Mongabay.co.id

Ekspedisi Himakova : Melihat Edelweiss, Salah Satu Kekayaan Alam di TN Matalawa [2]

 

Tim Himakova (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata) Institut Pertanian Bogor dengan Mongabay Indonesia, bekerjasama dengan Balai TN Matalawa, menggelar ekspedisi untuk mengeksplorasi keanekaragaman hayati dan ekowisata TN Matalawa.

Ekspedisi untuk pengambilan data dilakukan pada 1-7 Agustus 2019 dengan dua basecamp yaitu Pos Wanggameti dan Pos Mahaniwa dalam kawasan TN Matalawa.

Mongabay Indonesia pada awal ekspedisi mengikuti kelompok dari tim basecamp Mahaniwa, kemudian kembali ke pos Wanggameti.

Tim basecamp Pos Mahaniwa, terbagi dalam 4 kelompok kajian yang dari awal sampai akhir pengambilan data, menetap di Pos Mahaniwa. Ditambah satu kelompok yang bergerak di dua pos, yaitu kelompok fotografi konservasi.

Setelah mengikuti tim basecamp Pos Mahaniwa, Mongabay kemudian bergerak menuju ke basecamp Pos Wanggameti.

baca : Ekspedisi Himakova : Melihat Eksotisnya Burung Wallaceae di TN Matalawa [1]

 

Kawasan hutan di TN Matalawa, Sumba Timur, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Sinar matahari menyeruak dibalik lebatnya hutan dalam perjalanan menuju pos Wanggameti. Walaupun saat itu, hari sudah menunjukan pukul 14.00 siang, tetapi kicauan burung masih terdengar sepanjang perjalanan. Bahkan dalam perjalanan itu, Mongabay sempat memotret beberapa jenis burung yang terlihat sedang asyik berkicau mengisi simponi alam, berbaur dengan suara angin.

Perjalanan menuju Pos Wanggameti ditempuh selama satu jam berjalan kaki dan dua jam berkendaraan bermotor. Berbeda dengan pos Mahaniwa yang letaknya cukup jauh berjarak satu jam perjalanan dari pemukiman penduduk, Pos atau Tesort Wanggameti justru terletak di tengah-tengah pemukiman penduduk.

Tim di Pos Wanggameti, terbagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok pemerhati flora, kelompok pemerhati kupu-kupu dan kelompok pemerhati ekowisata.

Saat sampai Pos Wanggameti, anggota kelompok sedang meneliti hasil temuan mereka selama melakukan pengkajian dari pagi hingga sore hari. Ada beberapa temuan baru yang menarik, tetapi belum bisa ditulis lebih lanjut karena harus menunggu dikonfirmasi dengan pihak-pihak terkait.

baca juga : Memaknai Kuda, Memaknai Kehidupan Masyarakat Sumba. Seperti Apa?

 

Tim gua Ekspedisi Surili Himakova IPB di TN Matalawa, Sumba Timur, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Tikus hutan dalam jebakan yang dipasang tim ekspedisi Surili Himakova IPB di TN Matalawa, Sumba Timur, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Edelweiss Wanggameti

Ada satu hal yang menarik dari kelompok pemerhati flora Ekspedisi Surili Himakova kali ini, yaitu ditemukannya bunga edelweiss (Anaphalis longifolia) di sekitar Pos Wanggameti. Edelweiss adalah tumbuhan endemik zona alpina/montana di berbagai pegunungan tinggi Nusantara.

Edelweis merupakan tumbuhan pelopor bagi tanah vulkanik muda di hutan pegunungan dan mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya di atas tanah yang tandus, karena mampu membentuk mikoriza dengan jamur tanah tertentu yang secara efektif memperluas kawasan yang dijangkau oleh akar-akarnya dan meningkatkan efisiensi dalam mencari zat hara.

Bunga-bunganya, yang biasanya muncul di antara bulan April dan Agustus, sangat disukai oleh serangga, lebih dari 300 jenis serangga seperti kutu, tirip, kupu-kupu, lalat, tabuhan, dan lebah terlihat mengunjunginya.

Edelweiss di tempat lain sering ditempat lain sering dipetik para pendaki karena mitos bunganya yang melambangkan keabadian cinta. Dan saking maraknya pemetikan ini, di beberapa tempat di tanah Jawa, edelweiss sudah mulai menghilang serta langka.

Karena makin langka, Edelweiss dimasukan ke dalam status kritis oleh IUCN. Dan di Wanggameti, tanaman yang nama lokalnya adalah kondumerada, oleh masyarakat setempat dianggap sebagai tanaman biasa saja.

menarik dibaca : Foto : Wanita-Wanita Tangguh Pejuang Tenun Ikat Sumba

 

Bunga edelweis (Anaphalis longifolia) yang ditemukan di deka Pos Wanggameti, TN Matalawa, Sumba Timur, NTT. Foto : Himakova IPB/Mongabay Indonesia

 

Kelompok pemerhati flora melakukan kajian eksplorasi dan analisis vegetasi dengan menggunakan metode jalur berpetak.

Sedangkan kelompok pemerhati kupu-kupu melakukan suvey dengan menggunakan metode pollard transect, yaitu transek yang melibatkan seorang pengamat yang berjalan di jalur yang tetap dengan kecepatan konstan, beberapa kali dalam satu musim.

Kupu-kupu dihitung ketika mereka terlihat dalam jarak yang ditentukan dari jalan, seringnya adalah 2,5 meter di kedua sisi jalan, dan hanya ketika kupu-kupu terlihat di depan, atau di atas, pengamat saja. Orang kedua dapat bekerja dengan pengamat untuk mengidentifikasi dan / atau memotret serangga yang terlihat oleh pengamat.

Sedangkan kelompok kajian ekowisata, menggunakan metode yaitu analisis daya tarik obyek wisata, manajemen pengunjung dan kajian sosial budaya. Untuk kajian sosial budaya , dilakukan wawancara dan obervasi secara langsung ke masyarakat.

Dan Puncak Wanggameti yang merupakan puncak tertinggi di Pulau Sumba (1225 mdpl), yang letaknya juga tidak jauh dari resort Wanggameti, merupakan kajian wajib dari kelompok pemerhati ekowisata ini.

baca juga : Asa Sumba, Mandiri Energi dari Sumber-sumber Terbarukan

 

Tim pemerhati kupu-kupu Ekspedisi Surili Himakova IPB di TN Matalawa, Sumba Timur, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Anggota tim ekspedisi Surili Himakova IPB sedang meneliti hasil pengambilan data. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Keragaman potensi TN Matalawa ini memang sangat luar biasa. “Taman Nasional Matalawa, selain mempunyai keragaman hayati yang luar biasa, juga mempunyai potensi alam yang lengkap pula. Mulai dari padang savana, danau, air terjun, sampai dengan Puncak Wanggameti,” kata Hastoto Alifianto, Kasubag TU Balai Taman Nasional Matalawa kepada Mongabay Indonesia saat ditemui di kantornya, Senin (6/9/2019).

Sedangkan Koordinator Program Surili Himakova IPB 2019, Teguh Purnomo kepada Mongabay, pada Jumat (2/8/2019) mengatakan banyak hal tentu saja akan didapatkan dari ekspedisi ini.

“Ada beberapa tujuan dari ekspedisi ini, selain pengalaman yang luar biasa yang didapatkan oleh para mahasiswa dari ekspedisi ini, mengingat minimnya kegiatan yang langsung dilakukan di lapangan (hutan). Hasil dari ekspedisi ini juga akan dibuatkan laporan dan diseminarkan di seminar internasional pada awal November tahun 2019 dan menjadi pembaruan ataupun penambahan data dari Taman Nasional Matalawa ini,“ kata Teguh.

Kekayaan alam dan keanekaragaman hayati TN Matalawa memang sangat mengagumkan. Hanya sayangnya tidak semua potensi alam dapat dilindungi secara maksimal, karena berada di luar kawasan perlindungan. Perlu adanya pendataan dan riset yang lebih mendalam, terutama yang berada di luar kawasan perlindungan. Sehingga nantinya bisa ada sistem monitoring yang baik serta mencegah terjadinya potensi pelanggaran, seperti pembalakan, perdagangan gelap satwa liar, maupun kebakaran hutan dan lahan.

 

Anak-anak sekolah di resort Wanggameti, di dalam kawasan TN Matalawa, Sumba Timur, NTT. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version