Mongabay.co.id

Habitat Rusak, Harimau Berkonflik dengan Manusia di Sumatera Selatan

Awetan Harimau Sumatera. Foto : Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Kuswanto [57], seorang petani di Desa Pulau Panas, Kecamatan Tanjung Sakti PUMI, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan [Sumsel], meninggal diserang harimau sumatera saat di kebun kopinya, Minggu [17/11/2019] sekitar pukul 10.00 WIB. Sehari sebelumnya, Sabtu [16/11/2019] pagi, Irfan [20], warga Sekayu, Kabupaten Musi Banyuasin [Muba], Sumsel, yang tengah berwisata di perkebunan teh Gunung Dempo, juga diserang harimau.

Konflik harimau dengan manusia tersebut diduga terjadi karena habitatnya di Hutan Lindung Gunung Dempo terus mengalami kerusakan, baik terbakar atau dibuka menjadi kebun.

Dikutip Globalplanet.news, saat ditemukan, tubuh Kuswanto mengalami luka di bagian lehernya. Genman Hasibuan, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Sumsel, membenarkan Kuswanto meninggal dunia karena berkonflik dengan harimau. Berdasarkan keterangan sejumlah saksi, saat itu, Kuswanto tengah menebang pohon di kebun kopi miliknya bersama saudaranya, Dedi [37].

Warga sekitar memperkirakan, kemungkinan harimau yang menyerang Kuswanto, sehari sebelumnya Sabtu [16/11/2019] pagi, menyerang seorang warga Sekayu bernama Irfan, di Kabupaten Musi Banyuasin [Muba], yang tengah berlibur bersama temannya di perkebunan teh Gunung Dempo, Pagaralam.

Baca: Perburuan Harimau Sumatera Tidak Pernah Berhenti, Ini Buktinya

 

Harimau sumatera yang statusnya Kritis. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Masih dikutip dari Globalplanet.news, harimau menyerang kelompok wisatawan lokal di tenda di kawasan wisata teh Tugu Rimau. Irfan yang menjadi korban serangan, wajahnya luka.

Sebelum konflik tersebut, Jumat [15/11/2019] sore, Sulaiman, warga Kota Pagaralam, saat di pondok kebunnya, melihat kehadiran harimau tersebut tak jauh dari lokasi kejadian. Dia pun pulang ke rumahnya. Jejak harimau ini sudah terlihat di Desa Muara Payang, Kabupaten Lahat, yang tak jauh dari Hutan Lindung Gunung Dempo.

Terkait peristiwa ini, Kepolisian Kabupaten Lahat meminta warga dalam beberapa hari ini tidak pergi ke kebun, dan saat ke kebun sebaiknya jangan sendirian.

Baca juga: Jerat yang Membuat Harimau Sumatera Sekarat

 

Awetan harimau sumatera. Foto : Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Perambahan dan Terbakar

Munculnya harimau di Pagaralam dan Lahat atau keluar dari Hutan Lindung Gunung Dempo, besar kemungkinan karena habitatnya kembali mengalami kebakaran, atau perambahan untuk perkebunan. Senin [16/09/2019] lalu, api terlihat di kawasan Gunung Dempo, tepatnya di dataran tinggi Kibuk [1.700 m dpl], perbatasan antara Tanjung Sakti Pumi Kabupaten Lahat dengan Kecamatan Dempo Utara Kota Pagaralam.

Edi, warga Desa Nendayung, Kota Pagaralam, mengatakan harimau memang turun jika kemarau panjang atau ada kebakaran di Hutan Lindung Dempo. “Biasanya turun kalau hutan terbakar atau tidak ada lagi air [kering],” katanya, Minggu [17/11/2019]. “Tahun 2015, saat hutan Gunung Dempo terbakar, sejumlah warga juga melihat kehadiran harimau di kebunnya,” ujarnya.

Sebagai informasi, Hutan Lindung Gunung Dempo yang luasnya sekitar 28.740 hektar, lokasinya berbatasan dengan perkebunan pemerintah dan masyarakat di Kota Pagaralam, sejumlah desa di Kecamatan Tanjungsakti, Kabupaten Lahat, serta Provinsi Bengkulu.

Hutan Lindung ini terus mengalami kerusakan karena dirambah, baik untuk diambil kayunya juga dijadikan kebun. Pada 2010 lalu, seperti dikutip Antara luas kerusakan mencapai 7.950 hektar.

Selain kaya dengan beragam flora dan fauna khas sumatera, Hutan Lindung Gunung Dempo juga merupakan habitat harimau sumatera, tapir dan rusa. Termasuk pulusan gunung [Mustela Iutreolina], karniovara kecil mirip musang yang ukuran tubuhnya 50-60 centimeter, yang ditemukan di Gunung Dempo, Sumatera Selatan, pada 1997. Pulusan gunung sulit ditemukan, selain di Gunung Dempo, satwa ini pernah terlihat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrano, Jawa Barat melalui spesimen, tahun 1978, dan Taman Nasional Gunung Leuser pada 2013 lalu.

 

 

Ubah status

Terkait terus rusaknya Hutan Lindung Gunung Dempo, termasuk terjadinya konflik manusia dengan harimau, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] meminta pemerintah untuk mengubah status Hutan Lindung Gunung Dempo menjadi kawasan konservasi. Sebut saja suaka margasatwa atau taman nasional.

“Tiga tahun lalu kami sudah menyampaikan hal ini. Mengubah status hutan lindung menjadi kawasan konservasi Gunung Dempo sangat penting. Selain mencegah kerusakan lebih luas, juga menyelamatkan flora dan fauna khas sumatera yang masih ada di sana, termasuk harimau sumatera. Konflik manusia dengan harimau tidak akan terjadi, jika hutan di Gunung Dempo sebagai habitatnya tidak rusak,” kata Mualimin Pardi Dahlan, anggota Dewan Nasional Walhi, Minggu [17/11/2019].

Jika dijadikan kawasan konservasi, peranan pemerintah dalam mengawasi hutan di Gunung Dempo kian bertambah. “Status hukumnya juga lebih kuat, sebab tidak dapat dijadikan hutan produksi,” ujarnya.

 

Jerat harimau yang dipasang pemburu. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kondisi gajah di SM Padang Sugihan Sebokor

Mongabay dalam laporannya menjelaskan, kebakaran di Sumsel juga melanda hutan primer di Sembilang, kawasan Taman Nasional Berbak Sembilang di Kabupaten Banyuasin dan sebagian kawasan Suaka Margasatwa Padang Sugihan Sebokor di Kabupaten Banyuasin dan Ogan Komering Ilir, Sumsel.

Jika Sembilang merupakan rumah bagi harimau dan gajah, sementara Suaka Margasatwa Padang Sugihan Sebokor merupakan habitat gajah.

“Kebakaran ini jelas berdampak [SM Padang Sugihan Sebokor], tapi [sejauh ini] tidak ada pergerakan gajah keluar dari kawasan,” kata Riono, Kepala Resort Konservasi Wilayah V SM Padang Sugihan Sebokor, Sabtu [16/11/2019].

Tapi kebakaran yang juga melanda SM Padang Sugihan Sebokor tersebut membuat para pawang gajah “berjuang” memadamkan api. “Siang malam kami memadamkan api,” katanya.

Sekitar 72 ribu jiwa warga dari 18 desa berada di sekitar SM Padang Sugihan Sebokor. Sebagian besar bertani dan berkebun. Di Kabupaten Banyuasin antara lain Desa Sebokor, Karang Anyar, Margo Mulyo, Purwodadi, Sumber Makmur, Sidomulyo, Air Gading, Tirto Raharjo, Desa Baru, Suka Pindah, Siju, dan Plaju Sialang. Sementara di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) ada Desa Perigi Talangnangka, Rambai, Air Rumbai, Bukit Batu, Deling dan Riding.

Terkait kondisi gajah liar yang berada di luar SM Padang Sugihan Sebokor, Riono belum mendapatkan informasinya. “Belum ada infonya,” katanya.

Jumlah gajah jinak di SM Padang Sugihan Sebokor sebanyak 31 individu. Sementara gajah liar tersebar di Cengal [27 individu], Penyambungan [40 individu], Sebokor [11 individu], Jalur 23 [39 individu], dan kelompok Lebong Hitam [31 individu]. Sementara kelompok Karangagung dan Lalan jumlahnya diperkirakan empat individu.

 

 

Exit mobile version