Mongabay.co.id

Cerita Ponpes Berwawasan Lingkungan yang Menuju Kemandirian

 

Anak-anak santri berpeci hitam yang usianya baru menginjak belasan itu terlihat sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang tengah menata bibit tanaman, membuat media tumbuh jamur tiram putih, serta ada pula yang berada di kandang magot.

Sedangkan para santriwati terlihat membuat ecobricks dengan memasukkan limbah plastik ke dalam botol bekas air mineral. Begitulah gambaran suasana Pondok Pesantren (Ponpes) Rubat Mbalong Ell Firdaus yang berada di Kedungreja, Cilacap, Jawa Tengah (Jateng).

Bangunan Ponpes tidak ada pagar kelilingnya sehingga menyatu dengan pemukiman penduduk. Anak-anak santri juga terlihat santai meski tengah menunaikan tugasnya masing-masing. Sekretaris Ponpes Ell Firdaus, Khusni, mengatakan bahwa Ponpes setempat tidak banyak membuang sampah, karena sampah organik maupun anorganik dikelola.

“Untuk sampah anorganik yang terdiri dari plastik, dikumpulkan untuk membuat ecobricks. Sampah plastik dimasukkan ke dalam botol bekas air mineral. Setelah jadi ecobricks, maka bisa dimanfaatkan untuk membuat tempat duduk dan pembuatan tembok. Jadi ternyata sampah bisa berubah jadi berkah,” ungkap Khusni, beberapa waktu lalu.

baca : Cerita Pondok Pesantren Anti Sampah Plastik di Sumenep

 

Para santri perempuan tengah membuat ecobricks dari limbah plastik di Ponpes Ell Firdaus Cilacap. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Ia mengungkapkan untuk sampah organik atau sisa sayuran dan buah-buahan juga dimanfaatkan sebagai pakan magot  (black soldier fly/Hermetia illucens) yang dibudidayakan Ponpes Ell Firdaus.

“Inilah salah satu solusi penanganan sampah. Karena santri di Ponpes Ell Firdaus cukup banyak dan menghasilkan sampah organik. Dengan adanya budidaya tersebut, maka dapat menyedot sampah organik,”katanya.

baca : Lalat Tentara Hitam sebagai Satu Solusi Penanganan Sampah, Seperti Apa?

Santri lainnya, Mustolih, yang merupakan Koordinator Divisi Pertanian Ponpes Ell Firdaus mengatakan saat ini ada sejumlah usaha yang dijalankan divisinya di antaranya adalah pembuatan bibit serta pembuatan pupuk cair dan padat.

“Pembibitan telah dilaksanakan sejak tahun 2014, pada saat Ponpes mendapat bantuan dari Kantor Bank Indonesia (BI) Purwokerto melalui Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Pada awalnya, kami sengaja membibitkan cabai dan kemudian dibagi-bagikan secara gratis kepada masyarakat,”ujarnya.

Kini, pembibitan tanaman sudah semakin banyak jenisnya, mulai dari buah-buahan dan tanaman keras lainnya. “Pembibitan tetap jalan dan sekarang dilengkapi dengan penambahan usaha yakni pembuatan pupuk baik padat maupun cair. Bahan pembuatan pupuk padat dan cair adalah kotoran maupun kencing ternak. Saat ini, kami bisa menjual pupuk padat dengan harga Rp1.000 per kg dan untuk yang cair Rp10 ribu setiap liternya. Lumayan sih, meski belum terlalu banyak. Setiap bulannya, ada hasil Rp1 juta,” jelas Mustolih.

Tak hanya itu, di bagian belakang ada budidaya sayuran serta lele serta ternak. Hampir di setiap jengkal tanah di Ponpes tersebut, dijadikan tempat untuk budidaya. Sebagai pengelolanya adalah para santri. Karena sebagian besar santri masih bersekolah, maka mereka mengurus sepulang sekolah. Namun, bagi yang telah lulus, mereka mengurus usaha dari pagi sampai sore. Pada malam harinya, baru mereka belajar agama. Jadi, Ponpes Ell Firdaus tidak sebatas mengajarkan ilmu agama, melainkan juga kewirausahaan.

menarik dibaca : Akhirnya, Teknologi Bioflok untuk Lele Masuk Pesantren

 

Budidaya magot lalat tentara hitam (black soldier fly) dengan pakan sampah organik di Ponpes Ell Firdaus, Cilacap. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Pendiri sekaligus Pimpinan Ponpes Rubat Mbalong Ell Firdaus, Muhamad Achmad Hasan Mas’ud atau biasa dipanggil Gus Hasan mengungkapkan kalau Ponpes yang dipimpinnya tidak hanya membekali para santri dengan ilmu agama saja, melainkan juga kewirausahaan.

“Di Ponpes Ell Firdaus, kami mendirikan beragam unit usaha. Bahkan, sejumlah unit usaha sangat mempedulikan lingkungan, dengan mengelola sampah baik organik maupun anorganik serta pertanian ramah lingkungan. Kami sengaja membangun unit-unit usaha, salah satunya untuk kemandirian Ponpes. Apalagi, saat ini ada 250-an santri yang terdaftar di Ponpes Ell Firdaus,”jelasnya.

Mengapa Gus Hasan membuat Ponpes Ell Firdaus mendirikan unit usaha? Ternyata sewaktu menjadi santri seorang Kyai besar NU yakni KH Sahal Mahfudz, ada pesan yang disampaikan. Bahwa sesungguhnya Ponpes itu miniatur masyarakat, dan pada saatnya para santri harus terjun ke masyarakat.

“Maka dari itu, ilmu agama tidak cukup, harus ada bekal kewirausahaan. Sehingga begitu selesai nyantri dan kembali ke masyarakat, sudah siap dengan usaha yang ditekuninya. Jadi, unit usaha yang didirikan tidak hanya untuk kemandirian Ponpes, tetapi bagaimana membekali santri pada saat kembali ke masyarakat,” kata Gus Hasan yang usianya baru 43 tahun.

Ia mengatakan sejak awal mendirikan Ponpes Ell Firdaus memang telah berangan-angan menjadikannya tidak saja sebagai pusat pendidikan agama, melainkan juga sebagai tempat belajar berwirausaha.

“Kami memulai usaha, salah satunya adalah budidaya lele dan pertanian organik. Dalam perkembangannya, Kantor BI Perwakilan Purwokerto mengajak kerja sama dalam KRPL yang kemudian berkembang menjadi usaha pembibitan sampai sekarang. Kemudian ada program lanjutan seperti membangun rumah jamur serta pengembangan kandang ternak dan biogas. Sejak tahun 2018 lalu hingga sekarang, bersama BI Purwokerto mengembangkan tepung mocaf (modified cassava flour/tepung singkong modifikasi) dengan bahan baku singkong,”ujarnya.

Tepung mocaf dikembangkan karena pasarnya terbuka dan dapat memfasilitasi petani singkong yang ada di sekitar Cilacap. “Dengan mengembangkan tepung mocaf, maka potensi lokal yakni singkong dapat terangkat. Saat sekarang, kami telah mulai mencoba memproduksi tepung mocaf, meski skalanya masih terbatas. Namun demikian, kami tertantang untuk terus mengembangkan potensi lokal tersebut. Apalagi, kalau produksinya bagus, maka dapat menggantikan tepung terigu berbahan baku gandum. Padahal, kalau gandum masih impor,” jelasnya.

Saat ini, Ponpes Ell Firdaus membutuhkan sekitar satu ton singkong setiap bulannya yang menghasikan sekitar satu kuintal tepung mocaf. Tepung mocaf tersebut kemudian dibungkus dengan berat 0,5 kg seharga Rp8.000 dan 1 kg seharga Rp15.000. Para petani singkong juga terdongkrak pendapatannya, karena harga singkong yang sebelumnya Rp1.000/kg dapat meningkat menjadi Rp1.500/kg.

perlu dibaca : Achmad Subagio, Profesor Muda Pejuang Singkong

 

Para santriwati Ponpes Ell Firdaus tengah menjemur potongan singkong sebagai bahan baku tepung mocaf. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Kerjasama BI

Secara terpisah, Manajer Unit Pengembangan Ekonomi Kantor Perwakilan BI Purwokerto Kunto Hari W mengatakan BI mulai menjalin kerja sama dengan Ponpes Ell Firdaus pada 2014. Awalnya, BI pusat bersama Kementerian Agama (Kemenag) menandatangani kerja sama.

“Kemudian kami di daerah  sebagai kepanjangan tangan kantor pusat menjajaki kerja sama dengan Ponpes. Salah satunya adalah Ell Firdaus melalui program KRPL. Dari itulah berlanjut sampai sekarang,” katanya.

Kunto mengungkapkan banyak pertanyaan yang muncul, kenapa BI menjalin kerja sama dengan ponpes, apa hubungannya?

“BI memang memiliki tugas utama menjaga kestabilan mata uang rupiah. Menjaga stabilitas rupiah tidak hanya dengan nilai tukar mata uang asing, namun juga barang dan jasa. Hal itu terkait erat dengan pertumbuhan ekonomi. Nah, Ponpes merupakan salah satu pusat ekonomi selain pasar, mal, pabrik dan lainnya. Sebab, di situ ada perputaran zakat, infaq dan sodakoh. BI mengambil peran mendorong Ponpes, tidak hanya merupakan tempat menimba ilmu agama dan pengetahuan, melainkan juga dapat mendidik santri dengan kemampuan berwirausaha. Terbukti, selama lima tahun kerja sama dengan Ell Firdaus, ponpes setempat semakin maju dalam mengembangkan usaha mereka,” jelasnya.

Tahun ini, BI dan Ponpes Ell Firdaus mengembangkan demplot singkong guna meningkatkan jumlah bahan baku mocaf. “Ponpes nantinya bisa menjadi basis produsen mocaf sebagai komoditas halal. Di sisi lain, pengembangan produksi mocaf bakal mendongkrak harga bahan baku. Petani singkong juga mendapat dampak positif karena meningkatnya pendapatan. Ini juga merupakan upaya untuk membangun sentra-sentra ekonomi baru,” tambah Kunto

 

Exit mobile version