Mongabay.co.id

Punah, Badak Sumatera di Malaysia Menyisakan Cerita

 

 

Iman, badak sumatera di Borneo Rhino Alliance [BORA], Sabah, Malaysia, mati pada Sabtu [23/11/2019] pukul 17.35 waktu setempat. Kepastian tersebut diumumkan pihak BORA, tempat Iman menghabiskan sisa hidupnya, melalui akun Facebook resminya.

“Untuk Iman, kamu adalah badak sumatera ke-5 yang hilang di Bumi dalam waktu 5 tahun terakhir. Kamu adalah badak sumatera terakhir di Malaysia,” tulis BORA, organisasi non-pemerintah yang dikembangkan Sabah Wildlife Department di Taman Nasional Tabin, Sabah.

BORA mengungkapkan, Iman merupakan badak sumatera paling manis, yang membawa begitu banyak kegembiraan dan harapan bagi upaya konservasi badak sumatera di Malaysia. Kepergian Iman, meski membawa duka mendalam, tapi ini yang terbaik untuk menghilangkan derita sakitnya.

“Semoga kami bisa sekuat kamu, mempertahankan dan menyelamatkan spesiesmu. Semoga kami berani seperti kamu untuk tidak pernah menyerah. Istirahatlah dengan tenang, gadis manis tersayang,” lanjut BORA.

Baca: Kepunahan Badak Sumatera, Mata Dunia Kini Tertuju ke Indonesia

 

Iman, badak sumatera terakhir di Malaysia, mati akibat tumor pada 23 November 2019. Foto: BORA [Borneo Rhino Alliance]

 

Christina Liew, Menteri Pariwisata, Budaya dan Lingkungan Malaysia mengungkapkan, kematian Iman adalah kabar duka yang mengejutkan kita semuanya. Iman mendapat perhatian dan perawatan terbaik sejak penangkapannya, Maret 2014, hingga akhir hayatnya.

“Sebelum pergi, kondisi Iman menurun karena mengalami pendarahan akibat tumor rahim yang dideritanya selama bertahun,” ungkap Liew dikutip dari The Star, Minggu [24/11].

Direktur Sabah Wildlife Department, Augustine Tuuga, mengatakan kematian Iman datang lebih cepat dari yang diperkirakan. Kendati begitu, pihaknya sadar bahwa Iman menahan sakit luar biasa.

“Meski Iman telah tiada, kami berharap masih mungkin mendapatkan beberapa sel telurnya untuk dilakukan program penyelamatan badak sumatera yang diusulkan Malaysia-Indonesia,” ungkapnya.

Baca: Kanker Itu Merenggut Kehidupan Puntung untuk Selamanya

 

Iman dalam kenangan. Foto: BORA

 

Diberitakan sebelumnya, Christina Liew, yang juga Wakil Kepala Menteri Sabah mengatakan kesehatan Iman kritis karena tumor rahim [uterus] yang menggerogoti fisiknya. Nafsu makannya hilang.

“Beratnya bahkan turun 44 kilogram, dari 520 kilogram menjadi 476 kilogram, dan itu kondisi terendah tubuhnya,” tutur Liew dirangkum dari The New Strait Times, Rabu [20/11/2019].

Liew menambahkan, kondisi Iman dalam asuhan tim yang dipimpin dokter sekaligus ahli badak, Zainal Zahari Zainuddin, dari suaka badak BORA semakin memburuk. Tim dokter mengatakan, tidak ada cara untuk menghentikan pertumbuhan bahkan menyembuhkan tumor tersebut.

“Jika dilakukan operasi pengangkatan pun sangat berisiko, karena dapat menimbulkan pendarahan dan menyebabkan kematian cepat,” tambahnya.

Liew menyebut, situasi ini mengingatkannya pada kematian Puntung, badak betina 25 tahun, yang harus ditidurkan [euthanasia] pada Juni 2017 lalu akibat kanker sel squamosa yang diidapnya. Kanker tersebut tidak dapat disembuhkan, membuatnya menderita hingga berujung nyawa.

Meski pilihan berat, euthanasia harus dilakukan saat itu untuk mengakhiri penderitaan Puntung. Kendati sudah dilakukan perawatan kemoterapi, radiasi dan operasi eksisi, kesejahteraan Puntung dalam menjalani kehidupan kesehariannya merupakan pertimbangan paling utama untuk dikedepankan.

Baca juga: Tindakan Darurat Penyelamatan Badak Sumatera Harus Dilakukan

 

Kertam, badak sumatera di BORA [Borneo Rhino Alliance], Taman Nasional Tabin, Sabah, Malaysia, mati pada 27 Mei 2019. Foto: BORA

 

Kisah badak terakhir

Dilansir dari laman resmi BORA, Iman merupakan badak sumatera liar terakhir yang ditemukan di Malaysia, tepatnya di Lembah Danum. Badak betina itu sudah terdeteksi mengidap tumor saat ditangkap dan dipindahkan dari Lembah Danum ke suaka badak BORA, Maret 2014 lalu.

Iman juga menjadi spesies badak sumatera terakhir yang hidup di Malaysia. Kematian badak berusia 25 tahun itu menjadi pukulan berat di tengah berbagai upaya luar biasa penyelamatan spesies paling terancam di dunia itu.

Kehadiran Iman yang ditemukan para ahli di pedalaman hutan Sabah saat itu, sempat membawa harapan baru bagi upaya konservasi. Para ahli meyakini, Iman adalah betina yang subur dan berpotensi memiliki keturunan. Ia dibawa ke suaka badak BORA untuk dikawinkan dengan Tam, badak jantan yang sudah lebih dulu menghuni BORA. Tam mati pada 27 Mei 2019, karena faktor usia [30 tahun].

Upaya pembuahan in-vitro antara Iman dengan Tam, belum membuahkan hasil karena kualitas sel sperma yang dimiliki Tam tidak begitu bagus.

Meski Iman nyatanya menderita tumor ganas, ia merupakan badak paling aktif dan bersemangat di antara dua badak lain yang sudah lebih dahulu menghuni BORA.

 

Puntung dalam kenangan. Semasa hidupnya, ia menjalani hidup yang berat, dijerat pemburu, kehilangan bayi, dan menderita kanker. Puntung mati pada 4 Juni 2017. Foto: BORA

 

Kondisi terkini

Para ahli sepakat, saat ini tidak lebih 80 individu badak sumatera [Dicerorhinus sumatrensis] tersisa di Bumi. Keberlangsungan hidupnya yang kritis, kini hanya menyisakan harapan di tiga bentang alam di Pulau Sumatera dan satu wilayah di luar kawasan konservasi di Kalimantan Timur.

Badak sumatera di Pulau Sumatera hanya ada di Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS], dan Taman Nasional Way Kambas [TNWK]. Untuk di kawasan Kerinci Seblat, sudah tidak ditemukan atau dilaporkan kembali keberadaannya sejak 2011. Sementara di Kutai Barat, Kalimantan Timur, diperkirakan tersisa beberapa individu.

Mengutip tulisan Haerudin R. Siradjudin di Mongabay Indonesia sebelumnya bertajuk “Kepunahan Badak Sumatera, Mata Dunia Kini Tertuju ke Indonesia” populasi badak sumatera di masa lalu diperkirakan hampir ada di seluruh hutan Kalimantan. Namun, kini keberadaannya, termasuk di Tanjung Puting hingga di hutan Sabah dan Serawak, Malaysia, telah punah.

Di hutan Sumatera, saat ini yang sangat mengkhawatirkan adalah badak yang berada di luar kawasan TNGL. Mereka diperkirakan hidup terpencar dengan jumlah sedikit. Di TNBBS, sejak 2012 WWF-Indonesia telah memasang kamera jebak. Pada 2015, hasilnya hanya ditemukan 2 individu.

Sedangkan temuan tim Rhino Protection Unit di TNBBS dari berbagai ukuran jejak dan lokasi yang berbeda dan berjauhan, di diprediksi populasinya sekitar 17-24 individu. Berdasarkan lokakarya Population Viability Analisis pada 2015, badak sumatera yang ada di TNWK diperkirakan 31-36 individu, ditambah satu anakan yang lahir di alam pada Agustus 2016 [RPU-Way Kambas, 2016].

Haerudin mengungkapkan, penyelamatan badak sumatera dari ancaman kepunahan, kini ada di tangan Pemerintah Indonesia. Inisiatif aksi penyelamatan, kerja sama internasional, dan penggalangan dana perlu digalakkan.

“Harapan penyelamatan badak sumatera tidak dipungkiri berada di pusat penangkaran, seperti di SRS Taman Nasional Way Kambas. Program ini pun perlu dipadupadankan dengan potensi varietas genetik dari individu-individu tersisa di Leuser timur, Bukit Barisan Selatan, dan Kalimantan Timur,” pungkasnya.

 

 

Exit mobile version