Mongabay.co.id

Bentang Alam Seblat, Jalur yang Bebaskan Gajah Sumatera dari Kungkungan [Bagian 1]

 

 

Bentang Alam Seblat, Provinsi Bengkulu, resmi menyandang status Kawasan Ekosistem Esensial [KEE] Koridor Gajah Sumatera [Elephas maximus sumatranus].

“Kami berharap, pengelolaan koridor gajah berbasis bentang alam mampu menjawab permasalahan pelestarian gajah sumatera, utamanya ancaman kepunahan,” terang Sri Turni Hartati perwakilan dari Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem [KSDAE], Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada launching KEE Koridor Gajah Sumatera di Bengkulu, Kamis [05/12/2019].

Bentang Alam Seblat berada di antara Taman Wisata Alam [TWA] Seblat dan Taman Nasional Kerinci Seblat [TNKS], yang didominasi Hutan Produksi Air Teramang, Air Rami, Hutan Produksi Terbatas [HPT] Lebong Kandis, perkebunan PT. Alno Agro Utama dan area penggunaan lain.

Secara administratif, kawasan ini terletak di Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko. Adapun kawasan yang menjadi TWA Seblat itu merupakan bekas hutan produksi dengan kawasan fungsi [HPKH] yang digunakan untuk Pusat Latihan Gajah dan HPT Lebong Kandis.

“Bentang alam ini habitat alami 70-150 individu gajah sumatera,” tutur Sri.

Baca: Harapan Baru Gajah Sumatera di Bentang Alam Seblat

 

Bentang Alam Seblat di Bengkulu, disahkan sebagai Kawasan Ekosistem Esensial [KEE] Koridor Gajah Sumatera. Foto: Instagram#savegajahseblat

 

Oleh sebab itu, kata dia, penting sekali menghubungkan atau rekoneksi antara TWA Seblat dan TNKS melalui koridor gajah. “Tujuan utamanya, menyediakan habitat yang cocok untuk keberlangsungan hidup gajah.”

Kawasan ini bertopografi datar hingga bergelombang dengan ketinggian 56-113 meter dari permukaan laut [m dpl]. Tempat ideal bagi gajah sumatera yang hidup di hutan-hutan dataran rendah di bawah 300 m dpl.

TWA Seblat merupakan habitat yang menjadi tujuan migrasi kelompok-kelompok gajah di Bentang Alam Seblat. Namun masalah utamanya, saat ini TWA Seblat terisolasi sehingga berada di luar jangkauan kawanan gajah yang secara reguler bermigrasi.

Sejak 2015-2016, gajah liar tidak ditemukan lagi di kawasan ini. “Banyak halangan yang harus dihadapi gajah liar untuk kembali ke TWA Seblat,” lanjut Sri.

Baca juga: Bona, Tulus, dan Ardo. Apa Kabarnya Kalian Sekarang?

 

Bentang Alam Seblat merupakan habitat alami 70-150 individu gajah sumatera. Foto: Instagram#savegajahseblat

 

TWA Seblat memiliki luas 7.732,8 hektar. Masalahnya, hutan ini banyak mengalami fragmentasi, pembukaan lahan untuk perkebunan warga, perkebunan perusahaan hingga pertambangan, yang mengakibatkan kelompok besar gajah pecah menjadi empat kelompok kecil.

Kelompok itu adalah Air Teramang-Air Dikit, Air Teramang-Air Berau, Air Ipuh-Air Berau, dan Seblat. “Fungsi utama koridor adalah memberikan ruang gerak yang luas untuk satwa liar dalam melakukan perjalanan dan migrasi,” Sri menjelaskan.

Menurut dia, pemberian akses dan ruang gerak akan menciptakan peluang pertukaran genetik antar-populasi serta mengurangi ancaman dan perubahan lingkungan. “Lebih dari itu, koridor juga memberikan peluang rekolonisasi habitat yang populasinya terancam punah,” ujarnya.

 

Bentang Alam Seblat berada di antara Taman Wisata Alam [TWA] Seblat dan Taman Nasional Kerinci Seblat [TNKS]. Foto: Instagram#savegajahseblat

 

Komitmen pemerintah daerah

Gubernur Bengkulu, melalui Asisten Perekonomian dan Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah, Yuliswani menegaskan, Pemerintah Provinsi Bengkulu berkomitmen menjaga gajah sumatera beserta habitatnya dari segala ancaman kepunahan.

“Kami mendukung inisiatif para pihak yang mengupayakan koridor gajah di Bentang Alam Seblat,” kata Yuliswani.

Surat Gubernur Bengkulu Nomor S.497.DLHK.2017 tentang Pembentukan Forum Kolaboratif Pembangunan Kawaan Ekosistem Esensial Koridor Gajah di Bentang Alam Seblat, merupakan bentuk dukungan tersebut. “Kita sadar, Bentang Alam Seblat mempunyai fungsi ekologis sebagai penyangga kehidupan seluruh keanekaragaman hayati,” tuturnya.

Yuliswani menegaskan, jangan sampai habitat gajah di tersebut mengalami hancur, yang berarti pergerakan gajah menjadi semakin terbatas. “Bila rusak, ancaman kepunahan semakin nyata. Forum KEE yang sudah dibentuk bisa menjadi wadah koordinasi dan komunikasi antar-pihak yang memiliki kewenangan pengelolaan lahan di Seblat.”

 

Gajah sumatera yang hidupnya tak pernah sepi dari ancaman. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Bengkulu, Sorjum Ahyar mengatakan, pembentukan KEE menjadi harapan keberlangsungan hidup gajah sumatera.

“Manajemen kolaboratif pengelolaan kawasan Seblat menjadi keutamaan, memastikan populasi tersisa bertahan dan selamat dari kepunahan,” katanya.

Sorjum mengajak semua pihak saling mendukung konservasi dan perlindungan populasi gajah. “Kritik dan saran konstruktif kami harapkan,” tuturnya.

 

 

Exit mobile version