Mongabay.co.id

Pentingnya Pembaruan Data Sampah Plastik untuk Pengendalian Produksi di Laut

 

Komitmen bersama terus dikumandangkan oleh Pemerintah Indonesia bersama pihak lain yang melihat permasalahan sampah plastik di wilayah perairan laut Indonesia. Komitmen itu, ditunjukkan dengan kerja sama yang semakin erat antara instansi Pemerintahan dan non Pemerintahan yang ada di Indonesia saat ini.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) yang berperan sebagai pemimpin untuk penanganan sampah laut, terus menginisiasi semua pihak untuk meningkatkan kepeduliaannya terhadap permasalahan tersebut. Termasuk, dengan melakukan pembaruan data sampah di laut yang ada di Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pembaruan data sangat penting untuk dilakukan Indonesia, karena pada 2015 Nusantara sudah disebutkan dalam hasil penelitian Jenna Jambeck sebagai negara penyumpang sampah laut terbesar kedua di dunia. Sementara, penyumbang utamanya tidak lain adalah Tiongkok.

“Dari penelitian tersebut, Indonesia menyumbang 0,48 sampai 1,29 juta ton sampah laut setiap tahunnya,” ungkap dia di Jakarta, pekan lalu.

baca : Dunia Satukan Tekad Bersihkan Lautan dari Sampah Plastik

 

Sampah di sepanjang pantai Muncar, Banyuwangi, Jatim, pada akhir Juni 2019. Selain di pesisir, sampah juga ada di perairan laut Muncar yang mempengaruhi nelayan mendapatkan ikan. Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Data tersebut, meski akurat karena didapat dari hasil riset, namun tetap perlu pembaruan yang dilakukan sendiri oleh Indonesia. Tujuan dari pembaruan itu, adalah untuk menjelaskan berapa volume sampah laut yang berhasil diproduksi Indonesia untuk sekarang.

Menurut Luhut, dengan adanya pembaruan data, maka itu juga menjadi bentuk komitmen Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan pengurangan sampah laut secara nasional hingga 70 persen pada 2025 mendatang. Upaya pembaruan sendiri dilakukan melalui riset sejak 2018 dengan melibatkan beberapa lembaga riset.

Sebut saja, National Plastic Action Partnership (NPAP), Bank Dunia, dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Lembaga-lembaga tersebut, masing-masing memiliki peran dan fungsi yang berbeda namun bertujuan sama, yakni untuk menghasilkan data terbaru sampah laut Indonesia.

Seusai melakukan penelitian, LIPI membeberkan fakta terbaru tentang volume sampah laut yang berasal dari Indonesia. Menurut Kepala LIPI Laksana Tri Handoko, berdasarkan data yang dihimpun dari lapangan, volume sampah setiap tahun mencapai 0,27 hingga 0,59 juta ton.

“Data tersebut didapat LIPI dari hasil pengamatan di stasiun pengamatan yang ada di 18 lokasi di Indonesia,” jelas dia.

baca juga : Darurat: Penanganan Sampah Plastik di Laut

 

Sampah yang mengotori laut merupakan salah satu ancaman nyata kehidupan Coelacanth. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Sinergi

Untuk terus mendapatkan pembaruan data, semua lembaga yang terlibat akan kembali melakukan studi lanjutan untuk mendapatkan hasil estimasi sampah plastik yang masuk ke wilayah laut dengan lebih detil dan lengkap di seluruh Indonesia. Untuk perhitungan global, sampah plastik diketahui mendominasi komposisi permasalahan pencemaran di laut.

“Jumlahnya antara 60 hingga 80 persen dari total sampah yang ada di laut,” tutur dia.

Dari prosentase tersebut, didapat fakta bahwa produksi sampah yang mengalir ke laut merupakan sampah yang sebagian besar berasal dari DKI Jakarta, Tangerang (Banten), dan Bekasi (Jawa Barat). Ketiga wilayah tersebut, mengalirkan sampah ke laut melalui sembilan muara sungai yang membelah ketiganya.

Sampai sekarang, Tri Handoko menyebutkan kalau sampah laut yang ada di Indonesia masih didominasi oleh sampah plastik seperti styrofoam. Sampah tersebut dari waktu ke waktu jumlahnya semakin banyak dan itu disebabkan salah satunya oleh perilaku dan sistem dari pembuangan sampah di Indonesia yang masih belum bagus.

“Sehingga sampah masih banyak yang terbuang ke laut,” tutur dia.

Agar persoalan itu bisa diatasi, Tri Handoko menyebut harus ada perubahan perilaku dari masyarakat dan sekaligus pengembangan teknologi pengolahan sampah yang lebih baik lagi. Cara seperti itu, akan mendukung upaya Indonesia untuk mengurangi sampah plastik hingga 70 persen pada 2025 mendatang.

Di sisi lain, dalam mengumpulkan data secara global, setiap negara memiliki metodologi masing-masing yang disesuaikan dengan kondisi mereka. Namun, dari metodologi itu, bisa didapat perkiraan volume sampah plastik dari darat ke laut yang diperkirakan berasal dari tiga sumber, yaitu pembuangan yang tidak tepat dari sampah yang sudah dikumpulkan; sampah yang tidak dikumpulkan yang dibuang secara ilegal di daratan; dan sampah yang tidak dikumpulkan yang dibuang langsung ke laut.

Adapun, pengumpulan data dasar untuk sampah laut menjadi bagian dari program kegiatan Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI Joko Widodo. Tim tersebut dibentuk melalui Peraturan Presiden RI No.83/2018 tentang Penanganan Sampah Laut.

Menteri LHK Siti Nurbaya menyatakan bahwa pengendalian sampah laut harus dilakukan secara ketat dengan melibatkan semua elemen yang ada di darat. Untuk itu, perlu strategi yang baik dan tepat untuk bisa mewujudkan target pengurangan sampah laut hingga 70 persen pada 2025 mendatang.

perlu dibaca : Menagih Peran Para Pihak Tangani Sampah Plastik di Laut

 

Sampah plastik yang menumpuk di bibir pantai di kawasan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Brondong, Lamongan, Jatim. Kebanyakan sampah plastik tersebut berasal dari bongkar muat tangkapan ikan. Foto : Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Strategi

Adapun, strategi yang dimaksud di antaranya adalah dengan melaksanakan gerakan nasional peduli sampah di laut dengan melibatkan banyak kalangan dan elemen. Kemudian, strategi pengendalian sampah pada daerah aliran sungai (DAS), sampah plastik dari sektor industri hulu dan hilir.

Strategi ketiga, adalah dengan melakukan pengelolaan sampah plastik yang berasal dari aktivitas transportasi laut, kegiatan di kawasan wisata bahari, kelautan dan perikanan, serta pesisir dan pulau-pulau kecil.

Keempat, adalah dengan melakukan diversifikasi skema pendanaan di luar anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) atau ABP Daerah. Caranya, ialah dengan memperkuat kelembagaan dan meningkatkan efektivitas pengawasan dan pelaksanaan penegakan hukum.

“Strategi kelima adalah memacu inovasi pengelolaan dan mengatasi pencemaran sampah di laut melalui riset dan pengembangan,” tandas dia.

Sementara, komitmen yang diperlihatkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk berkontribusi dalam penanganan sampah di laut, adalah dengan mengumandangkan janji pendanaan untuk program tersebut. Bahkan, program yang dilakukan secara mandiri oleh KKP itu, dijanjikan akan menggelontorkan dana sebagian dari total APBN untuk KKP senilai Rp6,5 triliun.

Janji itu diungkapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada pekan lalu. Meski belum merinci berapa detil anggaran yang akan dialokasikan untuk penanganan sampah di laut, namun dia menyebut bahwa komitmen itu menjadi bentuk tanggung jawab dari KKP untuk ikut membersihkan laut Indonesia.

Terlebih, Edhy menyebutkan bahwa pihaknya mendapatkan tugas dari Menteri Koordinator Bidang Marves Luhut Binsar Pandjaitan untuk menangani sampah di laut yang ada di kawasan wisata prioritas seperti Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Di sana, produksi sampah diperkirakan sudah mencapai 12 ton setiap harinya.

Selain menggelontorkan anggaran secara khusus, Edhy menambahkan kalau pihaknya juga terus mencari cara untuk membersihkan sampah di laut melalui berbagai cara dan inovasi. Salah satunya, adalah dengan melakukan daur ulang sampah, pembakaran, dan program vokasi bagi nelayan yang ada di kawasan pesisir.

 

Exit mobile version