Mongabay.co.id

Nasib Gajah dan Harimau di Riau Makin Terdesak

Gajah Dita ditemukan dalam keadaan busuk di Riau. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Nasib satwa langka, dan dilindungi makin menyedihkan di Riau. Habitat makin terdesak, konflk dengan manusia, sampai perburuan untuk perdagangan. Pada Oktober saja, banyak kejadian suram bagi satwa di Riau. Minggu pertama Oktober, gajah Dita mati dalam kubangan parit pembatas kebun masyarakat di Suaka Margasatwa Balai Raja, Kecamatan Mandau, Bengkalis.

Gajah betina usia 25 tahun ini, ditemukan sudah membusuk. Isi perut berserakan. Sejak 2014-2018, Dita dalam pengawasan medis Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Riau, karena tak punya tapak kaki sebelah kiri bagian depan setelah terkena jerat.

Baca juga: Harimau Terkam Buruh Kebun Sawit di Riau, Apa Kata Mereka?

Hasil pemeriksaan makroskopis (post mortem), menyatakan, Dita mengalami pembengkakan hampir semua tubuh. Tak ada tanda-tanda kekerasan fisik maupun keracunan. Hasil patologi anatomi atau bedah bangkai, menyatakan, telapak kiri alami kematian jaringan dengan diameter 26 cm, otot tulang metacarpal sampai scapula mengalami peradangan sepanjang 245 cm dan jaringan sudah mengalami nekrosa.

Organ paru-paru, jantung, hati, usus besar dan halus maupun ginjal mulai lisis dan nekrosa. Dalam lambung terdapat sedikit sisa pakan. Diagnosa tiga dokter BKSDA Riau dari hasil nekropsi dan pemeriksaan patologi anatomi, menyimpulkan, Dita alami peradangan seluruh tubuh karena infeksi atau septikemia/sepsis.

BKSDA Riau mendata, selain Dita juga ada satu gajah betina dewasa dan satu anak gajah lain di SM Balai Raja. Data WWF Riau, gajah mati bukan hanya Dita. Pada 2016, dua gajah betina dewasa mati karena sakit dan kesetrum pagar listrik warga yang melindungi kebun.

Syamsidar, WWF Riau, mengatakan, gajah di SM Balai Raja ada 25 pada 2014. Setahun terakhir, hanya lima sampai tujuh gajah terpantau. Selain Dita, ada Seruni, Rimba, Getar, Codet dan Bara.

 

Empat hari di PLG Minas, Togar, mulai nafsu makan dan aktif. Dia diberi buah-buahan dan tumbuhan hijau. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Seminggu kemudian, jerat hewan kembali mengancam anak gajah jantan yang belum genap satu tahun. Kaki depan sebelah kiri luka cukup dalam dan agak genting karena nilon. Anak gajah itu meronta-ronta dalam kubangan air sebelum ditangani BKSDA Riau, 15 Oktober 2019. Perkiraan BKSDA Riau, anak gajah terlilit jerat selama dua hari.

Kondisi kian lemah setelah tim penyelamat berhasil melepas jerat sekitar pukul 18.00. Usia gajah masih muda dan kekuatan masih rendah, tim langsung mengevakuasi ke Pusat Latihan Gajah (PLG) Minas.

Suharyono, Kepala BKSDA Riau, mengatakan, anak gajah itu tertinggal dari rombongan di konsesi PT Arara Abadi, Distrik Melibur, Desa Lubuk Umbut, Kecamatan Sungai Mandau, Siak. Mereka tak ingin kejadian seperti Dita terulang kembali bila diobati di alam lepas.

Dia menamai anak gajah itu, Togar dan menunjuk Sahron Sianipar, petugas di PLG Minas, sebagai pengasuh. Togar adalah rombongan gajah SM Giam Siak Kecil. Pertamakali tiba, kondisi Togar sangat mengkhawatirkan. Kulit seperti mengelupas, lemah, tak nafsu makan dan sulit bergerak.

Empat hari kemudian, barulah tanda-tanda membaik dan aktif. Togar mau diajak jalan meski pincang. Sudah nafsu makan. Sahron memberinya tebu, pepaya, jagung dan tumbuhan hijau lain.

Togar doyan minum air gula merah. Tiap pagi dan sore, dokter BKSDA juga beri antibiotik, obat merah dan salap pada luka di kaki Togar.

“Makanan bernutrisi menambah stamina dan mempercepat pemulihan luka bekas jerat. Lagi pula, gajah itu belum genap setahun, masih menyusu,” kata Sahron.

Selang seminggu, giliran Polair Polda Riau menangkap seorang pelaku yang menguasai 1.500 blangkas di Kepenghuluan Panipahan Laut, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Rokan Hilir.

 

Polair Polda Riau menyita 1.500 blangkas dari 15 fiber di gudang Boymin. FotoL Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Irfan atau Ipay, diamankan polisi karena mengemas blangkas mati ke dalam 15 fiber di gudang milik Boymin. Satwa dilindungi berdasarkan UU Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem itu hendak diselundupkan ke Malaysia.

Irfan tinggal di Kecamatan Tanjung Balai, Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara. Setelah diamankan, Irfan dan barang bukti langsung diangkut ke Bagansiapiapi dan meneruskan perjalanan ke Pekanbaru dengan pengawalan polisi.

Pengakuan Irfan, seperti disampaikan Dirpolair Polda Riau Badaruddin, saat pemusnahan barang bukti, blangkas itu dibeli dari masyarakat dengan kisaran harga Rp20.000-Rp30.000 dalam keadaan mati. Irfan dapat untung Rp5.000 tiap satu blangkas setelah dikirim ke Malaysia. Di sana, blangkas akan diterima Buyung, sebagai penampung.

Badaruddin mengimbau, masyarakat tak memperdagangkan blangkas atau tindakan lain yang dapat memusnahkan satwa itu. Sosialisasi itu juga disampaikan di Dumai dan Pulau Rupat, daerah paling banyak ditemukan blangkas. “Blangkas bermanfaat untuk masyarakat karena bersihkan laut, mengurai sampah dan memakan kotoran,” katanya.

 

Konflik harimau dan manusia

Konflik harimau dan manusia juga terjadi 24 Oktober 2019 di Indragiri Hilir, Riau. Wahyu Kurniadi, asal Aceh bekerja di perusahaan kontraktor, PT Kencholin Jaya rekanan perusahaan hutan tanaman industri, PT Riau Indo Agropalma (RIA), diterkam harimau dari belakang dan dibawa lari. Pria 19 tahun ini bersama empat teman berada di areal kerja PT Ria petak RIAE 021301, Kecamatan Pelangiran, Indragiri Hilir. Teman-temannya sempat mengejar harimau yang membawa lari Wahyu. Naas, Wahyu meninggal dunia dengan empat gigitan di sekitar tengkuk.

Baca juga: Cerita Warga Dusun Sinar Danau yang Terteror Harimau (Bagian 1)

Wahyu ditemukan oleh teman-temannya sekitar pukul 15.00. Dia langsung di bawa ke camp sebelum diperiksa di UPT Puskesmas Pelangiran sekitar pukul 21.00. Malam itu juga, Tim Pengamanan BKSDA Riau langsung ke lokasi, menenangkan masyarakat dan minta keterangan perusahaan. Sebelumnya, tim koordinasi dengan Polsek Pelangiran dan Polres Indragiri Hilir untuk mengetahui kebenaran peristiwa itu.

Tim juga menganalisa lokasi kejadian dengan peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya. Termasuk menerima masukan dari pihak lain.

 

Bonita, setelah berhasil dievakuasi. Foto: Facebook KLHK

 

Suharyono bilang, hasil analisa jadi keputusan pertimbangan kelestarian kantong harimau di SM Kerumutan.

Sejak awal Oktober, Rayo Ketua RT38 Sinar Danau, Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Indragiri Hilir, kirim surat ke bupati. Surat itu ditembuskan ke 11 instansi termasuk BKSDA Riau. Dia minta, bupati ambil tindakan tegas mengatasi keresahan warga yang melihat harimau saat mencari ikan di sungai.

Tangkap ikan jadi terganggu. Mereka resah dan tak ingin ada korban lagi. Kekhawatiran itupun terjadi dan menimpa Wahyu.

Kematian Wahyu menambah korban mangsaan harimau di lansekap Kerumutan tahun ini. Pada 23 Mei, harimau menerkam M Amri, pekerja PT RIA di kanal sekunder 41, Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir.

Pada Agustus, giliran Darmawan asal Sumatera Selatan, diterkam di konsesi PT Bhara Induk, juga lansekap Kerumutan.

Tahun lalu, harimau Bonita, di kantong Kerumutan sudah merenggut dua nyawa, Sumiati dan Yusri. Bonita, harimau yang diketahui merenggut nyawa dua orang itu mau tidak mau harus dievakuasi BKSDA.

Tahun ini, BKSDA Riau tak evakuasi, kata Suharyono, karena wilayah itu memang rumah harimau. “Lansekap Kerumutan kantong harimau di Riau. Tak bijak mengevakuasi harimau dari rumahnya,” katanya, seraya bilang, akan evaluasi menyeluruh atas kejadian konflik manusia dan harimau, yang berulang.

 

Keterangan foto utama:  Gajah Dita ditemukan dalam keadaan busuk di Riau. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

Gajah Togar ditemukan meronta-ronta setelah dua hari kaki kirinya terkena jerat nilon di areal konsesi PT Arara Abadi. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version