Mongabay.co.id

Raptor Migrasi, Bukan Sebatas Menikmati Ritual Tahunan

 

 

September hingga April adalah waktu yang tepat bagi pengamat burung dan fotografer satwa liar menghitung jumlah burung di langit. Saat itu merupakan musim migrasinya burung air, burung pantai, burung laut, burung hutan, hingga burung pemangsa.

Migrasi merupakan pergerakan musiman burung dari satu daerah ke daerah lain. Yaitu, menghindari musim dingin yang terjadi pada belahan bumi utara, terbang ke bumi belahan selatan yang sedang musim panas. Tujuannya, menuju wilayah yang memiliki kelimpahan pakan.

Dengan menggunakan panduan alam, ribuan burung itu akan melakukan perjalanan panjang. Panduan alam berupa gunung, pantai, sungai, posisi matahari, letak bintang, serta magnet bumi.

Raptor alias burung pemangsa adalah jenis paling menarik untuk diperhatikan ketika migrasi. Dalam Jurnal Asian Raptor dengan judul Current Information on Migratory Raptors and its Conservation Efforts in Indonesia dijelaskan bahwa pada 2010, Purwanto dkk, mengumpulkan data raptor dari beberapa lokasi di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Bali and Selat Lombok.

Kompilasi data tersebut menunjukkan, sekitar 55.657 individu raptor bermigrasi ke Indonesia. Jenisnya, elang-alap cina [Accipiter soloensis], sikep-madu asia [Pernis ptilorhynchus], dan elang-alap nipon [Accipiter gularis].

Baca: Burung Bermigrasi, Apa yang Dicari?

 

sikep-madu asia yang terpantau di Gung Sega, Bali. Foto: Deny Rahmadani

 

Ada beberapa lokasi favorit pengamat memantau raptor bermigrasi. Sebut saja Pulau Rupat – Riau, Pulau Bangka, Minahasa – Sulawesi Utara, Bukit Paralayang – Bogor, Gunung Batu – Bandung, Gunung Sega – Bali dan kawasan Gunung Ciremai.

Daerah-daerah ini merupakan pegunungan dan semenanjung yang menghadap ke laut, tempat terbaik untuk mengamati migrasi. Elang akan terbang naik berputar [soaring] menggunakan arus udara hangat yang disebut ‘termal’ yang dihasilkan di pegunungan, dataran rendah, bahkan laut. Setelah mencapai ketinggian tertentu, ia meluncur, diulang berkali sampai mencapai tujuan akhir. Dengan menggunakan arus udara hangat, energi bisa dihemat.

Baca: Menghitung Burung Pemangsa Migrasi, Bagaimana Caranya?

 

Sikep-madu asia, jenis raptor yang mengembara setiap tahun. Foto: Khaleb Yordan

 

Aris Hidayat, Kordinator kegiatan Bogor & Nature Wildlife Photography, yang melakukan pemantauan di Bukit Paralayang, Bogor, pada Oktober dan November mengatakan, komunitas fotografi pun peduli burung migrasi sebagaimana pengamat. Juga perhatian pada isu-isu konservasi dan lingkungan.

“Fotografer dan pengamat burung dapat bekerja sama, membantu data visual dalam bentuk foto guna memudahkan identifikasi burung-burung migran yang melintasi Indonesia,” terangnya.

Aris menambahkan, Bukit Paralayang menarik untuk fotografi karena lokasinya strategis. Berada di ketinggian dengan ruang sangat terbuka.

Jumlah dan jenis raptor migrasi di Bukit Paralayang pada empat kali pengamatan terhitung lebih dari 360 individu. Jenisnya, elang-alap cina, sikep-madu asia, dan elang-alap nipon.

 

Hasil pemantauan elang migrasi di Puncak Paralayang, Bogor, pukul 07:00 – 16:00 WIB [Data dikumpulkan dan dikompilasi oleh Fransisca N Tirtaningtyas]. Foto: Sikep-madu asia dan elang-alap cina [Fransisca N], elang-alap nipon [Robert DeCandido]

 

Tempat pengamatan

Lokasi menarik lain adalah Bali. Hampir sebagian besar wilayah di sini merupakan lintasan raptor bermigrasi, seperti Taman Nasional Bali Barat, Bedugul, Gunung Batukaru, Gunung Agung, Gunung Lempuyang, Gunung Sega, bahkan Pantai Kuta.

Pengamat burung dari Satwa Alam Bali, Deny Rahmadani, mengatakan Bali menjadi bottle neck raptor yang datang dari bagian utara, tengah dan selatan Indonesia menuju Lombok. “Sekitar 1.518 individu kami hitung dalam waktu empat jam pengamatan. Jenisnya, elang-alap cina, sikep-madu asia, dan elang-alap nipon,” terangnya.

Deni menambahkan, Gunung Sega menjadi lokasi pengamatan menarik sejak 2010, karena letaknya strategis dan mudah dicapai dengan pemandangan alam terbuka. Lokasi ini juga tempatnya simposium Asian Raptor Research and Conservaton Network [ARRCN], Oktober 2019. Pengamat burung dari Jepang, India, United Arab Emirates, Malaysia, Thailand, dan Nepal ikut memantau.

“Migrasi raptor merupakan fenomena alam menarik dan langka, terlebih Indonesia menjadi tujuan untuk bertahan hidup,” jelasnya.

Baca juga: Menikmati Raptor Bermigrasi di Gunung Sega Bali

 

Mengabadikan burung bermigrasi dilakukan oleh komunitas Bogor & Nature Wildlife Photography di Puncak Paralayang, Bogor. Foto: Fransisca N Tirtaningtyas/Mongabay Indonesia

 

Wisata ornitologis

Pengamatan raptor bermigrasi dapat berfungsi juga sebagai wisata ornitologis, yang bermanfaat bagi pelestarian burung. Data yang secara teratur dikumpulkan bermanfaat dalam pengambil keputusan untuk upaya konservasi.

Pemerhati raptor dari Asian Raptor Research and Conservation Network [ARRCN] Adam A. Supriatna mengatakan, data-data yang dikumpulkan seharusnya sistimatis dan memiliki standar. Misal, metode yang sama serta lokasi dan waktu yang sama setiap tahun. Data yang terkumpul nantinya mencerminkan fluktuasi jumlah jenis.

“Migrasi raptor merupakan fenonena global, isu-isu pelestariannya harus digemakan bersama,” terangnya.

Adam menambahkan, kolaborasi jangka panjang di setiap titik pengamatan adalah hal paling potensial. Tujuannya, menjaga kesinambungan pengumpulan data dan informasi serta membangun dukungan memadai untuk berbagai upaya konservasi alam, khususnya burung. Kolaborasi melibatkan berbagai pihak, mulai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, LIPI, universitas, dan lembaga swadaya masyarakat.

“Jangan lupa, masyarakat perlu dilibatkan melalui event seperti festival. Undang mereka, masukkan unsur hiburan, pendidikan lingkungan dan kampanye pelestarian satwa agar mereka ikut melindungi burung pemangsa bermigrasi,” tegasnya.

 

Referensi:

Purwanto, AA., Rahman, Z., Supriatna, A., Sutito, ASB., Srirejeki, I. 2015. Current information on Migratory Raptors and its Conservation Efforts in Indonesia. Asian Raptors: 54-62.

 

 

Exit mobile version