Mongabay.co.id

Tambang Emas Ilegal dan Kerusakan di Hulu Jadi Penyebab Banjir dan Longsor di Kabupaten Bogor

 

Duka akibat banjir dan longsor di awal 2020 yang melanda beberapa wilayah di Indonesia belumlah usai. Sisa-sisa kemarahan alam masih terlihat di daerah-daerah terdampak. Rumh dan lingkungan porak poranda, jalan yang masih sulit diakses, dan ribuan orang yang masih berada di posko-posko pengungsian.

Banjir seakan menjadi langganan di beberapa daerah, seperti di Jakarta, Bogor, Depok, Bekasi dan Banten. Menurut rekapitulasi data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per hari Minggu (12/01/2020), ada 61 orang meninggal, satu orang hilang, sebanyak 511.471 jiwa dan 155.190 KK terdampak bencana. Semua korban itu terjadi di 13 wilayah, yaitu Kabupaten Bekasi, Kota Bekasi, Kabupaten Bogor, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara, Kabupaten Lebak, Kota Bogor, dan Kota Depok.

Khusus bencana banjir dan longsor di Kabupaten Bogor, BNPB mencatat sampai Hari Minggu (12/01/2020) ada total 21.742 jiwa yang mengungsi di 33 titik posko, yang terbagi di Kecamatan Sukajaya ada 14.730 jiwa, Kecamatan Nanggung ada 5.310 jiwa dan Kecamatan Cigudeg sebanyak 1.702 jiwa.

baca : Pentingnya Sinergi Antar Daerah untuk Hentikan Bencana Banjir Jakarta

 

Proses evakuasi dan pengiriman bantuan bencana pasca banjir bandang dan longsor di Kecamatann Sukmajaya, Kabupaten Bogor, Minggu (05/01/2020). Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Proses evakuasi dan pengiriman bantuan bencana pasca banjir bandang dan longsor di Kecamatann Sukmajaya, Kabupaten Bogor, Minggu (05/01/2020). Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Curah hujan yang ekstrem pada minggu pertama Januari 2020 menjadi pemicu terjadinya bencana banjir longsor di Kabupaten Bogor dan Lebak. Tetapi faktor utama adalah karena perambahan hutan dan penambangan emas.

“Penyebab bencana banjir bandang di Lebak adalah akibat perambahan hutan dan penambangan emas secara ilegal,” kata Presiden Joko Widodo usai meninjau langsung dampak bencana di Kecamatan Sukajaya, kabupaten Bogor dan Kabupaten Lebak, Selasa (07/01/2020).

Untuk itu, Presiden meminta Gubernur Banten dan Bupati Lebak untuk menghentikan kedua aktivitas tersebut. “Enggak bisa lagi karena keuntungan satu, dua, tiga orang, kemudian ribuan yang lainnya dirugikan dengan adanya banjir bandang ini,” kata Presiden seperti dikutip dari laman Sekretariat Negara.

baca juga : Masalah Banjir, Peneliti: Jakarta Harus Benahi Kebijakan dan Perilaku Masyarakat

 

Warga mengevakuasi korban meninggal akibat banjir bandang dan longsor yang terjadi di Kecamatan Sukmajaya, Kabupaten Bogor, pada Sabtu (04/01/2020). Foto : Ade/Mongabay Indonesia

 

Longsor setelah banjir bandang di Kecamatan Sukmajaya, Kabupaten Bogor, pada Sabtu (04/01/2020). Foto : Ade/Mongabay Indonesia

 

Penyelesaian Penambangan Ilegal

Senada dengan Presiden, Kepala BNPB Doni Monardo menegaskan menjamurnya tambang emas ilegal di kawasan Gunung Halimun diduga kuat memicu kerusakan lingkungan sehingga terjadi banjir bandang dan tanah longsor di Kabupaten Bogor dan Lebak.

“Harus kita katakan apa adanya bahwa di bagian hulu Taman Nasional Halimun, ada ratusan bangunan tenda biru milik gurandil (istilah pondok-pondok pertambangan emas ilegal),” ungkap Doni usai meninjau kembali lokasi banjir di Kabupaten Bogor menggunakan helikopter di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (18/01/2020) seperti dikutip dari laman BNPB.

Doni meninjau lokasi bersama Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KSDAE KLHK) Wiratno, Wakapolri Gatot Eddy dan Bupati Bogor Ade Yasin.

perlu dibaca : Ketika Sungai Ciliwung Meluap, Jakarta Kebanjiran

 

Tenda-tenda penambang emas ilegal di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun. BNPB menyatakan penambangan emas ilegal itu merusak lingkungan sehingga memicu banjir bandang dan longsor di Kabupaten Bogor, awal Januari 2020. Foto : BNPB/Mongabay Indonesia

 

Doni tegas mengatakan penyelesaian masalah adalah penindakan hukum dan himbauan larangan penambangan kepada masyarakat, sekaligus memperhatikan aspek sosial dan ekonomi warga yang menjadi penambang dengan meningkatkan mata pencahariannya. BNPB akan memfasilitasi pembentukan Satgas gabungan khusus yang terdiri dari personel kementerian/lembaga dan unsur TNI serta Polri untuk menanganinya.

Selanjutnya, segera dilakukan reboisasi hutan dengan tumbuhan yang mampu memperkuat tanah pencegah longsor. “Sesuai dengan perintah bapak Presiden, BNPB dan KLHK akan melakukan reforestasi dan revitalisasi wilayah bantaran sungai yang mengalami alih fungsi lahan dengan vetiver dan jenis tanaman keras yang punya nilai ekonomis seperti alpukat, durian dan sebagainya,” lanjutnya.

BNPB sebagai koordinator bakal melibatkan berbagai pihak seperti peneliti, komunitas, dan akademisi agar reboisasi berjalan tepat, terarah dan maksimal. Selain itu, BNPB menunjuk bupati sebagai pemegang kewenangan daerah yang menjadi wilayah cakupan terdampak kerusakan lingkungan.

Dalam kesempatan yang sama Bupati Bogor Ade Yasin menyatakan kesiapannya untuk memimpin pelaksanaan penghijauan kembali wilayahnya yang rusak sesuai arahan Presiden Joko Widodo melalui Kepala BNPB.

 

Longsor yang terjadi di kawasan Gunung Halimun, Kabupaten Bogor. BNPB menyatakan banjir bandang dan longsor pada awal Januari 2020 diakibatkan penambangan emas ilegal itu di hulu kawasan TN Halimun. Foto : BNPB/Mongabay Indonesia

 

Sungai yang meluap karena banjir di kawasan Gunung Halimun, Kabupaten Bogor. BNPB menyatakan banjir dan longsor pada awal Januari 2020 diakibatkan penambangan emas ilegal itu di hulu kawasan TN Halimun. Foto : BNPB/Mongabay Indonesia

 

Pembukaan Hutan di Hulu

Selain perambahan hutan dan penambangan emas ilegal, masyarakat menduga juga turut menjadi faktor penyebab bencana banjir dan longsor di Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor.

Ade, seorang warga Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor, saat ditemui Mongabay, Sabtu (04/01/2020) mengatakan pembukaan hutan menjadi salah satu penyebab banjir. “Pada masa lalu, terjadi alih fungsi lahan menjadi perkebunan karet. Tetapi banjir hampir dikatakan tidak ada. Tetapi sekarang kebun karetnya sudah tidak ada,” katanya. Saat ini perkebunan karet di Kecamatan Sukajaya, Nanggung dan Cigudeg, Kabupaten Bogor telah berubah menjadi perkebunan sawit.

perlu dibaca : Banjir Bandang Konawe Utara, Tambang Nikel dan Kebun Sawit Pemicu?

 

Perkebunan sawit di Kecamatann Sukmajaya, Kabupaten Bogor, Minggu (05/01/2020). Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Meski demikian, LSM Sawit Watch mengatakan perlu penelitian ilmiah lebih lanjut untuk mengetahui apakah perkebunan sawit menjadi penyebab terjadinya banjir dan longsor di Kabupaten Bogor.

“Tetapi intinya untuk melakukan perubahan HGU (hak guna usaha) dari karet menjadi tanaman perkebunan yang lain, haruslah melalui tahapan-tahapan termasuk adanya semacam kajian lingkungan, seperti apakah karakteristik sesuai dengan tanaman yang baru atau tidak, dan sosialisasi terhadap masyarakat setempat. Walaupun sebetulnya ada juga Amdal kijang (kaki telanjang) dan pengamatan langsung oleh masyarakat,” kata Direktur Eksekutif Sawit Watch, Andi Inda Fatinaware ketika ditemui Mongabay di kantornya di Komplek Pakuan Bogor, Senin (06/01/2020).

Perkebunan sawit, lanjutnya, tidak cocok ditanam dengan karakter tanah yang didominasi tanah liat berkemiringan lebih dari 30 derajat seperti di Kecamatan Sukajaya.

Sedangkan peneliti tananam palma dari Kebun Raya Bogor Joko Ridho saat dihubungi Mongabay, Senin (06/01/2020) menjelaskan tidak masalah jika sawit ditanam di dataran yang topografinya relatif datar dan tepat.

“Tetapi akan kurang tepat jika ditanam di topografi yang curam maupun agak curam. Memang jika dibandingkan dengan karet, tentu saja sawit masih kalah jika bicara mengenai konservasi tanah dan air. Dikarenakan akar sawit yang bersifat monokotil. Akar sawit bisa diukur hanya selebar payung atau dahannya saja,“ kata Joko.

 

Perkebunan sawit di Kecamatann Sukmajaya, Kabupaten Bogor, Minggu (05/01/2020). Foto : Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Pengelolaan tata ruang dan peruntukan lahan yang baik di bagian hulu menjadi kunci untuk pencegahan bencana banjir dan longsor di bagian tengah dan hilirnya. Sampai tulisan ini dibuat, Mongabay telah berusaha menghubungi Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, tetapi belum memberikan konfirmasi tentang penambangan liar dan alih fungsi lahan ini.

 

Exit mobile version