Mongabay.co.id

Melihat Bunker Persembunyian Tentara Jepang di Mbay. Kenapa Tidak Terawat?

 

Mentari baru menyapa tanah Mbay, ibukota kabupaten Nagekeo di pulau Flores, NTT. Pagi itu, Rabu (30/10/2019) kota yang masih banyak areal persawahan ini terasa panas menyengat meski meski baru pukul 08.30 WITA.

Hari itu, Mongabay Indonesia menelusuri jejak bangsa Jepang di Nagekeo ditemani Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Nagekeo Ndoma Andreas Corsini, staf dinas Pariwisata Kristian Melang dan Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nagekeo Wilbrodus Lasa.

Bicara Mbay tentu tak lepas dari sejarah dimana kota ini dahulu sempat dijadikan sebagai markas bagi tentara Jepang pada masa Perang Dunia ke-II. Diduga kuat tentara Jepang mulai menetap di Mbay sekitar tahun 1943.

Dalam buku terkenal berjudul I Remember Flores, yang diterbitkan pertama kali tahun 1957 oleh sebuah penerbit di Amerika Serikat bernama Farrar, Straus, and Cudahy, New York, Kapten Tasuku Sato menulis memoarnya tentang keindahan pulau Flores.

Kota Mbay berada di pesisir pantai utara Pulau Flores. Deretan perbukitan dengan padang savananya memagari kota ini di arah selatan. Saat musim kemarau, rerumputan mengering terlihat indah dalam balutan warna cokelat tua.

baca : Flores Itu Tak Hanya Pulau Komodo dan Danau Kelimutu

 

Bunker tentara Jepang di kaki bukit Sangatoro, Kelurahan Lape, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, NTT yang dinaungi pohon asam. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Tempat Persembunyian

Hamparan sawah menyambut saat tiba di Kelurahan Lape, Kecamatan Aesesa. Masih di kota Mbay, lokasi gua atau bunker Jepang ini berjarak ratusan meter saja dari jalan nasional trans utara Flores.

Di sebuah bukit tandus bernama Sangatoro berketinggian sekitar 20 meter, terdapat 6 bunker. Bunker pertama berada di sisi timur bukit, persis di ujung jalan, tepat di samping pohon asam. Dua bunker lainnya berjarak sekitar 100 meter sebelah barat bunker pertama.

“Satu lubang di sebelah barat lagi tapi sudah tertutup tanah. Lubang ini bentuknya melingkar dengan diameter 8 meter dan panjang 12 meter. Ketiga  lubang ini tidak saling berhubungan,” kata Kristian Melang, staf dinas Pariwisata kabupaten Nagekeo.

Kristian menjelaskan berdasarkan penuturan seorang tukang masak tentara Jepang saat itu, bunker digunakan tentara bersembunyi sehingga terdapat gundukan tanah di depan bunker. Tanah itu sempat akan dikeruk tetapi seorang arkeolog dari Pemprov NTT melarang karena merupakan bagian dari lubang.

Sedangkan Wilbrodus Lasa, Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan kabupaten Nagekeo mengatakan di Sangatoro sendiri total ada 6 bunker. Dari data yang ada, dia memaparkan ada bunker terpanjang 28 meter, lebar 2 meter dan tinggi 4 meter.

Bunker terpendek ada dua dengan panjang satu meter, lebarnya masing-masing 1,5 meter dan 5 meter serta tinggi 2 meter. Dua bunker lainnya sepanjang 23 meter dan 25 meter.

baca juga : Menikmati Surga Bawah Laut Teluk Maumere

 

Bagian dalam bunker Jepang di bukit Sangatoro, Kelurahan Lape, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, NTT yang memiliki jalan ke dua sisi di kanan dan kirinya. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Berjarak sekitar 400 meter dari bukit Sangatoro ke arah selatan, terdapat sebuah bukit. Penduduk menamainya Okisato. Terdapat 6 bunker mengelilingi bukit. Satu lubang menghadap ke timur setinggi 1,5 meter. Mulut bunker pernah disemen dan mulai tertutup tanah yang tergerus air dari bibir bunker.

Bunker terpanjang 45 meter dengan lebar 2,15 meter dan tinggi 2 meter. Sementara lubang terpendek sepanjang 13 meter, lebar 2,16 meter dan tinggi 2 meter. Semuanya dalam keadaan baik.

 “Bunker Jepang di Okisato dipergunakan sebagai tempat untuk pertemuan dan apel pagi. Kalau di Sangatoro dan Kobafesa merupakan tempat persembunyian,” tuturnya.

  

Sering Dikunjungi

Perjalanan berlanjut ke arah timur kota Mbay menuju sebuah bunker lagi yang lebih terawat dan selalu dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara.

Bunker itu berada di bukit Rane, Desa Aeramo, Kecamatan Aesesa. Terdapat pohon asam dan pepohonan lainnya yang bisa dihitung dengan jari. Hanya rerumputan yang tampak mengering terhampar di sekeliling bukit.

“Wisatawan sering datang ke tempat ini. Pernah ada penanaman pohon namun warga membakar lahan sehingga pepohonan pun ikut terbakar. Tak heran bukit ini tampak gersang,” kata Kepala Dinas Pariwisata kabupaten Nagekeo Ndoma Andreas Corsini.

Ribuan wisatawan berkunjung ke bunker ini. Dulunya bunker Jepang ini berada dibawah pengelolaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. Setelah pemekaran dinas, wewenangnya dialihkan ke dinas Pendidikan dan Kebudayaan.

menarik dibaca : Melihat Belut Gigi Emas yang Dikeramatkan Warga Wolotolo

 

Pintu masuk bunker Jepang Kobafesa di bukit Rane, Desa Aeramo, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, NTT yang selalu dikunjungi wisatawan. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Wilibrodus mengatakan di Kobafesa ada 3 lubang dimana satu lubang berhubungan dengan yang lainnya dan satunya terpisah. Panjang lubang 22 meter, lebar 2 meter dan tinggi 2 meter. Satu bunker berfungsi sebagai lubang pengintai musuh dengan panjang 1 meter, lebar 1,5 meter dan tinggi 2 meter.

Mongabay Indonesia mencoba masuk ke bunker itu di sisi timur dan keluar di sisi barat. Tembok bunker bagian dalam terlihat kokoh termasuk pintu bunker.

 

Mata Air

Bunker Jepang lainnya terdapat di Okiwajo desa Aeramao sebanyak 3 bunker serta di Wolo Putih kelurahan Lape ada 4 bunker.

Wilibrodus katakan, di Wolo Putih ada satu lubang yang ada sumur didalamnya. Airnya sampai saat ini tetap ada meskipun musim kemarau dan dipergunakan warga untuk minum ternak.

“Satu tempat untuk ibadah didalamnya ada mezbah dan mimbar serta ada tangga di samping aulanya. Bunker ini tergolong paling lebar dan tinggi, ” tuturnya.

Satu bunker yang dijadikan tempat ibadah panjangnya mencapai 20 meter dengan lebar 16 meter serta tinggi 15 meter. Tempat semacam aula ini diperkirakan bisa menampung hingga 100 orang.

perlu dibaca : Menengok Waturaka, Desa Ekowisata  Terbaik Nasional 

 

Bunker persembunyian tentara Jepang di bukit Okisato, Kelurahan Lapeyang tembus ke puncak bukit yang berfungsi sebagai lubang pengintaian musuh. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Total terdapat 22 lubang atau bunker Jepang di Nagakeo dan penyebaran gua Jepang di kota Mbay terbanyak di kelurahan Lape  sebab dekat dengan bandar udara yang dikenal dengan nama Surabaya II.

“Permasalahan tanah menjadi permasalahan pelik sehingga pemerintah kesulitan menata bunker Jepang ini. Hanya satu di Kobafesa yang sudah ada penyerahan tanahnya oleh suku kepada pemerintah,” sebut Kristian.

Rata-rata bagian dalam bunker Jepang ini dindingnya tidak diplester atau dibiarkan bergelombang namun sepertinya disemen. Ada lubang yang sudah disemen halus dan terlihat sangat licin.

Sayang sekali. Andaikan bunker Jepang yang merupakan situs bersejarah ini ditata menarik, tentu bisa juga menjadi salah satu destinasi wisata yang dapat dikunjungi wisatawan.

 

Exit mobile version