Mongabay.co.id

Refleksi Kasus Pendampingan Warga yang Menolak TPS di Bali

 

Sampah yang belum tertangani di Bali lebih dari 2000 ton per hari (52%). Ini sekitar 100 truk dengan muatan maksimum 20 ton. Di sisi lain, hampir semua Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Bali penuh.

Gubernur Bali I Wayan Koster akhirnya mengeluarkan Peraturan Gubernur No.47/2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber pada Kamis (21/11/2019) di Denpasar. Sampah harus diselesaikan sedekat mungkin dengan sumber sampah, dan seminimal mungkin yang dibawa ke TPA, hanya residu. Demikian idenya.

Kondisi TPA di kabupaten/kota sebagian besar diakui bermasalah seperti melebihi kapasitas (overload), kebakaran, pencemaran air tanah, bau, dan lainnya. Sampah yang belum tertangani dengan baik ini ada yang dibakar (19%), dibuang ke lingkungan sekitar (22%), serta terbuang ke saluran air (11%).

Pengelolaan sampah di sumber sampah memang ideal. Namun, pengalaman sejumlah TPS (Tempat Pembuangan Sementara) dan Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) di Bali yang overload karena cenderung ditimbun tanpa pengelolaan, penting jadi pijakan.

baca : Darurat Pengelolaan Sampah di Bali, Rentan sebabkan Konflik Sosial dan Ekonomi. Seperti Apa?

 

Proses pemadaman kebakaran di TPA Suwung Bali pada Minggu (27/9/2019. Foto : BPBD Bali/Mongabay Indonesia

 

Sebelum Pergub ini dirilis, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bali dalam jumpa pers di Denpasar, Senin (18/11/2019) memberi sejumlah peringatan jika TPS dan TPST dibangun tanpa partisipasi publik dan analisis lingkungan. Mereka akan mendampingi warga yang bermasalah dengan itu.

Direktur LBH Bali Ni Kadek Vany Primaliraning menyatakan menolak pembangunan TPA/TPST tanpa melalui prosedur hukum dan penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Kedua, mengecam tindakan pemerintah baik provinsi maupun daerah saling lempar dan lepas tangan dalam menyelesaikan permasalahan sampah. Ketiga, YLBHI-LBH Bali siap melakukan advokasi apabila terjadi intimidasi pengelolaan sampah secara ilegal yang melanggar HAM masyarakat.

Vany menyebut polemik masalah sampah di Bali khususnya Kabupaten Badung belum menemukan titik temu pasca pembatasan jumlah pembuangan sampah ke TPA Suwung. Dari awalnya 225 truk perhari menjadi 15 truk perhari.

Meningkatnya wisatawan yang datang ke Bali dinilai bertolak belakang dengan penyediaan tempat pembuangan sampah yang memadai, padahal bisnis pariwisata merupakan bisnis yang boros lahan serta banyak menghasilkan sampah. “Apabila belum ada pengaturan khusus, tetap harus menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota sebagaimana diamanatkan Perda No.5/ 2011 tentang Pengelolaan Sampah,” ujarnya.

LBH Bali mendapat pengaduan dan mendampingi kelompok warga yang menolak kehadiran TPS di Desa Kutuh Kabupaten Badung. Ketut Suhita, advokat sebagai pendamping warga mengisahkan warga minta pendampingan karena terganggu dengan TPS persis samping perumahan mereka. LBH Bali melaporkan hal ini ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Badung yang kemudian menindaklanjutinya dengan membuat surat penghentian TPS pada 20 Oktober 2019.

Surat penutupan TPS untuk pemilik lahan di Kutuh ini menindaklanjuti surat pernyataan warga 27 Januari 2019 tentang penolakan TPS di Br Kaja Jati, Desa Kutuh, Kuta Selatan, Badung. Surat pengaduan masyarakat ini disampikan ke pemerintah pada 11 Februari 2019 perihal pembangunan TPS, diikuti pengaduan LBH pada 8 Oktober. “Warga terganggu bau dan dampak lingkungannya,” ujar Suhita.

baca juga : Ketika Gunung Sampah Mulai Erupsi, Apa yang Harus Dilakukan?

 

TPS di Badung, Bali, yang sempat diprotes warga dan kini dihentikan aktivitasnya setelah didampingi LBH Bali. Foto : LBH Bali/Mongabay Indonesia

 

UU No 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah pasal 17 ayat 1 menyatakan setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah wajib memiliki izin dari kepala daerah sesuai kewenangannya. Dalam Perda Kabupaten Badung No.7/2013, setiap orang yang melakukan kegiatan usaha pengelolaan sampah wajib memiliki izin bupati.

Namun menurut LBH Bali, tata cara perolehan izin pengelolaan sampah yang harusnya diatur dalam Peraturan Bupati hingga saat ini belum diatur. Pemaksaan tempat pengelolaan sampah tanpa adanya aturan maka akan dianggap pelanggaran yang dapat dipidana dengan denda paling lama tiga bulan dan denda paling banyak Rp50 juta.

Lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28 H UUD 1945. Dengan demikian pengakuan hak atas lingkungan yang baik dan sehat sebagai hak asasi setiap warga Negara di Indonesia dan hak konstitusional bagi setiap warga Negara.

Undang-undang No.39/1999 tentang HAM pasal 9 ayat (3) menegaskan “Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”. Hal ini juga dituangkan dalam pasal 5 ayat 1 UU No.23/1997 dan lebih diperdalam pemaknaan pada landasan filosofi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat pada Pasal 65 UU No.32/2009.

perlu dibaca : Setelah Gagal, Pembakaran Sampah Jadi Listrik Kembali Dilakukan di Bali

 

Pemadaman kebakaran di TPA Temesi terus dilakukan dan Pemkab Gianyar menyiagakan truk pemadam. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Pengelolaan di Sumber

Peraturan Gubernur No.47/2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber ini diyakini mampu mengurangi jumlah timbulan sampah di Bali yang mencapai 4,281 ton/hari. Dari jumlah itu yang sudah bisa tertangani dengan baik diklaim sebanyak 2,061 ton/hari (48%).

Pergub ini merangkum apa yang sudah diatur dalam sejumlah regulasi seperti UU dan Perda pengelolaan sampah. Pasal 24 berbunyi sampah residu dari kegiatan pengelolaan sampah di sumber sampah wajib diangkut dan diolah di TPA.

“Prinsipnya selesai di tempat. Rumah tangga memilah sampah organik dan anorganik. Residunya makin kecil,” papar Gubernur I Wayan Koster di depan media, aktivis peduli sampah, dan perwakilan desa adat, dan lainnya pada Kamis (21/11/2019).

Ia mengingat koflik terakhir ketika kelian dan pecalang desa sekitar marah, TPA Suwung yang melayani Denpasar, Badung, Giayar, dan Tabanan (Sarbagita) yang terbesar ditutup truk tak boleh masuk dari dan luar Denpasar karena bau tak sedap. “TPA Sarbagita ini konsep yang salah. Badung sudah mulai pemilahan sampah mandiri di desa-desa,” serunya. TPA Suwung menurutnya akan melaksanakan beauty contest Desember ini, untuk menjaring investor dalam usaha penanganan sampah. Diwacanakan ada hari-hari tertentu pengangkutan sampah anorganik, Koster ingin meniru Bangkok dan Jepang.

Peran masyarakat dalam pengelolaan sampah rumah tangga antara lain menggunakan barang dan/atau kemasan yang dapat didaur ulang dan mudah terurai oleh proses alam, membatasi timbulan sampah dengan tidak menggunakan plastik sekali pakai, dan menyetor sampah yang tidak mudah terurai ke alam ke Bank Sampah atau Fasilitas Penampungan Sementara (FPS). Tak ada sanksi pidana dalam Pergub ini, hanya sanksi administrasi.

Peraturan Gubernur ini juga mengatur tentang kewajiban produsen untuk melakukan pengurangan sampah dengan cara menarik kembali sampah dari produk dan kemasan produk untuk didaur ulang, diguna ulang dan dimanfaatkan kembali. Dengan menunjuk Bank Sampah unit, Bank Sampah sektor, dan Bank Sampah induk di setiap kabupaten/kota sebagai FPS.

 

Sebuah truk melintasi tempat pembuangan akhir sampah (TPA) Suwung, yang terbesar di Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version