Mongabay.co.id

Mengintip Aktivitas Pembuatan Kapal Perikanan di Pantai Utara Lamongan

 

Pagi beranjak siang, seorang laki-laki dengan topi anyaman daun lontar itu tampak serius mengukur kayu. Matanya terlihat fokus menatap angka demi angka yang ada di dalam alat pengukur itu. Begitu hitungannya pas, ia kemudian menandainya dengan pensil yang diselipkan diatas telinganya itu. Seperti tukang kayu pada umumnya, lelaki ini juga dituntut tekun membuat atau memperbaiki struktur kayu.

“Untuk mengukur kayu ini harus jeli, mas. Kalau tidak begitu nanti bisa salah, bisa tidak pas jika dipasang dengan kayu lain yang sudah tertata,” ujarnya.

Lelaki itu bernama Khoiri (56), satu diantara empat orang yang sedang mengerjakan pembuatan kapal perikanan di pesisir pantai utara di Desa Kandang Semangkon, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Selasa (29/9/2019).

baca : Ekspedisi Pinisi Bakti Nusa: Tegaskan Indonesia Sebagai Poros Maritim Dunia

 

Pekerja mengukur kayu dengan menggunakan penggaris untuk membuat kapal perikanan di Desa Kandang Semangkon, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Tidak jauh dari lokasi pembuatan kapal itu juga terdapat tempat untuk mereparasi kapal. Tampak puluhan para pekerja sedang berkutat memperbaiki kapal lengkap dengan peralatannya seperti, gergaji, bor, palu, meteran maupun alat penunjang lainnya.

Suara begitu riuh dengan berbagai aktifitas para pembuat kapal perikanan ini. Ada yang membongkar kayu kapal dengan mencongkel menggunakan linggis dan palu, ada yang berperan melubangi kayu menggunakan alat bor, kemudian ada pula yang bertugas merangkai kayu.

Menurut Khoiri, warga setempat biasa menyebut kapal itu dengan sebutan perahu jojon, ukuran panjangnya antara 7-9 meter, lebar 6,5 meter, dan tinggi 3 meter, memiliki kapasitas antara 27-30 Gross Ton (GT).

Bagi warga sekitar, kapal ini adalah salah satu jenis alat transportasi untuk mencari ikan di laut dengan durasi waktu lebih dari seminggu, atau bahkan bulanan.

“Normalnya ini dikerjakan 5 orang, kalau bahan dan keuanganya lancar, lima bulan jadi,” imbuh pria yang sebelumnya pernah berprofesi sebagai nelayan ini. Dia mengaku, sekarang ini lebih nyaman berprofesi sebagai tukang pembuat kapal daripada harus melaut lagi.

Kabupaten Lamongan mempunyai bentang pesisir yang cukup luas, sehingga banyak penduduk pesisirnya yang bekerja sebagai nelayan. Untuk itu, kebutuhan kapal nelayan di kabupaten tahu campur ini juga besar.

Sementara wilayah pesisir dan lautan di Kabupaten Lamongan ini terletak pada wilayah bagian utara. Berlokasi di dua Kecamatan, yaitu Kecamatan Paciran dan Kecamatan Brondong, membentang seluas 33.840 ha. Sedangkan jumlah rumah tangga nelayan mencapai 22.930 RT yang tersebar di dua kecamatan itu.

baca juga : Basri Madung, Generasi Terakhir Pembuat Perahu Pinisi di Tana Beru Bulukumba

 

Aprianto (57) berpose disela-sela membuat kapal perikanan Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jatim. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Sejumlah pekerja mengangkat kayu sebagai bahan pembuatan kapal perikanan. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Kesulitan Bahan

Aprianto (57) pembuat kapal dari Desa Brondong, Kecamatan Brondong membuat kapal dengan penggerak 2 jenis mesin truk kontainer Fuso dengan kapasitas angkut ikan sampai 20 ton. Kekuatan kapal total termasuk mesin, AKP, bahan bakar, dll bisa mencapai 50 ton, dengan kapasitas 7-10 orang ABK.

Jika tidak mengalami musibah seperti tabrakan ataupun bencana lain, katany, kapal buatannya bisa digunakan melaut dengan waktu pemakaian maksimal 10 tahun, setelah itu baru direparasi.

Sedangkan biaya reparasi kapal sekitar Rp300 juta, dengan biaya tukang per harinya Rp200 ribu per orang. Dengan sistem borongan, satu kapal biasanya dikerjakan 2-3 orang. Sementara untuk tarif jasa pembuatan berbeda lagi harganya, dalam sehari ongkos tukang jasa pembuatan yaitu Rp225 ribu per orang.

Jika kondisi kapal sudah rapuh kekuatanya mulai berkurang. Hal itu bisa membahayakan Awak Kapal Perikanan (AKP) ketika digunakan melaut. Untuk itu, reparasi kapal ini sangat diwajibkan untuk keselamatan penumpang.

menarik dibaca : Transformasi Pinisi, dari Kapal Dagang Legendaris Menjadi Kapal Wisata Unggulan

 

Para pekerja mereparasi kapal perikanan. Selain berprofesi sebagai nelayan, warga pesisir Lamongan juga ada yang berprofesi sebagai tukang pembuat kapal perikanan. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Menurut dia, untuk kendala yang dihadapi saat ini yaitu bahan, terutama kayu yang mulai sulit. Selain itu, harga kayu ini setiap tahun juga selalu mengalami kenaikan, terutama kayu jati. “Per kubik dengan panjang 3 meter harganya bisa sampai Rp13 juta. Untuk sekarang ini kayunya juga harus ada surat izin semua, jadi agak repot” terang Aprianto.

Sementara, bahan kayu yang dibutuhkan untuk pembuatan kapal ini selain kayu jati (Tecktona grandis), ada juga akasia (Acacia sp.), dan mahoni (Swietenia mahagoni).

Proses pembuatan kapal ini masih tergolong cukup sederhana, untuk pemotongan kayu menggunakan mesin. Kemudian bagian kayu yang melengkung, sebelumnya terlebih dahulu dipanggang di atas api, sementara atas ujung kayu diberi batu, fungsinya sebagai pemberat agar kayu bisa melengkung. Setelah itu, kemudian baru dirancang menggunakan lem dan paku pasak sesuai dengan selera para pengrajin.

Dalam pembuatan kapal ini tidak menggunakan gambar perancangan diatas kertas layaknya arsitektur. Karena pembuatannya masih tergolong dengan cara tradisional. Saat ini, untuk pembuatan kapal ini harus menyiapkan biaya sekitar Rp1 miliar per unitnya.

perlu dibaca : Adanya Kapal Kuno Buktikan Indonesia Penguasa Lautan Asia. Benarkah?

 

Kapal perikanan yang sudah jadi saat dipindahkan ke laut dengan menggunakan alat berat. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Keahlian Khusus

Untuk pembuatan kapal ini diperlukan keahlian khusus, Fatkhur Rozikin (49), mengaku mempunyai bakat ini berdasarkan pengalaman yang ia peroleh dari nenek moyang secara turun termurun, jadi tidak ada pendidikan khusus.

Sementara, untuk tempat pembuatan ataupun reparasi kapal ini pun cukup sederhana, tidak ada kanopi khusus, rata-rata mereka hanya menggunakan atap dari bahan paranet “Kalau musim hujan ya kehujanan, saat musim kemarau gini masih lumayan mataharinya tidak terlalu menyengat,” katanya, pada, Sabtu (09/11/2019).

Menurut Nurul Bahari, akademisi Teknik Arsitektur dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, banyak sekali kapal perikanan di pesisir Lamongan yang mengalami kerusakan. Penyebabnya, karena menggunakan bahan yang kurang cocok, dan juga pembuatanya kurang benar.

Hal itu dinilai karena keterbatasan tenaga ahli dalam pembuatan kapal nelayan. Kebanyakan kapal nelayan yang digunakan itu merupakan kapal buatan nelayan sendiri tanpa melibatkan pembuat kapal. Untuk itu, dalam tugas akhirnya berjudul “Perancangan Pusat Reparasi Kapal di Kabupaten Lamongan” dia menjelaskan, kecelakaan masih sering terjadi.

Salah satu penyebabnya yaitu dikarenakan salah dalam pembuatan kapal, selain itu juga pengguna kapal dalam mengoperasikan kapal ini dirasa kurang menguasai dengan baik.

menarik baca : Sulit Kayu? Bambu Bisa jadi Solusi Bahan Baku Kapal

 

Pekerja mereparasi kapal nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Menurut Nurul, proses pembuatan kapal nelayan seharusnya membutuhkan tempat yang layak, yang terlindung dari sinar matahari. Jika tidak begitu, dampaknya bisa menyebabkan pengurangan kekuatan pada bahan kapal apabila terkena panas matahari secara langsung sebelum pengecatan.

“Materialnya juga membutuhkan tempat yang terlindung untuk dipakai nanti pada saatnya sebagai perbaikan maupun cadangan,” jelasnya.

Dari beberapa masalah itu Nurul menyimpulkan, bahwa perancangan Pusat Reparasi Kapal Nelayan sangat dibutuhkan oleh masyarakat pesisir pantai Lamongan yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Selain itu, juga untuk menambah lapangan pekerjaan khususnya untuk para ahli dalam bidang perkapalan.

 

Exit mobile version