- Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo memaparkan lima program kerja prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) selama lima tahun mendatang. Program tersebut menjadi turunan dari program prioritas Presiden RI Joko Widodo
- Dari lima program tersebut, pengembangan sub sektor perikanan budi daya dan memperbaiki komunikasi dua arah dengan stakeholder sektor kelautan dan perikanan. Dua tugas tersebut diberikan langsung oleh Presiden
- Tetapi, jika ingin fokus pada perikanan budi daya, maka KKP harus berupaya untuk memberikan kepastian usaha budi daya ikan di Indonesia. Salah satunya, melalui sinergi dengan peraturan daerah (Perda) tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K)
- Selain itu, KKP juga harus bisa menghilangkan disparitas pembangunan fasilitas kelautan dan perikanan yang ada di pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Kenyataan tersebut, dinilai ikut menghambat pembangunan sektor kelautan dan perikanan selama ini
Pekan lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menghadiri rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI. Dalam rapat tersebut, Edhy kembali menegaskan dua program kerja prioritas yang menjadi amanat langsung dari Presiden Joko Widodo. Kedua program kerja itu, adalah membangun komunikasi dengan stakeholder dan mengembangkan subsektor perikanan budi daya.
Bagi Analis Pusat Transformasi Kebijakan Publik Abdul Halim, apa yang diungkapkan oleh Edhy tersebut dinilai masih terlalu jauh bagi sektor kelautan dan perikanan. Penyebabnya, karena hingga saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan.
“Menteri KP sebaiknya fokus pada upaya memperkuat soliditas mesin birokrasi di internal KKP melalui pengisian pejabat di setiap pos jabatan, dengan menggunakan prinsip meritokrasi,” ucapnya, akhir pekan lalu.
baca : Janji Edhy Prabowo untuk Sektor Kelautan dan Perikanan
Tentang program prioritas untuk perikanan budi daya, Halim menyebut kalau itu adalah program yang bagus dan memiliki masa depan cerah. Namun, sebelum melangkah ke sana, sebaiknya Edhy bisa fokus pada upaya untuk memberikan kepastian usaha budi daya ikan di Indonesia.
Upaya tersebut, perlu dilakukan melalui sinergi dengan peraturan daerah (Perda) tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K) yang sudah disahkan di banyak provinsi. Sinergi itu harus dilakukan khususnya tentang usaha pembudidayaan ikan yang dikelola oleh pembudi daya ikan kecil.
Selain kepastian usaha, Edhy juga dinilai harus bisa meyakinkan banyak pihak bahwa perikanan budi daya memang sedang menjadi fokus dari KKP. Meskipun, pada kenyataannya saat ini alokasi anggaran sudah ditentukan dan alokasi untuk Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) porsinya ternyata lebih besar dibandingkan untuk Direktorat Jenderal Perikanan Budi daya (DJPB).
“Itu menunjukkan bahwa perikanan tangkap masih menjadi fokus kinerja KKP ke depan,” tuturnya.
Mengingat anggaran untuk DJPT lebih besar, Halim mengatakan KKP sebaiknya bisa fokus pada upaya pembenahan layanan perizinan kapal ikan berukuran di atas 30 gros ton (GT) dan mengintegrasikan dengan hasil estimasi potensi sumber daya ikan (SDI) dan jumlah tangkapan yang diperbolehkan.
Dengan demikian, KKP bisa memastikan semua nelayan kecil berdasarkan Undang-Undang No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam, bisa terpenuhi.
baca juga : Mengawal Masa Depan Perikanan Budi daya untuk Perikanan Nasional
Disparitas Infrastruktur
Sementara, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan berpendapat, program kerja prioritas yang direncanakan KKP memang menjadi program yang bagus. Tetapi, KKP harus bisa menyelesaikan pekerjaan rumah yang ada, yaitu masalah disparitas infrastruktur perikanan yang ada di pulau Jawa dan luar pulau Jawa.
“Saat ini infrastruktur perikanan seperti pelabuhan perikanan skala besar, coldstorage dan pabrik es masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Sementara ikan adanya di perairan luar Jawa,” ungkap dia.
Selain membangun fasilitas infrastruktur di luar pulau Jawa, KKP juga harus bisa melaksanakan percepatan pembangunan industri maritim dengan merealisasikan pembangunan sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT). Program tersebut sudah mulai diinisiasi sejak 2015 lalu dan fokus pada kegiatan yang berorientasi ekspor.
Khusus untuk pembangunan perikanan budi daya, Suhufan menyebutkan kalau KKP harus memulainya dengan mengatasi persoalan ketersediaan pakan ikan yang saat ini masih dipenuhi produk impor. Karena biaya produksi perikanan budi daya sebanyak 65% persen biaya untuk pakan ikan.
“Blue print budi daya mesti disiapkan, apakah budi daya berbasis masyarakat atau berbasis industri, sehingga jelas arah pengembangannya,” katanya.
Di luar itu, Suhufan kembali mengingatkan agar KKP bisa melaksanakan tugasnya untuk memberikan perlindungan bagi nelayan kecil dengan asuransi seumur hidup. Sementara, yang ada sekarang adalah nelayan kecil hanya mendapatkan perlindungan asuransi dari Pemerintah selama setahun saja.
perlu dibaca : Sejak 1950, Perikanan Budidaya Indonesia Lambat Berkembang, Kenapa Demikian?
Prioritas KKP
Saat rapat kerja bersama Komisi IV DPR RI, Rabu (6/11/2019), Edhy Prabowo menyampaikan lima program utama yang menjadi turunan dari program kerja prioritas Presiden dan Wakil Presiden RI 2019-2024. Kelima program itu, adalah peningkatan sumber daya manusia (SDM); pemberdayaan dan perlindungan usaha; pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan (SDKP); dan peningkatan pengawasan SDKP.
Kemudian, industrialisasi kelautan dan perikanan; peningkatan usaha dan investasi; penguatan kebijakan dan regulasi berbasis data, informasi, pengetahuan faktual, serta komunikasi dengan stakeholders; dan reformasi birokrasi.
Untuk melaksanakan lima program tersebut, Edhy Prabowo mengatakan akan melakukan berbagai langkah yaitu membangun komunikasi dengan stakeholders kelautan dan perikanan; mengoptimalkan perikanan budidaya; membangkitkan industri kelautan dan perikanan melalui pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dan penguatan sistem karantina ikan; pengelolaan laut, pesisir, dan pulau-pulau kecil; penguatan pengawasan SDKP; serta penguatan SDM dan inovasi riset kelautan dan perikanan.
Menurutnya, saat Presiden Jokowi memberinya jabatan Menteri KP, ada dua tugas besar yang harus dijalankan, yaitu membangun komunikasi dua arah dengan stakeholder di sektor perikanan di antaranya kepada nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, pembudidaya rumput laut, dan stakeholder lainnya, baik itu pengusaha besar maupun kecil.
“Jika tidak ada komunikasi yang baik, bagaimana kita bisa bicara program ke depannya,” ucap Edhy.
Kemudian, tugas berikutnya yang diberikan Presiden RI, adalah bagaimana meningkatkan program perikanan budi daya seproduktif mungkin. Mengingat, subsektor itu dinilai masih belum optimal dikembangkan, meski potensinya diketahui sangat besar.
Oleh karena itu, Edhy akan fokus di kawasan pesisir, laut, dan perairan umum seperti sungai, danau, rawa, dan waduk. Pengembangan untuk perairan umum harus dilakukan, karena tidak semua daerah memiliki laut atau pantai.
perlu dibaca : Menteri KP Menyerap Aspirasi dari Pesisir Utara Jakarta
Berkaitan dengan agenda prioritas tersebut, pada 2020 KKP menargetkan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) perikanan hingga 7,9 persen yang akan didukung dengan peningkatan produksi perikanan 26,46 juta ton, produksi garam 3 juta ton, Nilai Tukar Nelayan (NTN) sebesar 115, tingkat konsumsi ikan 56,39 kg/kapita/tahun, nilai ekspor hasil perikanan USD6,17 miliar, dan jumlah luas kawasan konservasi perairan seluas 23,40 juta hektare.
Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menyampaikan, dengan wilayah laut yang luas, Indonesia dihadapkan pada tantangan bagaimana mengelola, memanfaatkan, dan melindungi potensi yang ada di dalamnya dengan baik dan bijak. Dengan demikian, potensi tersebut bisa tetap terjaga dengan lestari dan berkelanjutan.
Di sisi lain, walau konservasi harus tetap dilakukan, Sudin meminta agar KKP bisa juga memperhatikan hal-hal yang terjadi dan ada di masyarakat pesisir dan nelayan. Perhatian tersebut menjadi penting, karena itu bisa menciptakan situasi dan kondisi lebih nyaman, aman, dan sekaligus menghindari polemik yang berkepanjangan.
“Apa yang sudah bagus di periode sebelumnya, dipertahankan dan diteruskan di periode sekarang,” pungkasnya.