Mongabay.co.id

Menolak Punah Badak Sumatera, Kalimantan Timur Deklarasi Aksi Penyelamatan [Bagian 3]

 

 

Baca sebelumnya:

Menolak Punah Badak Sumatera, Sumatran Rhino Sanctuary Diperluas [Bagian 1]

Menolak Punah Badak Sumatera, Lampung Siap Menjadi Benteng Terakhir [Bagian 2]

**

 

Kalimantan Timur tidak tinggal diam terhadap ancaman hebat kepunahan badak sumatera. Provinsi ini, tepatnya di Kutai Barat dan Mahakam Ulu, merupakan wilayah persebaran badak sumatera, selain di Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, dan Taman Nasional Way Kambas.  

Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Hadi Mulyadi, memimpin langsung deklarasi Rencana Aksi Darurat [RAD] Penyelamatan Badak Sumatera dalam rangkaian peringatan Hari Badak Sedunia 2019 di Samarinda, Kamis [14/11/2019].

Hadi menegaskan, komitmen ini merupakan langkah utama penyelamatan badak sumatera subspesies kalimantan atau badak kalimantan di Kalimantan Timur. Satwa langka dilindungi ini akan menjadi ikon Kalimantan Timur sehingga penyelamatannya harus serius.

“Kita semua harus ikut dalam upaya penyelamatan badak, terutama dari ancaman eksploitasi hutan untuk pertambangan maupun perkebunan. Juga, kegiatan lain yang dapat merusak habitat badak. Kita harus fokus, agar populasinya terjaga dan berkembang,” ujarnya.

Hadi mengatakan, ruang jelajah badak di Kalimantan Timur yang berada di Kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu, harus dijaga maksimal. Aksi darurat badak sangat penting, karena nantinya tidak hanya badak yang dilindungi, tapi juga kehidupan masyarakat di Kalimantan Timur secara luas diperhatikan.

Hadi berharap, beberapa tahun ke depan, selama dia menjabat Wakil Gubernur Kalimantan Timur, bisa menyaksikan jumlah individu badak bertambah. “Bagaimanapun caranya, yang penting selamat. Kita semua wajib menjaga dan melestarikan semua makhluk hidup, terkhusus badak. Saya ingin lihat ada kelahiran baru,” terangnya.

 

Badak Pahu saat masuk pit trap yang tujuannya untuk diselamatkan dari kepunahan. Foto: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan/Sumatran Rhino Rescue

 

Ancaman punah di depan mata

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati [KKH] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KKH], Indra Exploitasia, mengungkapkan, untuk memulai aksi penyelamatan badak masyarakat harus ada rasa memiliki. Karena habitatnya ada di Kalimantan Timur, badak itu milik masyarakat Kalimantan Timur.

“Badak milik kita, harus dijaga apa yang menjadi kekayaan kita,” sebutnya.

Dijelaskan Indra, deklarasi penyelamatan badak, sebelumnya dilakukan di Provinsi Aceh, Lampung dan Kalimantan Timur. Dia mengajak kaum milenial untuk peduli populasi dan habitat badak sumatera agar lestari.

“Kami juga memikirkan bagaimana badak menyumbang pendapatan daerah. Misalnya, ada batik bermotif badak. Juga, menjadikan badak sebagai ikon Kalimantan agar tetap menjadi bagian budaya masyarakat adat,” jelasnya.

 

Pahu, badak sumatera betina yang berhasil diselamatkan di Kalimantan Timur. Foto: KLHK/Sumatran Rhino Rescue Team Kalimantan/Sugeng Hendratmo

 

Indra mengatakan, badak kalimantan adalah Dicerorhinus sumatrensis harrissoni, masih sejenis badak sumatera. Tapi penyebutannya badak kalimantan, spesiesnya sama karena DNA-nya serupa.

Badak sumatera diklasifikasikan dalam tiga subjenis, berdasarkan persebarannya. Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis berada di Sumatera, Malaysia, dan Thailand. Dicerorhinus sumatrensis harrissoni ada di Kalimantan.

Berikutnya, Dicerorhinus sumatrensis lasiotis di Vietnam, Myanmar bagian utara hingga Pakistan bagian timur. Untuk subjenis inipara peneliti badak menyebutkan, sudah tidak terpantau lagi sejak puluhan tahun alias punah.  

Badak sumatera di Kalimantan Timur sudah terpantau beberapa tahun terakhir, namun peneliti kesulitan membuktikan wujudnya. Setelah dipasang kamera jebak [trap] di beberapa lokasi, keberadaannya dapat dibuktikan.

“Badak itu soliter. Untuk menemukannya sangat sulit. Kita berharap, badak Pahu yang berhasil diselamatkan di Kutai Barat, pada Minggu [25/11/2018] lalu, akan melahirkan keturunan,” ujarnya.

 

Badak sumatera yang hidup di Kalimantan Timur, habitatnya terdesak konsesi tambang dan terisolasi. Foto: KLHK/Sumatran Rhino Rescue Team Kalimantan/Sugeng Hendratmo

 

Cerita duka Najaq

Tahun 2015, Balai Konservasi Sumber Daya Aalam [BKSDA] Kalimantan Timur [Kaltim] berkolaborasi dengan Aliansi Penyelamatan Badak Sumatera memasang kamera jebak di pedalaman Kutai Barat. Keputusan tersebut diambil setelah adanya informasi kemunculan badak yang disampaikan warga Dayak di pedalaman. Setelah benar-benar memastikan satwa itu badak, tim menyusun rencana penangkapan sekaligus penyelamatan populasi tersisa.

“BKSDA Kaltim terus mencari. Pada 2016, kami mendapatkan satu individu. Sayang, badak itu mati karena infeksi luka jeratan di kakinya,” terang Kepala BKSDA Kaltim, Sunandar Trigunajasa.

 

Deklarasi Penyelamatan Badak Sumatera di Kalimantan Timur dipimpin langsung oleh Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Hadi Mulyadi. Foto: Yovanda/Mongabay Indonesia

 

Badak yang dimaksud Sunandar adalah Najaq yang mati pada Selasa dini hari, 5 April 2016. Badak 10 tahun itu mengalami infeksi hebat pada kaki kiri akibat jerat tali. Najaq tertangkap kamera jebak akhir Oktober 2015 dengan jerat tali pada kaki kiri belakangnya. Sejak itu, Najaq diupayakan ditangkap untuk dilepaskan jerat tersebut dan diberi pengobatan.

12 Maret 2016, Najaq berhasil ditangkap dan diberikan pengobatan untuk lukanya dengan antibiotik dan antibengkak, serta vitamin oleh tim dokter hewan gabungan. Namun, dalam beberapa hari terakhir, kesehatan Najaq menurun dan mati. Luka parah pada kaki kirinya menyebabkan infeksi.

Sunandar menuturkan, adanya badak membuktikan bahwa Kalimantan dan Sumatera dulunya satu daratan. Sebab, badak kalimantan memiliki gen serupa badak sumatera. Dia pun memastikan, dari dulu hingga sekarang, tidak ada sejarah yang menyebut badak sumatera dibawa ke Kalimantan.

“Badak itu asli di sini, sama dengan yang di Sumatera. Bedanya, ukurannya agak kecil,” ungkapnya.

Sunandar meyakini, jika tidak dilakukan penyelamatan cepat, sekitar 10 tahun ke depan, badak kalimantan bisa benar-benar punah seperti di Malaysia. “Kalau dibiarkan bisa terjadi, 10 tahun itu sebentar. Ditambah lagi, sifat badak ini pemalu dan soliter. Bagaimana mereka mau kawin kalau tidak diusahakan.”

 

Najaq, badak sumatera di Kalimantan Timur yang kini tinggal kenangan. Najaq mati pada 5 April 2016, akibat infeksi luka jeratan di kaki kirinya. Foto: YABI

 

Semangat baru Pahu

Bagaimana kabar Pahu? Badak betina ini telah diamankan di Suaka Badak Kalimantan, di lahan bekas perusahaan PT. Kelian Equatorial Mining [KEM] yang telah direklamasi. Dengan luas lahan 500 hektar di Kutai Barat, lokasi tersebut menjadi Kalimantan Rhino Sanctuary.

Pahu adalah harapan Provinsi Kalimantan Timur. Sunandar menegaskan, Pahu tidak boleh bernasib seperti Najaq. Pahu sehat dan memiliki alat reproduksi bagus. Saat ini, ia hanya menunggu pejantan untuk dikawinkan.

“Namun, hingga kini, Aliansi Penyelamatan Badak Sumatera dan BKSDA Kaltim belum menemukan kemunculan badak jantan,” ujarnya.

Berat Pahu saat pertama kali masuk karantina sekitar 320 kilogram. Tingginya 101 sentimeter dengan panjang badan 200 sentimeter. Berdasarkan struktur gigi, umurnya diperkirakan 25 tahun. Setelah menjalani masa karantina tiga bulan, akhirnya Pahu dilepaskan ke Suaka Badak Kalimantan, pada 20 Maret 2019, dengan berat badan 360 kilogram.

“Pemindahan badak “Pahu” ke suaka merupakan langkah awal penyelamatan badak yang populasinya di alam sudah tidak viable lagi. Perburuan dan fragmentasi habitat merupakan ancaman utama menurunnya individu di alam yang saat ini diprediksi antara 12-15 ekor. Persebarannya, di Kantong 1 dan Kantong 3 Kabupaten Kutai Barat dan Mahakam Ulu, Kalimantan Timur,” tutur Sunadar, dikutip dari laman KLHK, saat pelepasan Pahu.

 

Badak Pahu yang kini menghuni Suaka Badak Kalimantan, di Kalimantan Timur. Foto: KLHK/BKSDA Kaltim

 

Koordinator Nasional Badak WWF Indonesia, Kurnia Oktavia Hariani mengatakan, hutan Kalimantan yang kian menyempit menjadi masalah bagi perkembangbiakan populasi badak. Jika memutuskan untuk menunggu perkawinan alami, dia memastikan hal itu sangat sulit terjadi. Langkah terakhir adalah dengan cara pengembiakan di penangkaran.

Perkawinan alternatif ini pun tidak gampang. Sebab, sebelum memulai proses perkawinan, terlebih dahulu dipastikan badak-badak tersebut memiliki alat reproduksi yang sehat.

“Mungkin masih ada badak jantan yang belum teridentifikasi, jika ada akan dilakukan proses perkawinan. Tapi tidak gampang, karena kita harus pastikan kekerabatan genetik badak-badak yang ditemukan,” pungkasnya.

 

 

Exit mobile version