Mongabay.co.id

Pengembalian Limbah B3 Tak Sampai Negara Asal? Importir Terancam Sanksi

Sampah plastik impor yang akan dikembalikan ke negara asal. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Pemerintah berkomitmen menolak impor bahan baku scrap plastic dan kertas yang disusupi limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3). Importir pun wajib mengembalikan sampah ke negara asal. Kalau sampai pengembalian kontainer sampah dialihkan ke negara lain atau terjadi pelanggaran dalam perjalanan, Kementerian Keuangan akan melaporkan kepada Sekretariat Konvensi Basel. Pemerintah Indonesia pun akan memberikan sanksi kepada importir.

Sampai Oktober 2019, ada 374 kontainer berisi limbah B3 sudah reekspor atau kembali ke negara asal. Bea Cukai bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengecek 2.194 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak, Batam, Pelabuhan Tanjung Priok, Tangerang dan Pelabuhan Tanjung Emas.

”Dari 374 kontainer sudah reekspor dan 210 kontainer masih dalam proses reekspor,” kata Heru Pambudi, Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, saat konferensi pers akhir Oktober lalu.

Dia bilang, 257 kontainer berasal dari Tanjung Perak, Batam (92), Tanjung Priok (2), Tangerang (23). Limbah ini dari Prancis, Jerman, Belanda, Slovenia, Belgia, Inggris, Selandia Baru, Australia, Amerika, Spanyol, Kanada, Hong Kong dan Jepang.

Pemerintah pun telah memerintahkan perusahaan importir untuk mereekspor kontainer yang terkontaminasi limbah b3 itu ke negara asal.

”Jika perusahaan tidak reekspor ke negara asal, pemerintah akan memberikan tindakan tegas,” kata Rosa Vivien Ratnawati, Direktur Jenderal Pengeloaan Sampah, Limbah dan B3, KLHK.

Aksi pemerintah ini tercantum dalam UU Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) dan UU Nomor 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah. Kedua aturan melarang memasukkan limbah ke wilayah Indonesia.

Vivien mengatakan, reekspor merupakan amanat UU. Kalau importir tak reekspor dengan benar, akan kena sanksi administrasi berupa pencabutan izin impor. ”Selain itu, perusahaan juga bisa kena sanksi pidana untuk memberikan efek jera.”

Selain itu, ketentuan pengembalian limbah B3 ke negara asal diatur dalam Konvensi Basel, sebuah perjanjian internasional yang mengontrol pergerakan limbah berbahaya antar negara. Indonesia, katanya, salah satu negara yang meratifikasi konvensi ini.

 

Jim Puckett, Direktur Eksekutif Basel Action Network (BAN). Foto: M Ade Maulidin/ Mongabay Indonesia

 

Pada 28 Oktober, Yayasan Nexus3 dan Basel Action Network (BAN) merilis laporan terjadi pelanggaran dalam reekspor limbah yang seharusnya kembali ke Amerika Serikat, yakni, PT MSE dan PT SM di Jawa Timur.

Dari 58 kontainer reekspor terdeteksi dialihkan ke India (38 kontainer), Thailand (1), Korea Selatan (3), Vietnam (1), Meksiko (1), Belanda (1) dan Kanada (1). Hanya 12 dari 58 kontainer yang benar-benar kembali ke Amerika Serikat.

Heru Pambudi mengatakan, dugaan penyelewengan reekspor ini, Bea Cukai telah melakukan mengecek dokumen reekspor. ”Dalam dokumen reekspor secara implisit, final destination negara asal. Dalam pemantauan kita, ternyata beberapa kontainer belum sampai ke negara asal, AS dan Denmark. Sebagian masih di Singapura, Malaysia, dan Thailand,” katanya.

PT MSE, katanya, negara tujuan reekspor tertulis Amerika Sekrikat 38 kontainer, terdiri dari 15 kontainer ke JC Horizin Ltd., US LGB/ Long Beach, 10 kontainer ke JC Horizon Ltd, USSEA/ Seattle dan 13 kontainer ke Ekman Recycling USBAL/Baltimore. Sedangkan, PT SM tertulis negara tujuan reekspor adalah Jerman, negara asal barang, sebanyak 20 kontainer ke Melosch Export GMBH, Deham/Hamburg.

Heru memastikan, tak pernah merekomendasikan pengiriman reekspor ke negara lain, selain negara asal. ”Nanti kita lakukan pendalaman, jika ada usaha untuk tak mengirim ke negara asal, kami akan pemeriksaan lebih lanjut.”

Vivien mengatakan, langkah reekspor berdasarkan kerja sama antar pebisnis, dengan melihat kontrak kerjasama importir dan eksportir.

”Ketika pelaksanaan tidak berjalan baik, yang bisa ditindaklanjuti Konvensi Basel, yaitu perpindahan lintas batas limbah B3 yang sudah diratifikasi,” katanya.

Berarti, kalau kontainer sedang transit ini tak kembali ke negara asal, pemerintah akan menggunakan mekanisme Konvensi Basel dengan mengirimkan notifikasi kepada negara asal, melalui Kementerian Luar Negeri, dengan jalur hubungan luar negeri.

”Jika negara asal tidak mau menerima, akan dilaporkan ke sekretariat Konvensi Basel.”

Vivien menegaskan, dengan langkah reekspor ini terbukti memberikan efek jera. Kontainer yang masuk kini bersih dan tak tercampur lagi limbah B3.

Pemerintah mengatakan, ada impor sampah karena keperluan perusahaan daur ulang kertas di Indonesia masih perlu bahan baku. Langkah itu, ternyata terkontaminasi dengan limbah bebahaya, bercampur popok, plastik, oli dan bahan cair lain.

Vivien sedang mengupayakan, ada kebijakan pemilahan sampah oleh bank sampah dan bisa dihubungkan dengan pabrik daur ulang.

Sebelumnya, Teuku Faizasyah, pelaksana tugas juru bicara (Plt Jubir) Kementerian Luar Negeri menggatakan, Kemenlu sudah memanggil para duta besar negara asal yang pemilik kontainer yang mengandung limbah sampah plastik.

”Kemenlu menindaklanjuti instruksi presiden, Ibu Menlu menginstruksikan beberapa pejabat memanggil duta-duta besar negara asal dari kontainer. Sudah dipanggil dan sudah ada komitmen bersama.”

Ke depan, pemerintah mengkaji, mengevaluasi dan memberikan nota peringatan kepada negara pengekspor kalau tidak ada langkah kooperatif dan korektif.

Dia bilang, negara asal harus memastikan tak meninggalkan kontainer yang mengandung limbah bahan berbahaya dan mengingatkan untuk mengekspor sampah berbahaya.

Keputusan untuk re-ekspor atau mengirim kembali kontainer sampah yang terindikasi limbah B3 menjadi keputusan mutlak.

 

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansi mengamati sampah kertas impor dari berbagai negara Eropa, di area pabrik kertas Pakerin. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Pembiaran?

Yayasan Nexus mengidentifikasi 70 nomor kontainer yang disita pemerintah, ada 58 kontainer berasal dari Amerika Serikat. Sebanyak 25 kontainer dikirimkan Cosco Shipping Line, 13 oleh Maersk Shipping Line, dan 20 lain oleh Hyundai Line. Kemudian, kelompok pengawas perdagangan limbah Basel Action Network (BAN) melacak jalur pengembalian kontainer ilegal.

BAN menemukan, dari 58 kontainer yang seharusnya dikembalikan ke AS, 38 kontainer dialihkan ke India, tiga ke Korea Selatan, dan satu kontainer masing-masing pergi ke Thailand, Vietnam, Meksiko, Belanda, dan Kanada. Hanya 12 dari 58 yang benar-benar kembali ke AS seperti janji pemerintah.

Satu contoh, dalam laporan kontainer dengan nomor CAIU8640562, pengiriman bahan daur ulang mulai 16 Mei 2019 dari Seattle, Amerika Serikat, tiba di Indonesia 2 Agustus 2019. Sempat transit di Tiongkok. Saat tiba di Jawa Timur, pemeriksaan kontainer oleh Bea Cukai dan ada terkontaminasi limbah b3 dan diperintahkan reekspor.

Pada 4 Agustus 2019, kontainer berangkat dan transit di Singapura pada 11 Agustus 2019. Selanjutnya, berangkat kembali pada 25 Agustus 2019. ”Itu sekitar dua minggu berhenti di Singapura. Dugaan kami sedang mencari pembeli,” kata Yuyun Isnawati, Direktur Eksekutif Yayasan Nexus3.

Pada 6 September 2019, sampai di India dan sehari setelah itu—7 September 2019–keluar dari pelabuhan dan tujuan terakhir diangkut melalui kereta.

Langkah pengembalian limbah b3 ini, katanya, sebagai perdagangan pencemaran terselubung. Pasalnya, pemerintah Indonesia kedapatan mengizinkan reeksportasi pengiriman kontainer dari Amerika Serikat ke negara-negara Asia lain. Alih-alih kirim ke negara pengekspor, kontainer-kontainer ini malah ke India, Thailand, Korea Selatan, dan Vietnam.

Menurut Yuyun, sejak awal pemerintah melakukan notifikasi kepada negara asal pengirim limbah, meski impor ini antar bisnis. Bisnis, katanya, juga berada di bawah aturan negara.

“Sudah jadi norma internasional, ekspor limbah ilegal menjadi tanggung jawab negara pengekspor, dalam hal ini Amerika Serikat. Negara pengekspor memiliki kewajiban mengambil kembali limbah,” kata Jim Puckett, Direktur Eksekutif Basel Action Network (BAN).

Dengan cara ini, para eksportir dapat dituntut atas ilegalitas apapun dan masalah sebenarnya dapat diselesaikan ketimbang kirim ke negara lain.

Yuyun menyayangkan, sikap pemerintah tidak tegas. Kalau pemerintah serius proses ini secara terbuka. ”Kalau seperti ini kesannya mencla-mencle, hingga pengusaha Amerika dan Eropa menganggap enteng, pemerintah bisa dinegosiasi, pemain nakal negara maju masih lolos yang sebenarnya bisa disalahin.” Apalagi, Amerika Serikat, tak mau tergabung dalam Konvensi Basel.

Ketidaktegasan pemerintah Indonesia ini, katanya, menjadi bukti Indonesia turut membiarkan perilaku perusahaan maju mencemari negara berkembang.

 

Setop impor sampah

Organisasi lingkungan mendesak, Pemerintah Indonesia, menyetop impor sampah. Kalau impor limbah B3 terus masuk Indonesia, tidak hanya pencemaran lingkungan juga gunungan sampah seperti kertas, plastik, dan elektronik bakal berdampak bagi kesehatan pada jangka panjang.

“Kami menyerukan kepada presiden larang total impor limbah,” kata Nur Hidayati, Direktur eksekutif Walhi Nasional.

Pencemaran lingkungan dampak B3, katanya, pernah dialami Tiongkok. “China telah melarang impor hampir semua limbah sejak dua tahun lalu,” kata Daru Setyo Rini, Manajer Riset dan Program Pembangunan, Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton).

Pemerintah Indonesia, mengatakan, impor limbah B3 sebagai tindakan ilegal. Langkah ini lanjut dengan mengklaim reekspor ke negara asal yakni Amerika Serikat.

AS, katanya, harus menerima limbah B3 yang telah reekspor sebagai bentuk tanggungjawab terhadap lingkungan. Hal ini dibarengi dengan pemberian notifikasi oleh negara yang mereekspor kepada negara asal dalam suatu perjanjian.

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Bassel Ban Amandement pada 2005 dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 45/2005. Malahan, negara ini bersama Swiss sebagai dua negara pertama yang menandatangani.

Kovensi Basel berisi larangan ekspor limbah B3 ke negara-negara Uni Eropa, dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), dan Liechtenstein.

Sebanyak 87 negara meratifikasi Konvensi Basel sampai sekarang, tak termasuk Amerika Serikat. Ketentuan ini akan dipaksakan ke berbagai negara mulai 5 Desember 2019.

Untuk membuktikan reekspor limbah dilakukan Pemerintah Indonesia ke AS dengan teknik pelacakan pengiriman oleh BAN. Kegiatan ini didukung Yayasan Nexus3, Yayasan Ecoton, dan Walhi.

Kemudian, empat organisasi lindungan hidup memantau keberadaan 70 nomor peti kemas dengan teknik pelacakan pengapalan. Hal ini dilakukan oleh BAN yang merupakan organisasi pengawas perdagangan limbah dunia dengan hasil banyak kontainer limbah tak sampai negara tujuan.

“Pemerintah Indonesia melanggar janji mengembalikan limbah ke negara asal dan gagal memberi tahu pemerintah negara penerima,” kata Yuyun.

Kebijakan reekspor linbah B3 ke negara asal atau negara pengalihan, katanya, harus diketahui dan disetujui negara itu. Langkah ini dengan bekerjasama yang dilanjutkan dengan permintaan pengolahan limbah yang berwawasan lingkungan.

Dari langkah tadi, katanya, belum diketahui apakah Pemerintah Amerika Serikat, telah menerima informasi tentang ekspor limbah B3 secara legal dan menyetujui reekspor. “Bahkan, apakah mereka mengetahui negara pengalihan limbah ini memiliki fasilitas pengolahan limbah?”

Dia mendesak, penyimpangan reekspor limbah B3 dari Indonesia harus diselidiki penegak hukum. Mereka, harus menuntut siapa saja yang terlibat dalam perdagangan limbal B3.

“Apabila mereka tidak dituntut, kriminalitas ini akan terus berlanjut mencemari Indonesia,” kata Puckett.

Dari tindakan ini, katanya, kalau sejumlah perusahaan terlibat, pemerintah harus memberikan sanksi seperti pencabutan izin. Bahkan, mereka dapat dituntut pidana atas kejahatan itu.

Pemerintah Indonesia, katanya, juga harus mendorong negara-negara yang jadi pengalihan reekspor limbah B3 melakukan tuntutan hukum kepada pihak-pihak bersangkutan.

Dharmesh Shah, Country Coordinator Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) di India telah meminta penyelidikan reekspor limbah B3 dari Indonesia. Tindakan ini, setelah temuan limbah B3 dari impor melalui pintu belakang, padahal negara ini melarang impor limbah plastik.

 

Keterangan foto utama:  Sampah plastik impor yang akan dikembalikan ke negara asal. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

Protes sampah impor di Kedutaan AS di Jakarta. Foto: Indra Nugraha/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version