Mongabay.co.id

Negara Butuh Pelaku Usaha untuk Kembangkan Potensi Laut

 

Pelaku usaha dan nelayan adalah dua pelaku utama dalam industri perikanan nasional yang sedang dibangun dan dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia. Kedua pelaku tersebut harus bisa bekerja sama dan berjalan beriringan untuk membangun dan memajukan industri perikanan dengan memanfaatkan sumber daya kelautan dan perikanan yang ada di wilayah laut Indonesia.

Demikian diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat bertemu dengan pengurus Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia di Jakarta, Senin (18/11/2019). Menurut dia, untuk bisa menumbuhkan industri perikanan nasional, tak bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan satu pelaku saja.

“Koordinasi ini merupakan salah satu bentuk pelaksanaan amanat Presiden RI Joko Widodo, yakni untuk membangun komunikasi yang baik dengan stakeholder kelautan dan perikanan, di mana pelaku usaha termasuk di dalamnya,” ungkapnya.

baca : Menteri Baru Serap Aspirasi dari Pesisir Utara Jakarta

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kiri) dan Ketua Umum KADIN Indonesia Rosan Roeslani (kanan) saat bertemu dengan pengurus Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia di Jakarta, Senin (18/11/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Edhy mengatakan, dengan berjalan beriringan antara pelaku usaha dan nelayan, maka upaya yang mereka lakukan pada industri perikanan nasional akan bisa memberikan nilai tambah untuk perekonomian Negara. Dengan demikian, kolaborasi antara kedua pihak menjadi kunci yang sangat penting untuk membangun industri perikanan untuk sekarang dan akan datang.

Tanpa keterlibatan pelaku usaha dan nelayan, dia meyakini kalau industri perikanan nasional hanya akan berjalan di tempat, dan bahkan bisa mengalami keterpurukan. Untuk itu, baik pelaku usaha ataupun nelayan harus bisa bekerja sama dengan mengembangkan potensi masing-masing yang dimiliki, sehingga bisa menghasilkan nilai tambah untuk perekonomian nasional.

“Tidak bisa nelayan yang hanya perorangan menangkap ikan sendiri. Harus ada peran pengusaha. Kalau nelayan sendiri, tidak ada nilai tambah ekonomi kita, juga tidak ada perubahan yang luar biasa,” jelas dia.

Menurut Edhy, tidak ada negara di dunia yang bisa mengembangkan sektor ekonominya tanpa ada campur tangan pelaku usaha lokal. Justru, jika itu dilakukan, maka negara tersebut akan terancam mengalami keterpurukan, bahkan kehancuran secara ekonomi. Contoh sempurna dari pelajaran tersebut, adalah saat Perancis ingin mengembangkan ekonomi kecil, tapi pelaku usaha tidak mau.

Dengan semangat yang tinggi, pada 2008 Perancis bermaksud untuk membangun ekonomi kecil seperti usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Tetapi, yang terjadi kemudian adalah saat itu para pelaku usaha memilih untuk tidak mau terlibat dalam rencana besar tersebut. Setelah itu, Perancis secara perlahan mulai mengalami keterpurukan ekonomi sampai menjadi resesi.

“Dari situlah kemudian resesi ekonomi merambah ke seluruh Eropa. Jadi, tidak mungkin suatu negara akan besar ekonominya, kalau pengusaha tidak dirangkul. Tidak ada negara di dunia, negara besar yang meninggalkan pengusahanya atau menganaktirikan pengusahanya,” papar dia.

Mengingat pentingnya peran pelaku usaha dalam membangun industri perikanan, Edhy berharap para pelaku usaha nasional bisa memulai kembali langkahnya dari sekarang untuk bisa ikut mewujudkan pertumbuhan ekonomi nasional yang baik. Dia berjanji Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan ikut mengawal proses tersebut bersama para pelaku usaha dan nelayan di seluruh Indonesia.

baca juga : Optimisme Para Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan dengan Program Menteri Baru

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat bertemu dengan pengurus Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia di Jakarta, Senin (18/11/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Perizinan

Agar bisa mewujudkan tujuan itu, Edhy menilai, komunikasi yang baik antara pelaku usaha dengan pihak lain harus bisa dibangun dan diperbaiki dari sekarang. Termasuk, untuk mempercepat proses perizinan usaha yang diperlukan, baik itu izin kapal perikanan atau izin penangkapan ikan yang selama ini banyak dikeluhkan oleh stakeholder.

“Maunya sih ngurus izin kapal itu kayak ngurus BPKB (buku pemilik kendaraan bermotor), tapi kan tidak semudah itu. Keselamatan laut lebih sangat riskan, sangat tinggi risikonya,” ucapnya.

Edhy kemudian mencontohkan bagaimana dokumen perizinan bisa memengaruhi keselamatan awak kapal perikanan saat sedang berlayar. Kata dia, jika mesin kendaraan mati itu kondisinya ada di darat, maka pengemudi atau penumpang bisa berjalan kaki. Tetapi, lain soal jika itu ada di atas laut, maka tidak ada yang bisa dilakukan oleh awak kapal ataupun penumpang.

“Untuk itu, meskipun perizinan akan dipercepat, aspek pertimbangan keselamatan dan sebagainya tidak bisa diabaikan. Semua sudah kita kaji,” tandas dia.

Dengan dipermudah proses perizinan untuk kapal dan pelayaran, diharapkan itu bisa memotivasi para pelaku usaha untuk bisa kembali bekerja lebih baik lagi dan membangun perekonomian nasional dari sektor kelautan dan perikanan. Pada akhirnya, industri perikanan nasional akan kembali kondusif dan mencatatkan pertumbuhan yang positif.

Di sisi lain, agar proses perizinan bisa lebih cepat dan mudah, KKP mengklaim sudah melakukan koordinasi dengan intensi bersama Kementerian Perhubungan RI. Selain itu, KKP juga bekerja sama dengan Kementerian Tenaga Kerja untuk memproses perizinan untuk awak kapal perikanan.

“Begitu izin dari Perhubungan selesai, dari KKP selesai, ditambah satu lagi dari Ketenagakerjaan ini selesai, sama-sama kita launching. Berarti masa berlakunya sama. Iklim bisnisnya akan kita bangun mulai dari perizinan,” tutur dia.

perlu dibaca : Edhy Prabowo Harus Batalkan Rencana Revisi Pelarangan Cantrang, Kenapa?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kiri) dan Ketua Umum KADIN Indonesia Rosan Roeslani (kanan) saat bertemu dengan pengurus Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia di Jakarta, Senin (18/11/2019). Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Selain dari perizinan yang sering dikeluhkan para pelaku usaha, Edhy menyebutkan, pihaknya juga sudah membahas tentang ukuran kapal ikan yang digunakan oleh nelayan tradisional dan pelaku usaha. Dengan perbedaan ukuran kapal ikan yang digunakan kedua pihak, diharapkan koordinasi dan pemahaman saat berada di laut bisa berjalan.

Dengan demikian, meski nelayan kecil menggunakan kapal ikan berukuran di bawah 5 gros ton (GT), namun pelaku usaha yang menggunakan kapal ikan berukuran lebih besar harus bisa sama-sama menghormati mereka saat berada di laut. Jika itu sudah berjalan, maka nelayan kecil dan pelaku usaha akan bisa menikmati sumber daya ikan secara bersama.

Perlunya pemahaman seperti itu, karena Edhy menilai kalau nelayan kecil memiliki kekhawatiran saat sedang mencari ikan di laut. Mereka merasa terancam dan terganggu dengan kapal-kapal besar yang sedang mencari ikan dan dikelola oleh para pelaku usaha.

“Kadang-kadang di laut tidak ada lagi yang istilahnya etika. Tidak juga kelihatan orang masang bubu atau apa. Tahu-tahu ketabrak. Nah, hal-hal seperti ini antara si kecil dan si besar ini, bagaimana kita sama-sama mengakomodasi antara modernisasi dan tradisional,” ungkap dia.

 

Berdampingan

Setelah bisa menjalankan kembali usaha dengan baik, Edhy mengingatkan kepada para pelaku usaha untuk bisa mengikuti peraturan yang ada dan disiplin dalam membayar pajak. Himbauan itu diungkapkan, karena Pemerintah berjanji akan memberi kemudahan kepada para pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya.

“Itu akan membuka banyak lapangan kerja dan menambah devisa untuk Negara. Kita menginginkan nelayan kecil dan pengusaha sama-sama dapat hidup dari laut,” tegas dia.

Salah satu upaya yang harus bisa dijalankan oleh pelaku usaha, kata Edhy adalah meningkatkan usaha pada sub sektor perikanan budi daya. Menurut dia, pada sub sektor tersebut saat ini ada potensi yang bisa dikembangkan melalui usaha intensifikasi budi daya udang. Dari pengakuan para pelaku usaha budi daya ikan, usaha tersebut sangat menjanjikan.

baca juga : Diminta Presiden Fokuskan Perikanan Budi daya, Begini Tantangan yang Dihadapi Menteri KP

 

Panen udang dari tambak. Foto : Dirjen Perikanan Budidaya KKP/Mongabay Indonesia

 

Edhy menjelaskan, dari pengakuan para pelaku usaha, dalam satu hektar tambak udang bisa dihasilkan udang 50-60 ton untuk sekali panen. Sementara, jika dipakai untuk budi daya ikan di lahan tambak dengan luas yang sama, pembudi daya ikan tradisional hanya bisa menghasilkan panen maksimal hingga 1 ton saja.

Fakta tersebut menjelaskan bahwa ada jarak yang jauh antara budi daya udang dengan metode intensifikasi dengan budi daya ikan dengan metode biasa. Untuk itu, Edhy berharap pelaku usaha bisa ikut mengintervensi usaha tersebut bersama dengan Pemerintah. Langkah tersebut diakuinya akan berjalan dengan mudah jika sudah ada kesepahaman antara pelaku usaha dengan Pemerintah.

“Kalau tenaga kerjanya ada, modalnya ada, pedagangnya ada, saya pikirkan tinggal jalan saja. Kami berharap bantuan, dukungan, support, dan kerja sama ini bisa saling menguatkan dan melengkapi,” sebut dia.

Ketua Umum KADIN Indonesia Rosan Roeslani di kesempatan sama menyatakan bahwa sektor kelautan dan perikanan seharusnya menjadi sektor yang menjanjikan dan bisa menjadi tulang punggung perekonomian nasional untuk masa mendatang. Potensi itu muncul, karena luas wilayah Indonesia terdiri dari dua pertiga lautan.

Oleh itu, Rosan berpendapat, jika nelayan, pembudi daya ikan, dan para pelaku usaha bisa bergerak bersama dan dinamis di bidangnya masing-masing, maka itu bisa mewujudkan sumbangsih yang besar untuk perekonomian nasional. Terlebih, jika program yang direncanakan dan dilaksankaan baik dan selaras.

“Kerja sama yang sangat baik nantinya dapat membawa kesejahteraan bukan hanya bagi bidang usaha tetapi juga bagi masyarakat Indonesia secara keseluruhan,” tutupnya.

Diketahui, KKP menargetkan kegiatan ekspor bisa menghasilkan USD6 miliar pada 2020 atau naik dari target 2019 yang hanya sebesar USD5,5 miliar. Sementara, untuk konsumsi ikan KKP pada 2019 juga menaikkan targetnya menjadi 54,49 kilogram per kapita per tahun.

 

Exit mobile version