Mongabay.co.id

Wacana Hapus Amdal dan IMB Demi Kelancaran Investasi, Reaksi Pemerintah Daerah?

Saat ini ada enam rumah warga hancur akibat longsor di Sanga-sanga. Foto dok Jatam Kaltim-Istimewa

 

 

 

 

 

 

Pemerintah melalui Kementerian Agraria Tata Ruang/ BPN menyampaikan wacana penghapusan izin mendirikan bangunan (IMB) dan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) untuk mempercepat investasi di dalam negeri. Setelah mendapat banyak pandangan pemerintah daerah dan asosiasi, Sofyan Djalil, Menteri ATR/BPN  menyatakan, akan menyederhanakan daripada menghapuskan.

Pada Hari Tata Ruang Nasional 2019 KATR/BPN menggelar diskusi bertajuk “Wacana Penghapusan IMB dan Amdal melalui Rencana Detil Tata Ruang. Dalam diskusi ini menghadirkan beberapa perwakilan dari daerah, asosiasi properti, perkumpulan professional, akademisi hingga lembaga swadaya masyarakat.

Wacana ini muncul karena ada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 24/2018 tentang pengecualian kewajiban menyusun Amdal Untuk usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di daerah kabupaten/kota yang memiliki rencana detai tata ruang (RDTR). Hingga kini, baru ada 53 dari 2.000 kabupaten dan kota yang memiliki RDTR selama lima tahun terakhir.

Secara tegas, Bima Arya, Walikota Bogor menolak wacana ini. ”Saya tidak setuju IMB dihapus,” katanya, Jumat (8/11/12) di Jakarta.

Arya menilai, baik IMB maupun amdal perlu untuk penataan pembangunan di daerah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Malah, katanya, ketiganya dinilai masih lemah.

Penghapusan instrumen izin itu, katanya, akan makin memperburuk penataan kota. Dia melihat, persoalan kota di Indonesia memiliki kesamaan, yakni, tata ruang berantakan antara lain, lautan rumah toko (ruko) dan pedagag kaki lima (PKL), bahkan tak ada kebebasan memiliki ruang tebuka.

”Saya khawatir, jangan sampai kemudian kita ingin mempermudah investasi tapi kemudian aspek pengendalian dilupakan,” katanya.

Dia tak menampik proses perizinan di beberapa daerah lama dan berjenjang, hingga membuat para investor lari. Rezim perizinan memang perlu sederhana.

Senada dengan Arya Bima, Vera Revina Sari, Asisten Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang Pemprov Jakarta. “Menurut kami RDTR tidak bisa menggantikan IMB,” katanya.

 

Masyarakat Sembuluh, Kecamatan Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah, berunjuk rasa ke perusahaan sawit yang telah mencemari Danau Sembuluh. Ada Amdal saja, perusahaan beroperasi seperti ini, apalagi tak ada, bagaimana nasib lingkungan dan keselamatan manusia? Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia

 

 

Keselamatan dan keamanan bangunan

IMB, katanya, tak hanya berupa dokumen, juga memuat banyak hal, seperti struktur bangunan, mekanikal, elektrikal bangunan, yang semua harus dipatuhi. Kondisi ini, katanya, guna menjamin kelayakan dan keselamatan, yang tidak diatur dalam RDTR. Terlebih di Jakarta, katanya, banyak bangunan di atas delapan lantai.

IMB, katanya, jadi kepastian hukum bagi masyarakat karena RDTR bisa berubah sewaktu-waktu, sedangkan IMB menjadi dokumen kunci sebuah bangunan tak bisa dimiliki orang lain atau diruntuhkan dengan mudah.

Ahmad Djuhara, Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia juga tak setuju dengan penghapusan IMB karena tak ada kepastian hukum terhadap bangunan. Selain itu, pembangunan sebuah bangunan ini juga perlu mempertimbangkan keselamatan dan keamanan bangunan maupun pengguna.

”Pabrik atau gedung bisa cepat, tapi kalau IMB dihapus bisa kacau. Bangunan tinggi 50 lantai dengan IMB tiga hari itu pasti juga kacau,” katanya.

Amdal dan IMB, katanya, mampu mengendalikan keamanan dan keselamatan. Apalagi, arsitek jadi profesi ambil bagian bertanggung jawab dalam memastikan keamanan sebuah bangunan.

Iwan Rudiarto, Ketua Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI), menilai, RDTR hanya bisa menyentuh aspek perencanaan dan tata ruang. Aspek keselamatan gedung hingga dampak lingkungan, bagi dokumen itu tak menjadi hal utama.

“Apa sih RDTR itu? Rencana detil. Skalanya 1:5.000. Apa yang bisa di-cover oleh RDTR dengan skala itu? Kalau IMB, bangunan di beberapa negara maju, scale peta antara 1:1.000-5.000.”

“Kalau IMB itu sampai level sepadan jalan, okeh itu bisa di-cover di RDTR. Tapi kalau sudah menyangkut keselamatan gedung dan lain-lain, menurut saya, ada bagian-bagian tertentu yang tidak bisa tercover dalam muatan RDTR,” katanya.

IMB penting, katanya, karena instrumen tata ruang di Indonesia belum sepenuhnya bisa mengendalikan dan mengawasi.

 

Penyegelan bangunan di Pulau C dan D, pada era Gubernur Jakarta, Ahok. Era Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, bangunan-bangunan di pulau buatan ini memperoleh IMB. Bayangkan, kalau bangunan dibangun tanpa jelas standar keselataman dan keamanannya? Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Setelah diskusi, Sofyan Djalil, Menteri ATR/BPN mengakui setelah mendapatkan masukan dari berbagai pihak, instrumen ini akan dibahas lebih lanjut dan kemungkinan menyederhanakan aturan dibandingkan menghapuskan.

Dia berharap, penyederhanaan regulasi tanpa mengorbankan kualitas penataan ruang dan keberlanjutan lingkungan. ”Pemerintah serius menciptakan kebijakan simple, investasi menjadi lebih mudah. Karena kita membutuhkan lapangan kerja yang banyak, peningkatan ekspor dan lain-lain.”

Bima Arya mengatakan, ada tiga prinsip perlu penataan ulang dalam rezim perizinan. Pertama, penyederhanaan. Perizinan selama ini rumit dan berjenjang. ”IMB harus tetap ada, tapi amdal ada amdal lalin, amdal lingkungan dan lain-lain, jadikan satu paket.”

Kedua, perlu ada kewenangan jelas, dan tidak tumpang tindih. Ketiga, perlu ada keseimbangan antara mekanisme perencanaan dengan pengendalian dan pengawasan. “Pembangunan berorientasi investasi tetap kualitas hidup dan kualitas lingkungan terjaga. Itu intinya.”

Langkah penyederhanaan aturan pun disebutkan Jokowi saat pidato pelantikan menjadi presiden periode kedua. Dia melontarkan konsep penyederhanaan perundang-undangan disebut omnibus law.

Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyadari, proses amdal di pemerintah daerah masih rumit. Kementerian, katanya, berencana bertemu dengan pemda membahas isu strategis, antara lain amdal.

Meski demikian, bukan berarti dalam persyaratan menghilangkan aspek izin lingkungan. ”Saya kira, bukan menghilangkan izin lingkungan, mendorong pemda bergerak cepat. Jangan lama-lama.”

Siti bilang, izin lingkungan ini jadi alat konfirmasi dalam perencanaan perlindungan pengelolaan lingkungan. Kalau sudah jelas dan memiliki komitmen kuat, katanya, kalau melanggar izin bisa dicabut.

Dia mengatakan, biasa yang membuat lama juga karena dari pemrakarsa umpan balik lama. ”Nanti, kita lihat mana paling ringkas, kemudian antisipasi harus diawasi banget bahwa tak boleh jadi bahan transaksional.”

 

Laut, tempat hidup orang Bajo di Sulaw,esi Tenggara sudah tercemar limbah nikel. Ada amdal saja kondisi laut tercemar seperti ini, bagaimana kalau tak ada? Foto: Kamarudin/ Mongabay Indonesia

 

 

Bisa fatal

Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional mengatakan, kalau wacana penghapusan amdal dan IMB berealisasi, akan jadi keputusan fatal dan nyata pemerintah membawa negara dalam kehancuran.

Kedua instrumen izin itu, katanya, dianggap jadi alat dalam mekanisme pengendalian dan kontrol dari negara. “Kalau itu dihilangkan, ya kita ga perlu negara lagi, karena apa yang bisa membatasi suatu usaha itu tidak mencelakakan masyarakat dan lingkungan?”

Yaya, biasa disapa menilai, dua instrumen ini jangan dilihat sebelah mata, sebatas prosedur dan prasyarat administrasi. Ia juga prinsip kehati-hatian. Kalau proses lama, katanya, maka proses yang harus diperbaiki.

Anggapan kalau dalam RDTR sudah ada kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) hingga tak perlu ada amdal itu tak benar. Amdal, katanya, sebuah dokumen dinamis dan ada interaksi. Saat proses pembangunan sudah selesai, ada proses evaluasi sebagai upaya kontrol. Sedang KLHS, katanya, tak cukup melihat daya tampung dan daya dukung pada sebuah proyek pembangunan.

”Apalagi monitoring dan penegakan hukum pemerintah saja masih kacau balau. Jika ada pelanggaran dengan izin jelas dan nyata saja, penegakan hukum masih kacau, tidak bisa menjaring penjahat lingkungan. Apalagi tidak ada izin, siapa yang hendak tanggung jawab?”

Ada keinginan menghailangkan amdal, katanya, menunjukkan pemerintah mulai stres dalam mendongkrak ekonomi. Dia beranggapan, paket-paket kebijakan ekonomi yang sudah keluar tak membawa keuntungan bagi Indonesia.

Dia berharap, pemerintah segera memberikan akses kelola lahan atau hutan kepada masyarakat hingga mereka memiliki alat, dan ruang produksi. Dia bilang, sudah banyak contoh masyarakat adat hidup dari mengelola sekaligus menjaga hutan, tanpa bantuan pemerintah.

”Kalau ada akses mereka akan menggerakkan ekonomi.”

 

Keterangan foto utama:  Ada enam rumah warga hancur karena longsor di Sanga-sanga dari operasi tambang batubara tak jauh dari pemukiman. Ada amdal saja, hal seperti ini masih bisa terjadi, apa jadinya kalau sampai amdal hapus?  Foto dok Jatam Kaltim-Istimewa

 

 

 

 

 

Exit mobile version