Harimau Sumatera liar yang berkeliaran di kebun sawit PT Tabung Haji Indo Plantations (THIP) bikin hidup warga sekitar was-was sekitar hampir satu tahun ini terlebih setelah menelan dua korban jiwa. Upaya berlipat ganda dari tim gabungan penanganan Bonita belum berhasil merelokasi harimau hingga kini sejak operasi besar awal Januari lalu.
Selama dua hari, 18-19 Maret 2018, Mongabay datang ke Dusun Sinar Danau, Kecamatan Pelangiran, Indragiri Hilir, Riau “merekam” teror si harimau betina terhadap 400-an jiwa penduduk.
Bukan saja lantaran sudah jatuh dua korban jiwa, tetapi perjumpaan dengan raja hutan itu pun makin sering. Bahkan, kata mereka, dua hari sekali, ada saja warga berpapasan dengan sang harimau.
Sembilan dari 10 warga di sekitar kebun THIP itu mengaku pernah berjumpa dengan harimau tahun ini.
Jahar, warga Dusun Sinar Danau, tinggal di Kanal 29, sudah tiga kali berjumpa Bonita selama Februari. Awal Februari, ayah empat anak ini bersama dua tetangga memeriksa pengilar (perangkap ikan) di Kanal 29. Saat mereka mendekat ke alat tangkap yang dibenamkan ke kanal itu, tiba-tiba harimau muncul dari balik semak.
“Pengilar kami itu diangkatnya. Kanal itu lima meter, diloncatinya. Kalau tak kau mati, aku mati. Akhirnya kita mundur, ia ngikut. Maju terus (sampai ke rumah). Ia ke rumah juga. Jarak kami lima meter,” katanya kepada Mongabay di kediamannya, Minggu malam (18/3/18).
Perjumpaan kedua di Kanal 25, sepekan setelah kejadian di Kanal 29. Saat itu, Jahar dan istri mengayuh sampan untuk memanen ikan dalam pengilar yang dibenamkan beberapa hari sebelumnya. Dia mengingatkan istrinya untuk mengayuh sampan hati-hati dan waspada kiri-kanan. Tiba-tiba terdengar auman harimau.
“Rupanya di tepi kanal, sedang minum. Kayak gempa tanah ini kalau ia bunyi (mengaum). Tak bergerak kami. Pengayuh di tangan aja terlepas.”
Satu-satunya mata pencaharian Jahar pencari ikan. Diapun memindahkan 14 pengilar ke danau. Dia mengira kondisi di sana lebih aman daripada kanal-kanal perusahaan. Setelah hari kedua, dia memeriksa pengilar, terlihat harimau sedang bersantai di pinggir danau.
Teror harimau liar di Dusun Sinar Danau setidaknya mulai Mei 2017. Satu harimau dewasa berkeliaran di kebun sawit. Harimau yang mendekat ke rumah warga terekam video handphone berdurasi 2, 37 menit.
Sejumlah warga yang dijumpai Mongabay pekan lalu membenarkan kemunculan si belang tahun lalu. Bahkan Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (KSDA) Riau merilis harimau mulai nampak pada Desember 2016.
Sejak itulah, teror terus mengusik kehidupan mereka. Korban jiwa berjatuhan pada 2018. Rabu (3/1/18), harimau menerkam Jumiati, buruh THIP. Sebulan kemudian, korban kedua Yusri Effendi tewas diterkam, Sabtu (10/3/18).
Selain itu juga ada dua korban luka cakar. Korban cakar terakhir terjadi Februari. Saat itu, empat warga berpapasan dengan Bonita. Tiga orang langsung panjat pohon dan satu berhasil kabur. Satu di antara yang panjat pohon, kaki sempat dicakar. Mereka diselamatkan warga setelah bertahan selama tiga jam di pohon.
“Satu korban luka saat membuka lahan. Itu empat bulan lewat. Satu lagi dicakar pas manjat pohon untuk menyelamatkan diri. Waktu itu diselamatkan suaminya. Itu kejadian tahun ini juga,” kata Rayo, Ketua RT 038/06 Dusun Sinar Danau.
Seringnya warga berjumpa harimau memunculkan pertanyaan berapa jumlah mereka. Versi BKSDA Riau ada dua, kemudian diberi nama Bonita dan Boni.
Bonita, untuk harimau betina yang berkeliaran di siang hari, sedangkan Boni, sering berkeliaran malam hari. Versi warga ada empat. Kejadian terakhir tahun ini, ada warga melihat keempat harimau di satu waktu bersamaan.
“Palingan setengah bulan yang lewat. Empat kelihatan. Maka mental kami sangat terpukul,” kata Rayo.
Teror bukan saja dialami warga saat mencari ikan di kanal atau sungai-sungai kecil di dalam hutan, tetapi harimau justru sering datang ke rumah warga.
Kejadian menyeramkan dialami Irman. Suatu malam Februari lalu, anak bungsunya berumur delapan tahun nyaris diterkam harimau saat membuka pintu belakang rumah. Harimau sudah ada di balik pintu. Dalam keadaan panik dan ketakutan, kakaknya langsung menarik adiknya.
“Langsung ditarik sama kakaknya. Begitulah ngeri kami (hidup) di sini,” kata Irman kepada Mongabay di Dusun Sinar Danau, Minggu.
Tak sedikit warga mengaku rumah mereka digaruk Bonita. Masih pada Februari, mereka menyaksikan “pertarungan” harimau ini dengan dua kerbau. Kerbau itu diikat tepat di samping rumah warga. Bonita ingin menyantap kerbau kecil. Sang induk terus menghalangi.
Meski tak berhasil, kaki anak kerbau terluka. Pertarungan itu berlangsung sekitar dua jam, hanya berjarak 20 meter dari kerumunan warga yang berusaha menghalau.
Harimau pun sering terlihat di Sekolah Dasar Negeri 011. Sekolah itu kini tutup sementara sejak Januari lalu. “Macam mana gak takut, harimau itu berkeliaran dan nampak oleh anak-anak,” kata Rayo.
Pasokan pangan menipis
Dampak harimau berkeliaran di pemukiman membuat warga banyak berdiam di rumah. Aktivitas ekonomi terkendala. Sumber pendapatan utama warga Dusun Sinar Danau adalah mencari ikan. Mereka mencari ikan di kanal-kanal perusahaan dan sungai-sungai kecil di sekitar hutan.
Rayo, Ketua RT mengatakan, persediaan uang belanja warga menipis hingga tak bisa membeli sembako. Satu-satunya warung sembako di kampung itu tak ada lagi setok karena penjualan berkurang drastis.
Kondisi ini, katanya, sudah dia laporkan ke Bupati Indragiri Hilir awal Maret lalu. Hingga pekan lalu tak ada bantuan datang.
Bahkan dua pekan lalu, sudah ada tiga keluarga meminta beras kepada Rayo. Diapun membagi miliknya yang juga sudah menipis.
“Ini sudah bahaya. Kami sudah menjerit-menjerit (minta bantuan),” katanya. Kondisi ini terus berlangsung hingga awal pekan ini. Mereka nekat mencari ikan hingga ke hutan, tempat tinggal Bonita.
Jahar, misal, biasa mendapat tangkapan ikan sekitar Rp2 juta per minggu. Dua pekan lalu, hanya dapat Rp250,000. Keadaan ini sudah dia rasakan sejak dua bulan terakhir karena takut berjumpa lagi dengan Bonita.
Operasi sisir Bonita
Akhir pekan lalu, Bonita kembali “menyandera” warga. Enam warga tertahan di dalam pondok di hutan. Satu orang lagi panjat pohon. Bonita duduk santai di dekat pondok mereka. Warga tertahan selama empat jam hingga bantuan dari tim penanganan harimau Sumatera menyelamatkan mereka.
“Jumat pukul 9.00 pagi. Kalau Sabtu dari pukul 11.00 -15.00 tertahan orang itu. Di tempat orang nyari ikan, delapan kilometer dari kampung,” kata Andre, warga yang dihubungi dari Pekanbaru, awal pekan ini.
Saat mendekat, anggota tim bersenjata sempat melepaskan tembakan mengusir Bonita.
Operasi penanganan harimau Bonita terdiri dari Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Riau (BKSDA), Kepolisian, TNI, perusahaan dan WWF pekan lalu berhasil mendesak Bonita masuk ke hutan.
Operasi tim gabungan ini pertama kali mulai sehari setelah korban pertama Jumiati meninggal, 3 Januari 2018. Jumlah tim diperbanyak hingga 50 orang.
Saat Mongabay ke lokasi penyisiran, terlihat para petugas sedang mencari Bonita di dekat Kanal 29. Malam hari tim kembali menyisir kebun sawit.
Dua kali berjumpa dengan tim di lapangan, dua kali juga Mongabay dan fotografer LKBN Antara disuruh pulang dengan alasan rawan dan tanpa koordinasi. Di hari sama, BKSDA membawa sejumlah media untuk meliput upaya penanganan Bonita.
“Padahal kita sudah koordinasi dengan BSKDA. Petugas BKSDA sudah menelpon salah satu petugas lapangan memberitahukan ada wartawan yang berangkat sendiri. Petugas juga menyarankan membawa orang yang benar-benar tahu lokasi,” kata Roni, fotografer Antara.
Atraksi ala Bonita
Sekitar pukul 14.00, Sabtu (10/3/18), beberapa jam sebelum Yusri Efendi, tewas diterkam, Bonita muncul di belakang rumah warga. Warga berdatangan. Termasuk petugas penembak bius dan beberapa anggota tim penanganan harimau Sumatera.
Jarak warga yang menonton dengan Bonita sekitar 50 meter. Siang itu, Bonita memperlihatkan perilaku di luar kebiasaan binatang liar.
Rahman Thalib, warga setempat mengatakan, Bonita bermain-main seperti binatang peliharaan meski ditonton puluhan orang. Si belang memperlihatkan kehebatan dengan memain-mainkan sampah plastik seperti pecahan ember dan mengangkat pengilar, alat penangkap ikan di kanal kecil.
“Bende (harimau) itu juga minum pakai jerigen. Ada videonya,” katanya.
Mongabay menyaksikan video berdurasi 29, 26 menit dari telepon selular warga. Dalam video itu, harimau terlihat bermain-main dengan sampah plastik seperti pecahan ember berwarna biru. Bonita juga mengambil ember warna hitam dari balik semak-semak. Ember itu digigit dan dibawa hingga ke tepian kanal. Ember diarahkan ke dalam air kanal seperti orang mengambil air. Lalu ember berisi air pun diangkatnya seperti sedang minum.
“Macam minum air macam kita juga. Kita juga heran, kenapa bisa begitu perilakunya,” ucap Rahman.
Di menit-menit pertama video, terlihat penembak bius sedang mempersiapkan diri dengan peralatan. Hingga menit 29 dan 26 detik, tidak ada terdengar bunyi tembakan sementara Bonita yang bosan pun menghilang ke dalam semak. Sebelum menghilang, Bonita sempat mendekat ke kerumunan warga.
Warga pun meminta tim untuk segera menembaknya. Tubuh Bonita terlihat lebih jelas dan besar dalam video. Sebelum menghilang ke semak, Bonita kembali atraksi dengan melompati genangan air. Bonita melompat dengan santai.
Senja hari, saat adzan baru saja selesai berkumandang, kepanikan terjadi di antara rumah warga dengan bangunan sarang burung walet. Jarak antara bangunan burung walet dengan lokasi bermain Bonita siang hari hanya sekitar 200 meteran.
Empat pekerja bangunan, Rusli, Syarman, Indra termasuk Yusri Efendi—korban tewas–, buru-buru turun dari struktur bangunan menuju bedeng untuk istirahat. Di tengah perjalanan atau kurang dari 100 meter dari bedeng, mereka dicegat Bonita.
Tiga kerabat Yusri panik dan melangkah mundur. Sedetik kemudian mereka berhamburan sembari memanggil nama-nama untuk memastikan temannya selamat. “Almarhum ini diam aja dipanggil,” kata Rusli.
Ketiga pekerja yang juga satu keluarga ini panik dan meminta pertolongan warga termasuk petugas penembak bius. Mereka segera menyisir lokasi kejadian dan menyaksikan jasad Yusri tengkurap di atas tumbuhan rawa. Bonita tampak tenang di dekat tubuh Yusri. Warga dan petugas membuat suara untuk mengusir Bonita. Bonita bergeming.
“Jadi harimau ini sama warga seperti di posisi saling memperebutkan almarhum. Harimau mau mempertahankan mangsanya. Kami mau menyelamatkan almarhum. Ada beberapa menit kita saling tatap mata dan siaga,” kata Rusli, korban selamat.
Warga berteriak agar petugas segera melumpuhkan Bonita. Di tengah kepanikan dan tidak ada tindakan penembakan, Edi yang merasa kesal tiba-tiba merampas senjata yang dipegang salah seorang tim penanggulangan harimau.
“Untung saye mikir lagi,” kata Edi, warga Dusun Sinar Danau kepada Mongabay, Minggu malam di rumahnya.
Edi pun mengembalikan senjata itu, kemudian terdengar tembakan dari tangan petugas. Bonita berlalu masuk hutan… (Bersambung)
Foto utama: Seorang pekerja sawit berjalan menuju kebun di dekat Kanal 29, kebun sawit PT THIP, Senin (19/3/18). Di sekitar kebun dan pemukiman warga, biasa terlihat harimau. Foto: Zamzami / Mongabay Indonesia