Mongabay.co.id

Ekspedisi Himakova : Melihat Eksotisnya Burung Wallaceae di TN Matalawa [1]

 

Pagi itu, sekelompok orang dengan ransel besar dan berbagai peralatan, berkumpul di halaman kantor Taman Nasional Menupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti (TN MataLawa) di Waingapu, Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Mereka bersiap untuk masuk ke hutan di kawasan TN Matalawa.

Hari Rabu (31/7/2019) itu merupakan hari pertama ekspedisi untuk eksplorasi keanekaragaman hayati dan ekowisatanya dari tim Himakova (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata) Institut Pertanian Bogor dengan Mongabay Indonesia, yang bekerjasama dengan Balai TN Matalawa,

Himakova IPB melakukan salah satu program kerja unggulannya, yaitu Ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (Surili). Kegiatan Surili ini sudah dilakukan rutin setiap tahun selama 16 tahun sejak 2004. Dan sudah bekerjasama dengan 15 taman nasional dan 1 suaka marga satwa.

Himakova merupakan sebuah organisasi profesi yang bergerak dalam bidang konservasi sumberdaya hutan, ekowisata, dan lingkungan. Himakova yang berdiri pada 12 September 1985 berada dibawah Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

baca : Memaknai Kuda, Memaknai Kehidupan Masyarakat Sumba. Seperti Apa?

 

Tim ekspedisi Himakova IPB Bogor, Mongabay Indonesia dan Balai TN Matalawa, Sumba Timur, NTT sedang melakukan persiapan sebelum berangkat masuk ke kawasan hutan. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Tim ekspedisi Himakova IPB Bogor dan Mongabay Indonesia dalam perjalanan menuju Pos Wanggameti di TN Matalawa, Sumba Timur, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Setelah melakukan segala persiapan, perjalanan panjang selama 1-7 Agustus 2019 untuk pengambilan data pada dimulai saat matahari sudah menuju puncaknya. Perjalanan menuju Pos Wanggameti memakan waktu selama sekitar lebih 3,5-4 jam. Sungguh perjalanan yang cukup panjang. Walaupun begitu, perjalanan ini tidaklah terasa membosankan.

Sepanjang perjalanan, kami disuguhi pemandangan alam yang luar biasa. Padang savana yang menjadi ciri khas Pulau Sumba, terhampar di hampir sepanjang perjalanan. Kuda-kuda dan ternak lainnya milik masyarakat terlihat di padang-padang savana, sedang mencari makanan.

Kami pun sempat berhenti beberapa kali untuk mengabadikan pemandangan savana yang indah, yang memang sayang untuk dilewatkan. Keindahan alam Sumba ini, mengundang beberapa sutradara film kenamaan Indonesia, untuk membuat filmnya di sini. Antara lain film Pendekar Tongkat Emas, Marlina Pembunuh Empat Babak, Susah Sinyal, dan beberapa lainnya.

baca juga : Foto : Wanita-Wanita Tangguh Pejuang Tenun Ikat Sumba

 

Tim ekspedisi Himakova IPB Bogor dan Mongabay Indonesia menuju basecamp Pos Wanggameti di kawasan TN Matalawa, Sumba Timur, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Basecamp Tim Ekspedisi Himakova IPB Bogor dan Mongabay Indonesia di TN Matalawa, Sumba Timur, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay IndonesiaFoto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Mendekati Pos Wanggameti, udara dingin pun mulai terasa. Ini wajar, karena selain Pos Wanggameti terletak di ketinggian lebih dari 1000 mdpl, saat bulan Juli-September ini juga bersamaan dengan musim angin dingin yang berasal dari Australia. Bahkan pada dinihari suhu udara bisa mencapai 15 derajat celcius.

Sore harinya, kami pun sampai Pos Wanggameti. Ekspedisi ini sendiri akan dibagi dua basecamp. Yang pertama di Pos Wanggameti sendiri, dan yang kedua adalah Pos Mahaniwa, yang berjarak 2 jam perjalanan mobil dan 1 jam berjalan kaki.

Walaupun air yang ada seperti air es, tetapi itu tidak menghalangi peserta ekspedisi ini untuk membersihkan diri. Ini karena debu yang beterbangan di sepanjang perjalanan dari Waingapu,yang tertiup angin kencang.

Angin malam berhembus cukup kuat dengan dingin yang menusuk tulang tidak menghalangi kami untuk melakukan briefing awal sekaligus sharing photo lingkungan antara Mongabay dan mahasiswa Himakova.

menarik dibaca : Asa Sumba, Mandiri Energi dari Sumber-sumber Terbarukan

 

Tim ekspedisi Himakova IPB Bogor dan Mongabay Indonesia saat menembus hutan di kawasan TN Matalawa, Sumba Timur, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Mahasiswa anggota Tim ekspedisi Himakova IPB Bogor dan Mongabay Indonesia sedang melakukan survey awal eksplorasi keanekaragaman hayati di TN Matalawa, Sumba Timur, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Keesokan harinya pun pembagian kelompok mulai dilakukan. Mongabay sendiri ikut pada awal ekspedisi akan ikut ke kelompok Mahaniwa terlebih dahulu, baru kemudian kembali ke pos Wanggameti.

Dalam perjalanan ke pos Mahaniwa, kami disuguhi hutan heterogen yang cukup rapat dan juga beberapa padang savana. Ini sebetulnya di luar bayangan saya selama ini, yang menganggap bahwa Tana Marapu tidak mempunyai hutan yang lebat yang didominasi padang savana saja.

Perjalanan didominasi dengan tanjakan-tanjakan maupun turunan-turunan yang panjang dan terkadang cukup curam. Dua jam kemudian kami melanjutkan dengan berjalan kaki. Dan di hutan yang juga berbatasan dengan pemukiman warga ini, kami langsung disambut dengan beberapa kicauan dan penampakan burung-burung, yang memang menjadi andalan taman nasional ini, seperti nuri dan madu sumba.

Lewat tengah hari, akhirnya kami sampai di base camp Mahaniwa. Setelah mendirikan tenda, kami langsung melakukan survey jalur pendataan.

menarik dibaca : Hutan Menyusut, Kawasan Endemik Burung Pulau Sumba Terus Terkikis

 

Anggota Tim ekspedisi Himakova IPB Bogor dan Mongabay Indonesia mengidentifikasi dan mencatat salah satu satwa yaitu katak di TN Matalawa, Sumba Timur, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Survey Burung

Mongabay kali ini , bersama tim pendataan burung, masuk ke dalam rapatnya hutan matalawa, dipandu oleh Pengendali Ekosistem Hutan TN. Matalawa, Arifson RM. Sianturi. Kelompok pemerhati burung ini menggunakan metode point count, yaitu metode titik hitung pada jalur (transek) dan metode daftar jenis MacKinnon.

Pengamatan dilakukan dengan diam pada titik tertentu kemudian mencatat perjumpaan terhadap burung dalam rentang waktu pengamatan selama 10 – 15 menit tiap titik. Metode MacKinnon dilakukan sepanjang hari dimulai sejak kedatangan di lokasi dengan mencatat 10 jenis burung dalam satu daftar jenis.

Di tengah survey awal, Maya Safira Firdauzi, ketua kajian kelompok pemerhati burung, Ekspedisi Surili Matalawa, menjelaskan kenapa burung-burung Matalawa begitu menarik untuk dijadikan kajian penelitian.

“Taman Nasional Matalawa ini merupakan kawasan perlindungan kehati yang banyak keanekaragaman burung Wallacea-nya. Selain juga ada gabungan burung dari tempat yang lainnya juga, seperti Sumatera, Jawa, dan Bali. Dan dalam survey awal ini sudah terlihat Nuri Bayan, Julang Sumba, Perkici orange, Kakaktua Jambul orange, dan burung-burung berukuran kecil serta sedang,” katanya.

Ada delapan obyek yang dijadikan fokus tujuan penelitian Surili kali ini, yaitu mamalia, burung, herpetofauna, kupu-kupu, flora, gua, ekowisata dan fotografi konservasi.

baca juga : Kepak Senyap Elang Flores, Raptor Berstatus Terancam Punah

 

Burung nuri bayan, salah satu jenis burung yang dijumpai di TN Matalawa, Sumba timur, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

“Tujuan dari Program Surili ini adalah untuk menggali potensi keragaman hayati di taman-taman nasional, khususnya di taman-taman nasional yang terbilang baru atau data-datanya belumlah terlalu lengkap,” kata Harnum Nur Azizah, ketua divisi Hubungan Masyarakat Himakova.

“Taman Nasional Matalawa ini dipilih juga karena dipandang relatif masih baru (dalam artian digabungkan menjadi satu, antara Taman Nasional Menupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti) dengan studi literatur kehati yang masih butuh untuk dilakukan pembaruan,” lanjut Harnum.

Sedangkan Koordinator Program Surili Himakova IPB 2019, Teguh Purnomo mengatakan TN Matalawa dipilih sesuai dengan tema ekspedisi yaitu ‘Menapaki Pesona Keanekaragaman Hayati, Ekowisata, Kawasan Karst serta Sosial Budaya Masyarakat di kawasan Sumba Timur’.

“Kajian yang lengkap tentang KEHATI, kawasan Karst serta sosial Budaya nya yang cukup menarik, juga menjadi salah satu alasan kenapa kami memilih Taman Nasional ini menjadi tujuan ekspedisi kami,” lanjut Teguh.

 

Panorama kawasan hutan TN Matalawa, Sumba Timur, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay IndonesiaFoto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Hastoto Alifianto, Kasubag TU Balai TN Matalawa, ketika dikunjungi Mongabay-Indonesia di kantornya, Jumat (6/9/2019) mengatakan “Program Surili ini merupakan salah satu bentuk kolaborasi Taman Nasional Matalawa dengan pihak lain dalam pengembangan potensi Taman Nasional Matalawa.”

Sebetulnya sudah berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar negeri yang melakukan kajian-kajian di tempat ini. Tetapi karena kekayaan keanekaragaman hayati dan Sosial budayanya yang luar biasa, membuat Taman Nasional ini seakan tidak mempunyai kata ‘cukup’ untuk diteliti . Selalu ada hal dan potensi baru di Matalawa, yang menanti untuk lihat dan dikaji lebih dalam.

 

Panorama savana di salah satu kawasan TN kawasan TN Matalawa, Sumba Timur, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version