Mongabay.co.id

Bonbon, Bayi Orang Utan ini Masuk Sekolah di Sumatera

 

Bayi Orang Utan berusia lebih 2 tahun ini dipisahkan paksa dari induknya untuk diperdagangkan. Pada 22 Maret 2019, ia ditemukan dalam koper untuk diselundupkan ke luar negeri di Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali.

Bonbon, demikian nama yang didapatnya dari sejumlah pengasuhnya saat dirawat selama sembilan bulan. Pada Selasa (17/12/2019) jelang dini hari, Bonbon akan diterbangkan ke Sumatera untuk masuk sebuah ‘sekolah’ persiapan pelepasliaran di Sumatran Orang Utan Conservation Programme (SOCP) di Sibolangit, Sumatera Utara.

Orang Utan berusia antara 2-3 tahun ini terlihat lengket dengan Ketut, keeper atau pengasuhnya dari tempat penitipan sementara Taman Safari Indonesia III selama di Bali. Bonbon memeluk erat Ketut selama jumpa pers menuju translokasi ke Sumatera di sebuah gedung dalam area bandara Ngurah Rai pada Senin sore (16/12/2019). Ketut akan menyertai Bonbon di sekolahnya sekitar 5 hari untuk masa transisi kepengasuhan ke keeper lain.

baca : Raungan dan Gugatan Orangutan di Bali

 

Kepala BKSDA Bali melepas translokasi bayi Orang Utan korban selundupan di Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Perjalanan Bonbon juga disertai sejumlah dokter hewan dari beberapa pihak yang mendukung translokasi dan perawatannya. Misalnya BKSDA Bali, Taman Safari, Jakarta Animal Aid Network (JAAN), dan lainnya.

Orang Utan dikenal soliter. Bayi dan induknya dikenal punya hubungan sangat dalam, bahkan terus berdua ke mana pun sampai berusia remaja. Cara memisahkan ibu dan bayi Orang Utan seringkali dengan cara kekerasan. Nasib ibu Bonbon masih misteri, bahkan dicurigai sudah dibunuh untuk memisahkan keduanya.

“Bayi Orang Utan sangat terikat induknya sekitar 6-7 tahun. Tapi Bonbon dipisah paksa pada usia 2 tahun,” urai Agus Budi Santosa, Kepala Balai KSDA Bali. Ia mencontohkan, kalau indukan atau bayinya mati, baru mau dilepas setelah jadi kerangka.

Ia mengatakan dari fakta persidangan, pihaknya kesulitan membuktikan lokasi induknya. “Kalau pengakuan tersangka, bayinya diambil di Bali, maka induknya di Bali. Harusnya gampang ketemu, karena cukup seksi,” lanjutnya. Agus menyebut ada 5 satwa dilindungi yang termasuk seksi yakni Badak, Harimau Sumatera, Gajah, Komodo, dan Orang Utan.

Sampai kini, posisi induknya tak diketahui. Termasuk bagaimana bisa lolos sampai ke Bali untuk diperdagangkan dan kemudian hendak diselundupkan ke luar negeri. Pelaku penyelundupan yang sudah dipidana penjara adalah Andrei Zhestkov, warga Rusia. Upaya penyelundupannya diketahui saat koper berisi bayi Orang Utan masuk mesin X-Ray di terminal keberangkatan internasional oleh petugas Airport Security Screening (AVSEC).

Pengakuan pelaku saat itu, bayi Orang Utan dibeli dari Jawa seharga USD3000. Jaksa Penuntut Umum yang hadir saat jumpa pers, Agung Buana, mengatakan Andrei berkilah dititipkan bayi Orang Utan oleh temannya, Igor. Kini Igor dalam daftar pencarian orang. “Ia mengaku lalai, mengira monyet biasa,” lanjut Agung. Dalam kopernya selain Orang Utan dalam keranjang rotan, ada juga satwa lain yakni 2 ekor tokek, dan 5 kadal, serta benda kerajinan dari kayu.

Hakim menjatuhkan vonis satu tahun penjara, denda Rp10 juta atau subsider 2 bulan penjara. Terpidana sudah membayar denda.

baca juga : Warga Rusia Selundupkan Orangutan dari Bali, Bagaimana Akhirnya?

 

Ketut adalah keeper yang menjadi orang tua sementaranya selama 9 bulan perawatan di Bali. Awalnya Bonbon benci dengan laki-laki, namun kini pengasuhnya laki-laki, petugas Taman Safari Indonesia di Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Berat badan meningkat

Bonbon dipastikan adalah Orang Utan Sumatera (Pongo abelii) setelah menjalani tes DNA oleh Laboratorium Genetika Molekuler Pusat Penelitian Biologi LIPI yang hasilnya disetujui Dirjen KSDAE. Dari sisi hukum pun, satwa sudah memiliki kekuatan hukum tetap dari Pengadilan Negeri Denpasar.

Pendukung lainnya adalah kondisi kesehatan Bonbon sudah memenuhi syarat untuk translokasi menuju persiapan pelepasliaran. Dokter hewan di Taman Safari Indonesia III di Bali, Yohana Kusumaningtyas menjelaskan saat ini berat badanya 11 kg dari awal mula 5 kg saat masuk perawatan.

“Pertama kali datang 20 Maret 2019 dengan kondisi menyedihkan dari efek obat tidur, perut kembung dan agak kurus,” jelasnya. Pemeriksaan feses, pernafasan, general checkup, xray paru, darah lengkap, dan lainnya menyimpulkan tak ada penyakit yang diidap Bonbon. Tak ada abnormalitas selama 8 bulan pemeliharaan dan menunjukan perkembangan. “Dari kurang aktif, tak suka laki-laki, kalau lihat langsung digigit seperti trauma,” ingat Yohana. Setelah pendekatan terus menerus, kini malah dekat dengan keeper laki-laki yang akan mendampinginya ke masa transisi di lokasi baru.

Di Taman Safari di Bali, ada 2 bayi Orang Utan lainnya dan jadi teman bermainnya. Bonbon dinyatakan sehat untuk translokasi ke Sumatera. Diharapkan Bonbon tak memiliki trauma kedua setelah dipisahkan dari induknya, karena itu perlu transisi lepas dari keeper.

Masa transisi menuju alam liar di SOCP di Sibolangit juga perlu waktu cukup lama. Terlebih selama di Bali intensitas bertemu manusia cukup tinggi, ditakutkan tak bertahan di alam liar. Kepala BKSDA Bali menyebut Bonbon akan melewati sekolah yang mirip grade TK dan SD, untuk diajari bisa hidup di alam liar. Sampai mampu mengurangi interaksi dengan manusia. Setelah sukses melewati habituasi maka dilepasliarkan.

Masa habituasi atau penyesuaian diri tergantung individu, usia makin muda makin cepat. “Tak semua bisa lulus sekolah. Kriteria mendasar siap atau tidak misal kemampuan buat sarang karena Orang Utan hidup di pohon,” papar Agus. Hal lainnya misal bisa menentukan mana makanan, karena ada jenis yang beracun. Ia berharap tidak ada kejadian seperti ini, ini jadi yang pertama dan terakhir pada satwa liar.

menarik dibaca : Kisah Orangutan Paguh, Mata Buta dengan Belasan Peluru di Kepala

 

Ilustrasi. Orangutan sumatera yang berada di Hutan Soraya. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Makin langkanya satwa liar dilindungi menurutnya terjadi juga pada Kakatua Jambul Kuning. Dari hasil amatan selama tiga tahun, 2017-2019 hanya hanya satu ekor jantan yang ditemui di Nusa Penida, individu yang sama.

Terlebih Orang Utan yang tak sepi dari ancaman pembunuhan karena ada yang menganggap hama, perburuan liar, perdagangan, sampai penghancuran hutan, habitatnya.

Dikutip dari orangutan.or.id, Orang Utan adalah satu-satunya anggota keluarga kera besar yang ditemukan di Asia. Semua anggota keluarga kera besar lainnya berada di Afrika; simpanse (Pan troglodytes), gorilla (Gorilla gorilla dan Gorilla beringei), dan bonobo (Pan paniscus).

Ada tiga spesies orang utan, yakni orang utan Borneo (Pongo pygmaeus) tersebar di seluruh pulau Kalimantan di Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Sabah dan Sarawak). Orang utan sumatera (Pongo abelii) yang berada di pulau Sumatra, dan orang utan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) asli dari Tapanuli Selatan.

Spesies telah dipisahkan secara geografis setidaknya selama 8.000 tahun ketika permukaan laut meningkat mengisolasi kedua pulau tersebut. Berdasarkan penelitian ilmiah yang menyelidiki genetika, morfologi, ekologi, perilaku dan riwayat hidup, orang utan sumatera dan orang utan Borneo menunjukkan perbedaan yang signifikan (Delgado & van Schaik, 2000; Groves, 2001; Zhang et al, 2001).

baca juga : Orangutan Tapanuli Masuk Daftar Primata Paling Terancam Punah di Dunia

 

Ilustrasi. Evakuasi orangutan sumatera betina yang dilakukan di Bakongan, Aceh Selatan, 15 Juni 2017. Kondisi umum yang terjadi adalah, habitat orangutan tergerus akibat perkebunan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Karakteristik fisik keseluruhan yakni orang utan Borneo (Pongo pygmaeus) memiliki ukuran tubuh lebih besar, dan memiliki rambut pendek berwarna coklat gelap atau kemerahan. Sementara orang utan Sumatera (Pongo abelii) memiliki ukuran tubuh lebih kecil, dengan rambut oranye yang lebih cerah. Orang utan Tapanuli (Pongo tapanuliensis) memiliki ukuran tubuh dan warna rambut yang menyerupai orang utan Sumatera, namun mereka memiliki rambut kusam, kepala lebih kecil, dan wajah datar.

Pada kedua spesies tersebut, orangutan jantan jauh lebih besar dari pada betina, biasanya dua sampai tiga kali lebih berat. Orangutan Tapanuli jantan dan betina memiliki janggut, sementara hanya orangutan Borneo jantan yang memiliki janggut. Orangutan jantan mengembangkan bantalan pipi besar (flensa) yang mengembangkan kematangan pasca-seksual.

 

Exit mobile version