Mongabay.co.id

Lembaga Keuangan Harus Bertanggungjawab Cegah Karhutla di Konsesi Sawit, Caranya?

Kebakaran di konsesi perusahaan sawit PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi. Kebun sawit ini berdekatan dengan hutan lindung gambut Londerang. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Kalangan organisasi masyarakat sipil mendesak dalam memberikan pembiayaan kepada perkebunan sawit, lembaga keuangan wajib memperhatikan isu lingkungan dan sosial hingga berperan dalam mencegah atau meminimalisir dampak buruk terhadap lingkungan dan manusia, seperti bencana kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan tahun ini, banyak terjadi di konsesi perusahaan sawit, lembaga keuangan termasuk bank, sebagai pemberi dana harus ikut bertanggung jawab.

Dana publik yang mereka kumpulkan termasuk dari nasabah yang terpapar asap, malah tersalurkan ke perusahaan dengan lahan dan hutan terbakar. Tanggung jawab itu, salah satu melalui peran bank dan lembaga non-bank aktif menerapkan keuangan berkelanjutan di Indonesia.

“Adalah menerapkan prinsip–prinsip NDPE (no deforestation, no peat, no exploitation-red) dalam memberikan pinjaman dana kepada perusahaan minyak sawit terutama sebagai penyalur biodiesel untuk menciptakan biodiesel berkelanjutan di Indonesia,” kata Achmad Surambo dari Sawit Watch dalam diskusi baru-baru ini di Jakarta.

NDPE adalah, kebijakan terpadu dengan beberapa indikator, pertama, no deforestation, dengan tak gunakan lahan-lahan yang bernilai konservasi tinggi (high conservation value), dan stok karbon tinggi.

Juga, tak membakar lahan dan punya dokumen-dokumen legal lahan yang dimiliki perusahaan seperti analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), upaya kelola lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL), rencana kelola lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL) maupun hak guna usaha (HGU).

Untuk no peat development, dengan tak membuka lahan gambut dengan kedalaman berapapun, praktik manajemen yang baik untuk lahan yang sudah beroperasi di lahan gambut dan restorasi gambut.

Tak melanggar hak tanah berdasarkan hukum dan ulayat, proses dan prosedur akuisisi tanah, skema smallholder, hak-hak masyarakat adat, hak pekerja dan tak merusak habitat satwa dan tumbuhan terutama spesies dilindungi dan hampir punah termasuk dalam prinsip no exploitation.

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, sampai pertengahan Oktober 2019, sebanyak 79 perusahaan kena segel terdiri dari 59 perkebunan sawit, satu perkebunan tebu, 15 HTI, tiga HPH, dan satu restorasi ekosistem. Areal terbakar pada wilayah konsesi secara keseluruhan 27.192,271 hektar dan lahan perorangan 274 hektar.

Pada 2014, dalam pertemuan puncak perubahan iklim PBB empat grup perusahaan terbesar, Asian Agri, Cargill, Golden-Agri dan Wilmar menyatakan komitmen mendukung Deklarasi New York, tentang hutan.

Wilmar menjadi grup pertama yang mengumumkan kebijakan terpadu NDPE pada Desember 2013, disusul grup lain.

“Kebijakan pembelian berlaku untuk semua pabrik dan perkebunan yang dimiliki, dioperasikan atau ditanami modal dan pemasok pihak ketiga. Kebijakan ini sedang mendorong transformasi di industri sawit menuju pelaksanaan lebih bertanggung jawab,” kata Achmad.

 

Konsesi perusahaan sawit yang terbakar di Muarojambi. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Namun tahun ini kebakaran hutan dan lahan yang masih terjadi setiap tahun terutama di Sumatera dan Kalimantan, serta konflik lahan dengan masyarakat, katanya, menandakan banyak hal masih harus diperbaiki oleh pemerintah.

“Ini jadi penting agar minyak sawit sebagai sumber bahan bakar biodiesel harus berasal dari sumber yang dikelola berkelanjutan dan bertanggung jawab.”

Peran serta lembaga keuangan seperti bank dan lembaga keuangan non-bank dalam memberikan pinjaman kepada perusahaan minyak sawit sebagai penyalur minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) untuk biodiesel yang sudah ditunjuk pemerintah Indonesia ke Pertamina diatur dalam Kepmen ESDM No.2018K/10/MEM/2018.

“Regulasi ini sangat penting dalam memilih perusahaan minyak sawit yang sudah memiliki komitmen berkelanjutan dalam komitmen NDPE.”

Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, selama 2019, sampai September, kebakaran hutan dan lahan mencapai 857.756 hektar. Ia terdiri dari 630.451 hektar lahan mineral dan 227.304 hektar di gambut.

Ratusan ribu bahkan jutaan orang terpaksa menghirup udara beracun sisa pembakaran lahan. BNPB menyebutkan, masyarakat terserang ISPA sejak Februari-September 2019, sekitar 919.516 jiwa.

Willem Pattinasarany, Koordinator Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF) mengatakan, peran bank dan lembaga non-bank sangat penting dalam memberikan pinjaman kepada perusahaan minyak sawit terutama yang ditunjuk sebagai penyalur CPO. Untuk biodiesel yang didistribusikan ke PT Pertamina dan beberapa perusahaan public service obligation (PSO) dan non-PSO.

“Dampak proses bisnis dalam industri minyak sawit tak mengindahkan prinsip–prinsip NDPE mengakibatkan hasil negatif bagi warga negara Indonesia di wilayah operasi perusahaan minyak sawit,” kata William.

Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.51/2017 dan pedoman teknis, katanya, memuat prinsip–prinsip NDPE dalam memberikan pinjaman dana kepada perusahaan minyak sawit terutama sebagai penyalur biodiesel untuk menciptakan biodiesel yang berkelanjutan di Indonesia.

Muhamad Kosar dari Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK) menambahkan, komitmen keuangan berkelanjutan dari bank dan lembaga keuangan masih perlu ditegaskan kembali, baik standar maupun pengawasan dari OJK.

“Selain itu, bank-bank yang memberikan pinjaman kepada perusahaan-perusahaan yang belum berkomitmen terhadap NDPE hanya akan menciptakan reputasi buruk kepada bank itu,” kata Kosar.

Hal lain yang perlu jadi sorotan yakni penegakan hukum terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan yang tak maksimal belum memberi efek jera kepada perusahaan. Dia nilai, hal ini karena peran kementerian sektoral yang berhubungan dengan industri ini masih tumpang tindih.

Untuk itu, katanya, penegakan hukum harus jadi agenda bersama kementerian berkaitan industri sawit.

Bayu Sefdiantoro dari Link-AR Borneo, mengatakan, dalam POJK 51/2017, bank-bank harus menerapkan kebijakan berkelanjutan, yaitu aspek sosial dan lingkungan.

“Ini harus dipatuhi bank pemberi pinjaman ke debitur perusahan perkebunan sawit,” katanya.

Dari hasil pemantauan terhadap bank-bank yang memberikan pinjaman kepada perusahaan sawit, katanya, perusahaan masih belum menjalankan kebijakan berkelanjutan itu. Jadi, karhutla terjadi di konsesi menunjukkan perusahaan masih tidak melakukan praktik berkelanjutan dan melanggar NDPE.

OJK, kata Bayu, harus dapat memastikan bank-bank besar yang meminjamkan uang untuk perusahaan perkebunan sawit menjalankan kebijakan berkelanjutan.

OJK harus membuat regulasi khusus soal keberlanjutan ini dengan standar dan indikator terukur.

 

 

 

Petani sasaran

AGRA, organisasi yang fokus advokasi hak-hak petani dan nelayan, mencatat selama 2019, ada 179 petani kecil dan peladang jadi tersangka pembakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Riau dan Sumsel. Jumlah terbanyak di Riau, 79 orang.

“Kapolres Kota Palangkaraya menyebutkan ada 64 kasus penyelidikan terkait kebakaran dan hutan di Kota Palangkaraya,” kata Rahmat, Ketua AGRA.

Lima  ke penyidikan dengan menetapkan lima tersangka. “Para tersangka yang diamankan itu ada yang tertangkap tangan, ada pula hasil penyelidikan berdasarkan keterangan saksi.”

Menurut Rahmat, dari hasil pemeriksaan, pelaku rata-rata mengaku karena disuruh pemilik lahan untuk melakukan pembersihan.

Rahmat menegaskan, kebakaran hutan dan bencana asap menyengsarakan jutaan rakyat, terutama kaum tani, perempuan dan anak-anak.

Semua berakar dari praktik pertanian terbelakang, monopoli tanah dalam sistem setengah feodal oleh korporasi perkebunan sawit untuk produksi komoditas ekspor dan biofuel.

“Mereka didukung langsung dengan investasi besar dari lembaga keuangan nasional dan internasional untuk melancarkan produksi, namun menggunakan cara murah, yakni membakar hutan dan lahan gambut.”

Untuk itu, katanya, mereka harus turut bertanggung jawab atas tragedi ini.

“Tidak adil jika hanya terus menyalahkan dan menangkap kaum tani, sedangkan korporasi dan para pemilik masih dibiarkan bebas dari jerat hukum lebih tegas.”

 

Hadi Jatmiko dari Lingkar Hijau Indonesia mengatakan, lembaga keuangan dan perbankan, harus terlibat menghentikan kejahatan dengan ikut terlibat memberikan sanksi terhadap perusahaan pelaku kebakaran hutan dan lahan.

“Kalau perbankan tak memberikan sanksi, kami mengajak masyarakat memboikot dana pada bank-bank yang diketahui membiayai pelaku kebakaran hutan dan lahan.”

Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch mengatakan, berdasarkan hasil pantauan mereka, sedikitnya 14 perusahaan anggota RSPO teridentifikasi wilayah konsesi terbakar selama periode Januari-Oktober 2019.

Bahkan, katanya, ada perusahaan dengan konsesi mengalami kebakaran hutan dan lahan berulang sejak 2015-2018. Selain itu, lembaga ini juga melihat ada korelasi antara konflik agraria dengan kebakaran hutan dan lahan.

RSPO, katanya, harus menjamin anggota-anggota RSPO dengan lahan terbakar mendapatkan tindakan tegas.

Koalisi masyarakat sipil mengusulkan, bank-bank yang beropearsi di Indonesia perlu segera menerapkan keuangan berkelanjutan sebagaimana diatur dalam POJK No.51/2017. Aturan ini tentang keuangan berkelanjutan dan pedoman teknis dalam memberikan kredit investasi di sektor industri kelapa sawit.

OJK, sebagai regulator di sektor jasa keuangan didesak segera membuat standar kebijakan dalam industri sektor sawit sebagaimana disebutkan dalam prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan.

Sisi lain, lembaga keuangan harus meninjau ulang kala memberikan pinjaman investasi kepada perusahaan-perusahaan yang terindikasi melakukan kejahatan lingkungan dan berdampak sosial, sebagai pemasok biofuel.

“OJK harus mulai mendorong lembaga keuangan mengintegrasikan uji tuntas HAM sebagai bagian dari mekanisme perizinan dan pengawasan terhadap setiap entitas bisnis,” kata Muhammad Busyro Fuad dari Elsam.

Juga mengarahkan lembaga jasa keuangan memperhatikan prinsip-prinsip keberlanjutan ketika memberikan pembiayaan kepada perusahaan perkebunan sawit.

 

Keterangan foto utama: Kebakaran di konsesi perusahaan sawit PT Agro Tumbuh Gemilang Abadi. Kebun sawit ini berdekatan dengan hutan lindung gambut Londerang. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

 

Pengendara dengan menggunakan masker karena asap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) saat melintas di salah satu jalan raya di Dumai, Provinsi Riau. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version