jelasnya.

Baca: Ternyata, Manusia Bisa “Mengerti” Keinginan Gajah

 

Gajah liar ini terpantau di kebun warga di Register 39 Lampung. Wilayah ini sebelumnya merupakan jalur jelajah gajah. Foto: Tim Satgas Konflik Satwa TNBBS

 

Solusi

Kepala UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Kota Agung Utara, Zulhaidir menyebutkan, ada 961 keluarga yang mendapat izin pengelolaan HKm seluas 1.473 hektar di Register 39.

“Saat itu, ada tiga kelompok masyarakat yang mendapatkan izin HKm yaitu Berkat Mufakat dan Rimbajaya di Register 39 serta Lestari Sejahtera di Register 31,” terangnya.

Menurut Zulhaidir, ketika itu izin diberikan karena sudah adanya keterlanjuran masyarakat mengelola kawasan. “Tujuan diberikan dengan maksud mempermudah pengawasan,” paparnya.

Konflik satwa yang berkepanjangan tersebut mendorong semua pihak untuk mengevaluasi izin HKm di Register 39. “Izin yang diberikan tidak bisa dicabut atau direvisi, kecuali ada permohonan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” terangnya.

Baca juga: Ketika Konflik Gajah Tidak Lagi Merugikan Warga Braja Harjosari

 

Kelompok gajah liar ini terusir dari jalur jelajahnya yang kini telah berubah menjadi kebun. Foto: Tim Satgas Konflik Satwa TNBBS

 

Menanggapi hal itu, Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim menyepakati untuk mengevaluasi keberadaan gapoktan [gabungan kelompok tani] di Register 39. “Kita ketahui semua, wilayah tersebut adalah jalur jelajah gajah. Gajah tidak mungkin diajak diskusi untuk meninggalkan arealnya yang kini ditempati manusia,” kata Nunik sapaan akrab Chusnunia.

Menurut dia, pihaknya dalam waktu dekat akan mengumpulkan perwakilan 60 desa penyangga kawasan TNBBS, untuk berdialog sekaligus mengedukasi terbangunnya kesadaran berbagi ruang dengan satwa liar. “Solusi harus kita temukan,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version