Mongabay.co.id

Bantaran Sungai Bengawan Solo Ambles, Puluhan Warga Lamongan Menunggu Direlokasi

 

Di emperan di depan rumah, perempuan berkulit sawo matang itu nampak cekatan membuat kerajinan sarung. Tangannya merajut benang dengan beragam warna. Sementara itu, di dalam rumah terlihat dua anak sedang tertidur pulas diatas lantai keramik yang kondisinya tidak lagi rata, begitu juga dengan kondisi temboknya yang sudah retak.

Perempuan itu adalah Suyati, salah satu warga yang rumahnya ikut terdampak terjadinya tanah ambles di Desa Plangwot, Kecamatan Laren, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Pasca kejadian yang menimpa dirinya dan keluarga itu, perempuan ini mengaku, setiap hari masih harus datang ke rumah, meskipun kondisinya sudah tidak lagi utuh. Alasannya, karena setiap hari dia harus bekerja membuat kerajinan sarung yang dikerjakan secara manual.

Sementara itu, saat malam hari, dia mesti mengungsi ke tempat kerabatnya yang tidak jauh dari lokasi kejadian, hanya sepelemparan batu. “Siang bertahan disini, karena kerjanya kan disini, mudah-mudahan selamat. Misalnya alat dibawa ke rumah saudara juga tidak memungkinkan,” kata perempuan umur 40 tahun ini, kepada Mongabay, Senin (28/10/2019).

baca : Saat Air Bengawan Solo Surut, Warga Lamongan Temukan Perahu diduga Era Belanda

 

Dua bocah tertidur pulas di dalam rumah dengan kondisi lantai dan dindingnya tidak rata karena tanah ambles di Desa Plangwot, Kecamatan Laren, Kabupaen Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Tanah ambles juga terjadi di Desa Gendong, Kecamatan Laren, Kabupaen Lamongan, Jawa Timur. Salah satu faktornya yaitu karena kondisi air Bengawan Solo surut. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Sebenarnya sudah ada upaya dari Pemerintah Daerah dengan merelokasi, dan sudah diganti rugi. Namun, karena lokasinya yang dianggap jauh dengan tempat sekolah anak dan kerjanya. Sehingga untuk sementara waktu dia terpaksa masih tetap bertahan.

Saat kejadian, ceritanya, dia sedang beraktifitas seperti biasa. Tidak sadar jika rumahnya ambles, bahkan cenderung tidak terasa.

“Kejadianya siang hari, padahal waktu itu ada yang tidur di ruang tengah. Kalau ditunggui itu tidak ada perubahan, tapi kalau lengah sedikit gitu langsung lho lho kok retak. Retakannya bertahap, lain kayak gempa sama longsor,” imbuh Yati, panggilan akrabnya, dia mengaku sudah tujuh tahun menempati rumah dari turun temurun itu.

Selain Desa Pelangwot, di kecamatan yang sama, kejadian serupa juga terjadi di Desa Gendong, ada puluhan rumah yang terdampak tanah ambles. Mustofa, warga setempat mengatakan, sebelum ambles, pada Senin (2/9/2019) itu sudah ada retakan.

Oleh sebab itu, sebelum kejadian sudah ada himbauan untuk warga agar waspada. Dengan adanya antisipasi sejak dini itu, dia merasa bersyukur karena peristiwa ini tidak sampai memakan korban jiwa. Namun begitu, dia berharap pada Pemerintah Daerah agar memberikan perhatian berupa bantuan untuk direlokasi.

Dia menduga, amblesnya tanah ini dipicu karena air yang ada di Bengawan Solo semakin menyusut. Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, lanjutnya, sungai terpanjang se-Pulau Jawa ini belum pernah mengalami surut seperti sekarang ini, untuk tahun ini lebih parah.

“Sekarang ini tinggal di dapur, karena itu yang masih tersisa. Dari pemerintah daerah katanya akan ada bantuan, entah tahun depan atau kapan, belum ada kejelasan lagi”. Katanya.

baca juga : Kemarau, Bekas Perkampungan Muncul di Waduk Gajah Mungkur

 

Nur Riyati (65), berpose didepan rumahnya yang sudah roboh karena tanahnya ambles. Warga berharap adanya bantuan dari Pemerintah Daerah. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan kajian geologis, salah satu faktornya yaitu karena efek dari gempa yang terjadi di kawasan pantai utara, pusatnya di utaranya Tuban, Jawa Timur, beberapa waktu yang lalu. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Dikhawatirkan Longsor Meluas

Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lamongan , Mugito, menjelaskan, saat kejadian, pihaknya sudah melakukan peninjauan ke lokasi, dan juga berkoordinasi dengan beberapa instansi terkait, seperti pihak Badan Pengawas Bengawan Solo (BPBS) serta petugas kewilayahan, bagaimana penanganan selanjutnya.

“Insya allah kemarin yang di desa Gendong itu kita seharian ikut membantu masyarakat juga dalam pembongkaran rumah yang kena longsor,” katanya.

Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga sudah memberikan bantuan berupa makanan dan kebutuhan lain. Kepala Daerah dalam waktu dekat juga direncanakan akan menyantuni para korban yang terdampak, namun masih dalam proses.

Untuk jangka panjangnya, Pemerintah Daerah, kata Mugito, akan melakukan kajian bersama instansi terkait yang nantinya akan mengupayakan untuk merelokasi, kekhawatirannya longsor itu nantinya malah akan berdampak ke yang lain, karena longsor itu nantinya terus bergerak. “Sebelum itu kan harus dilakukan kajian lintas teknis terlebih dahulu. Berkaitan dengan lahan, proses teknisnya pemindahan seperti apa,” imbuhnya.

Dia menambahkan, selama musim kemarau tahun ini sudah ada delapan titik longsor di Lamongan, dampaknya sudah 14 rumah warga yang menjadi korban. Lanjutnya, di bantaran sungai yang memiliki karakteristik topografi relatif datar ini di setiap tahunnya selalu ada tanah yang longsor. Dia menilai, untuk tahun ini longsornya lebih berat dari tahun-tahun sebelumnya.

“Yang diharapkan masyarakat tetap bersabar dan bertawakal. Insya allah nantinya pemerintah pasti akan melakukan upaya-upaya agar dampaknya tidak semakin meluas, ditunggu dulu prosesnya,” kata dia.

perlu dibaca : 21 Provinsi Terjadi Subsiden Tanah, Ancaman Terbesar Berada di Kawasan Pesisir, Seperti Apa?

 

Dua bocah melintas di area terjadinya tanah ambles. Petugas setempat mengatakan, selama musim kemarau tahun ini sudah ada delapan titik longsor. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Tanah yang ambles, ukuran kedalaman antara 3-4 meter, panjangnya hampir 300 meteran. Sementara itu, lebarnya sekitar 25-50 meter. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Penangggulangan

Berdasarkan kajian geologis yang di datangkan oleh BPBS salah satu faktor penyebabnya yaitu efek dari gempa yang terjadi di kawasan pantai utara beberapa waktu yang lalu, pusatnya di utaranya Tuban, Jawa Timur.

Sehingga di kanan kiri sungai Bengawan Solo yang mempunyai potensi longsor itu tanahnya turun, “Seperti likuifaksi begitu, dari kajian geologis kemarin, katanya ini termasuk salah satu jenis likuifaksi ringan, pola tanahnya turun tegak,” beber Mugito.

Sementara itu, untuk ukuran tanah yang ambles, kedalamannya antara 3-4 meter, panjangnya hampir 300 meteran. sedangkan, lebarnya sekitar 25-50 meter.

Saat dihubungi terpisah, Pakar Geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Amien Widodo, mengatakan, jika dilihat secara geologi, di daerah itu merupakan daerah lekukan sungai, atau daerah meander sungai bagian luar. Kalau meander bagian luar itu sifatnya erosit. Sedangkan dibagian seberangnya, katanya, bersifat deposisi. Bagian erosit itulah yang biasanya mudah sekali terjadi longsor.

Hal tersebut bisa disebabkan karena kondisi air laut surut, sehingga memang memungkinkan air tanah yang ada di sungai itu juga ikut turun, “Jika di pelajari, di daerah itu saat kondisi air surut, longsor memang sudah biasa terjadi. Selain itu, pergerakan tanah juga bisa terjadi ketika sungai berkecepatan besar,” tuturnya.

Untuk itu, lanjut Amien, jika dilihat dari ketebalan endapannya memungkinkan untuk dibuatkan benteng, penangggulangannya bisa dilakukan dengan cara dibuatkan tembok penahan, agar airnya tidak masuk, kalau endapannya masuk terlalu dalam juga agak susah. Selain itu, alternatif lain, di bantaran sungai Bengawan Solo ini bisa juga ditanami pohon-pohon yang mempunyai akar kuat.

 

Exit mobile version