Mongabay.co.id

Penyelundupan Karang Hias dari Alam Berhasil Digagalkan di Banyuwangi

 

Sedikitnya 220 kantong plastik berisi karang hias dalam enam box styrofoam ditemukan tanpa dokumen. Seorang pelaku usaha perdagangan karang hias diduga menjadi calon pembelinya.

Ratusan karang hias yang diambil dari alam ini ditemukan dalam perahu pengangkut KM. Kembang Kurmayang yang bersandar di Pantai Boom Banyuwangi, yang sebelumnya berlayar dari Pulau Pagerungan Kecil, Kepulauan Sumenep, Jawa Timur pada Jumat (17/01/2020).

Rio Madya, Pengawas Perikanan PSDKP Benoa di Banyuwangi yang dikonfirmasi Mongabay menduga karang hias itu diduga untuk diperdagangkan di dalam negeri. Karena tanpa dokumen dan diambil dari alam.

Ia menceritakan, saat itu sekitar 15.30 WIB sebuah perahu dipantau di Pantai Boom Banyuwangi dari hasil informasi awal. Senderan ini bisanya digunakan tempat merapat perahu pengangkut sembako dari Banyuwangi ke kepulauan Sumenep. Dari Sumenep mereka biasanya membawa ikan.

baca : Terungkap Permasalahan Perdagangan Ikan Hias dan Karang di Bali. Apa itu?

 

KM. Kembang Kurmayang yang membawa karang hias selundupan dalam 6 box yang dilayarkan dari Kepulauan Sumenep ke Pantai Boom, Banyuwangi pada Jumat (17/01/2020). Foto: PSDKP Denpasar/Mongabay Indonesia

 

Tim gabungan termasuk dari Polair akhirnya menemukan barang buki terumbu karang 6 box dengan 220 kantong plastik. “Isinya kebanyakan soft coral untuk akurium. Ini hasil informasi perkiraan hari itu ada kapal berangkat dari Sumenep bawa terumbu karang,” jelas Rio.

Motif sementara adalah karang hias ini dipesan oleh salah satu pelaku usaha perdagangan terumbu karang di Banyuwangi. Identitasnya masih belum bisa disebut, inisialnya BU. Sementara nahkoda berinisial RIM dibawa ke Polda Jatim untuk pemeriksaan. Nahkoda disebut menerima upah sekitar Rp25 ribu/box. Murah dibanding nilai karang hias dari alam yang hendak diperjualbelikan.

Menurut Rio ini kasus pertama penangkapan penyelundupan karang hias tahun ini. Sebelumnya pernah menangani perdagangan Pari Manta sekitar awal 2017. “Untuk karang kan 2 tahun terakhir moratorium tak boleh ekspor, usaha di sini lesu. Sebelum itu masih kewenangan BKSDA untuk perizinannya,” paparnya.

Ia meyakini mayoritas nelayan sudah tahu jika pengambilan karang hias di alam itu dilarang. Pada 2015, pihaknya pernah patroli dan memergoki ada warga sedang mengambil karang di laut dan berkilah sudah memiliki dokumen perijinan.

Irianda dari Polair Baharkam Polri yang bertugas di Polda Jatim menambahkan tim mendapatkan informasi mengenai adanya pengiriman koral/terumbu karang dengan menggunakan kapal dari Pulau Pegerungan kecil ke Banyuwangi. Barang bukti ditemukan di sebuah kapal 20 GT dengan ABK 4 orang. Muatannya ikan berbagai jenis selain 6 boks berisi karang hias dari alam itu.

Pelaku bisa dipidana sesuai pasal 40 ayat 4 Jo pasal 21 ayat 1 UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

baca juga : Perdagangan Koral dan Karang Hias Kembali Dibuka, Jangan Ada Dusta di Antara Kita

 

Sekitar 220 bungkus plastik berisi karang hias yang diambil dari alam hendak diperdagangkan tanpa dokumen dan izin di Banyuwangi, Jatim. Foto: PSDKP/Mongabay Indonesia

 

Perdagangan Koral Dibuka Terbatas

Pada Januari 2020, Pemerintah membuka kembali perdagangan koral dan karang hias ke luar negeri setelah ditutup pada 2018. Perdagangan hanya untuk koral dan karang hias hasil budidaya dan stock opname akhir tahun 2019 untuk wilayah Jatim-Bali. Yakni lebih dari 400 ribu terdiri dari indukan sekitar 150 ribu dan anakan sekitar 268 ribu.

Hasil nilai tersebut merupakan hasil Stock Opname Karang Hias hasil transplantasi yang dilakukan oleh Tim Gabungan terdiri dari Kementerian Kelautan dan Perikanan seperti BPSPL Denpasar, BKIPM Surabaya I Wilayah Kerja Banyuwangi, BKIPM Denpasar, Pangkalan PSDKP Benoa dan Satuan Pengawas Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Banyuwangi, Badan Riset dan Sumberdaya Manusia Kelautan dan Perikanan, Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Jatim Resort Seksi Wilayah Banyuwangi, BKSDA Bali, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, dan Indonesia Coral Reef Working Group (ICRWG).

Sosialisasi prosedur penerbitan Surat Keterangan Ketelusuran (SKK) Pengangkutan Koral/Karang Hias dihelat Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar, Senin (13/01/2020).

Sejak 8 Januari 2020 Dirjen Pengelolaan Ruang Laut mengeluarkan memorandum pada seluruh UPT terkait untuk menerbitkan SKK atau traceability. Salah satu solusi untuk menjembatani apa yang dikeluhkan selama 20 bulan sejak penutupan koral pada 2018.

perlu dibaca : Budidaya, Keniscayaan dalam Masa Depan Bisnis Karang Hias Indonesia

 

Perdagangan karang hias ke luar negeri kini dibuka dengan syarat administrasi seperti Surat Keterangan Ketelusuran (SKK). Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Belasan eksportir atau pelaku perdagangan koral dan karang hias dari Bali dan Banyuwangi hadir untuk mendiskusikan SKK ini. Juga dihadiri Dirjen Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut (KKHL) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Permana Yudiarso, Kepala BPSPL Denpasar mengajak seluruh pihak untuk memperbaiki komitmen mulai dari nol, bersihkan, dan wujudkan dengan semangat baru. Lalu bagaimana sebaiknya perdagangan karang yang berkelanjutan? Ada hak dan tanggungjawab.

Regulasi yang mengatur di antaranya UU No.31/2004 jo UU No.45/2009 tentang Perikanan. Sejak 2007, KKP menerbitkan sejumlah regulasi, terakhir Permen KP No.61/2018 tentang Pemanfaatan jenis ikan yang dilindungi dan atau ikan yang tercantum dalam Appendiks CITES. Ada enam hal yang diatur seperti perdagangan, akuaria, dan lainnya.

SKK ini sebagai syarat penerbitan Surat Kesehatan Ikan (HC) oleh UPT Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Pengawasan Hasil Perikanan (KIPM-BKIPM) KKP. SKK hanya diberikan pada perusahaan dan jenis koral hias hasil transplantasi mengacu Berita Acara Pemeriksaan (BAP) stock opname 5-10 Desember. Layanan SKK hanya dilakukan di 4 provinsi, Banten, DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Bali. Menghabiskan stock dulu termasuk yang diambil di alam dan sesuai kuota tiap perusahaan.

SKK hanya diberikan pada perusahaan yang terverifikasi yakni 31 perusahaan di 4 provinsi. Tahapannya dimulai dari pengajuan SKK untuk jenis koral/karang hias. Kemudian BPSPL atau UPT menugaskan tim verifikasi melakukan pemeriksaan dokumen permohonan dan pemeriksaan lapang.

Tim verifikasi melakukan pemeriksaan dan menerbitkan BAP koral/karang hias. Setelah itu SKK dikeluarkan. Persoalan waktu proses administrasi ini menjadi bahan diskusi, karena perusahaan berharap tidak terlalu lama agar komoditas yang akan diekspor tak rusak.

 

Kapal patroli Polair di Jawa Timur. Foto: Polair/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version