Mongabay.co.id

Begini Perjuangan Meningkatkan Kesejahteraan Petambak Garam Skala Kecil

Petani saat memanen hasil garam dari geomembran di Sedayulawas, Brondong, Lamongan, Jawa Timur, Senin (26/07/2019). Geomembran adalah alat yang terbuat dari plastik, digunakan sejumlah petani di daerah itu untuk alas saat proses pembuatan garam. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Upaya untuk mengangkat kesejahteraan para petambak garam skala kecil terus dilakukan Pemerintah Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Selain menyerap garam yang mereka produksi oleh industri, upaya yang dilakukan adalah dengan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) pada setiap usaha garam rakyat di seluruh Indonesia.

Pengembangan kompetensi usaha garam rakyat dilakukan, karena selama ini garam yang dihasilkan dari usaha rakyat masih dinilai belum memenuhi standar yang dibutuhkan industri. Atau dengan kata lain, garam hasil produksi dari usaha rakyat masih belum bisa bersaing dengan garam yang diproduksi oleh perusahaan skala besar atau di luar Indonesia.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (PRL KKP) Aryo Hanggono mengatakan, salah satu upaya yang dilakukan untuk mendorong peningkatan itu adalah melalui program pengembangan usaha garam rakyat (PUGAR) yang sudah dijalankan sejak 2016 silam.

“Program ini bisa menjadi solusi masalah garam rakyat di sektor hulu,” ungkapnya pekan lalu di Jakarta.

baca : Presiden Panen Garam di Kupang, Bisakah NTT Penuhi Kebutuhan Garam Nasional?

Melalui PUGAR, Pemerintah ingin para petambak garam rakyat tak hanya sekedar bisa mengembangkan kompetensi SDM saja. Melainkan juga bagaimana terwujudnya pembangunan infrastruktur yang bisa mendukung usaha garam rakyat, dan iklim usaha yang stabil untuk menjaga keberlangsungan garam rakyat.

Untuk mendukung upaya tersebut, Pemerintah sengaja membangun 24 gudang garam nasional (GGN) dan sekaligus melaksanakan integrasi lahan garam di 24 kabupaten/kota yang menjadi sentra garam rakyat pada lahan seluas 2.971 hektare. Semua upaya tersebut memiliki tujuan satu, yakni untuk meningkatkan kompetensi para petambak garam rakyat.

Aryo mengatakan, setelah dilakukan pembinaan kepada para petambak garam rakyat sejak 2016, ada peningkatan signifikan yang terlihat pada garam hasil produksi mereka. Peningkatan itu, terlihat pada kualitas garam yang diproduksi menjadi lebih bersih dan peningkatan kandungan natrium klorida (NaCl) menjadi 91 persen.

“Meskipun hal ini masih kurang maksimal sehingga diperlukan pembangunan washing plant,” jelasnya.

Menurut Aryo, Pemerintah fokus untuk meningkatkan kualitas garam rakyat agar bisa menjadi garam untuk industri yang bisa disalurkan kepada industri aneka pangan. Selama ini, industri mengandalkan pasokan garam impor untuk memenuhi kebutuhan mereka yang mencapai 600 ribu ton dalam setahun.

baca juga : Negara Harus Hentikan Kekacauan Tata Kelola Garam Nasional

 

Seorang pekerja mengumpulkan garam saat dipanen di lokasi tambak garam di Desa Nunkurus, Kabupaten Kupang, NTT, Rabu (21/8/2019). Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Impor

Dengan meningkatkan kualitas garam produksi usaha rakyat, Aryo merasa yakin ketergantungan kepada garam impor akan bisa dikurangi secara bertahap. Contohnya saja, untuk 2020 Pemerintah sudah memberikan kuota impor garam mencapai 2,9 juta ton atau atau naik 200 ribu ton dibandingkan kuota pada 2019 yang mencapai 2,7 juta ton.

“Tingginya permintaan garam untuk bahan baku di industri manufaktur inilah yang membuat Indonesia harus mengimpor garam,” sebutnya.

Bagi Aryo, permintaan yang tinggi dan cenderung terus meningkat setiap tahunnya, menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh Pemerintah dan para petambak garam rakyat skala kecil. Dengan memperbaiki kualitas, garam rakyat akan bisa berkontribusi untuk mengurangi kuota impor garam tahunan.

Di sisi lain, Pemerintah menyadari kalau PUGAR sampai saat ini masih belum bisa meningkatkan kualitas produksi garam rakyat bisa mendekati kualitas garam industri. Meski sudah mencapai NaCl 91 persen, namun untuk bisa diterima oleh industri aneka pangan, garam rakyat harus bisa meningkatkan kualitas NaCl hingga mencapai 99 persen.

Sehingga, Aryo menyebut, garam usaha rakyat sampai saat ini hanya bisa diserap oleh industri rumah tangga, pengasinan ikan, dan penyamakan kulit. Kebutuhan untuk tiga sektor tersebut, setiap tahunnya rerata memerlukan pasokan antara 1,1 hingga 1,2 juta ton.

“Ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk terus memperbaiki kualitas produksi garam rakyat agar dapat menutupi kebutuhan garam industri dalam negeri hingga dapat bersaing di pasar yang lebih luas,” tegasnya.

Upaya lain untuk bisa meningkatkan kesejahteraan petambak garam skala kecil, dilakukan Pemerintah Indonesia dengan membangun kawasan ekonomi garam yang dikelola langsung oleh Pemerintah Provinsi. Program tersebut dilaksanakan pada 2020 dan menjadi strategi penting yang dijalankan oleh Pemerintah Indonesia.

Selain upaya di atas, Aryo Hanggono menambahkan, Pemerintah juga saat ini fokus mengajukan usulan harga pokok pembelian (HPP) garam sebagai data dukung pengusulan revisi Peraturan Presiden No.71/2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Dengan demikian, diharapkan komoditas garam bisa dimasukkan sebagai bahan pokok atau barang penting.

perlu dibaca : Garam Rakyat Didorong Penuhi Standar Internasional, Bagaimana Caranya?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kiri berdiri) meresmikan Gudang Garam Nasional (GGN) di Kabupaten Pati, Jawa Tegah, kemarin. Peresmian ini mewakili lima GGN lainnya yang tersebar di berbagai daerah, yakni Demak, Jepara, Indramayu, Pamekasan dan Aceh Utara dengan nilai pembangunan masing-masing Rp2,5 miliar. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Skala Kecil

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo pada kesempatan berbeda mengatakan, pengembangan usaha garam secara nasional menjadi bentuk perhatian Pemerintah kepada usaha garam rakyat yang dirintis oleh petambak garam skala kecil. Bentuk pengembangan itu, di antaranya dengan membangun GGN di lima kab/kota dengan total anggaran sebesar Rp2,5 miliar.

Adapun, kelima daerah tersebut adalah Kabupaten Pati, Demak, Jepara (Jawa Tengah), Kabupaten Indramayu (Jawa Barat), dan Kabupaten Aceh Utara (Aceh). Seluruh GGN yang sudah dibangun itu, masing-masing memiliki daya tampung hingga 12.000 ton.

“Pembangunan GGN bertujuan memudahkan petani garam mudah dalam menyimpan hasil panen sehingga kualitas garam yang diproduksi tetap terjaga. Untuk para petambak garam di lapangan, ini sudah ada akses pergudangan. Diharapkan bisa menampung garam saat musim panen, sehingga kualitasnya terjaga,” jelas dia.

Selain enam gudang baru yang baru diresmikan, Pemerintah Indonesia juga sudah lebih dulu memiliki tiga GGN di Jateng, yaitu di Kabupaten Brebes dengan kapasitas masing-masing mencapai 2.000 ton dan 1.000 ton, dan di Kabupaten Rembang dengan kapasitas tampung mencapai 1.000 ton.

Diketahui, PUGAR mulai berjalan pada 2016 dan dilaksanakan oleh Direktorat Jasa Kelautan Ditjen PRL KKP dan menjadi perwujudan dari Undang-Undang No.7/2001 tentang tentang Pemberdayaan Nelayan, Pembudi daya Ikan, dan Petambak Garam. Pada 2019, PUGAR ikut memicu capaian produksi garam nasional hingga 2,85 juta ton.

Sementara, untuk produksi garam nasional pada 2020, Pemerintah Indonesia menargetkan bisa mencapai angka minimal 3 juta ton. Angka tersebut lebih tinggi 700 ribu ton dibandingkan pada 2019 yang ditargetkan bisa mencapai produksi 2,3 juta ton. Untuk mencapai target tersebut, KKP mengucurkan anggaran hingga Rp116,06 miliar melalui PUGAR.

 

Kahid memanen garam menggunakan kereta sorong untuk dipindahkan garam ke tempat penimbunan garam di Sedayulawas, Brondong, Lamongan, Jawa Timur, Senin (26/07/2019). Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Agar pengembangan garam secara nasional bisa berjalan baik, Edhy Prabowo mengaku kalau KKP terus berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan. Koordinasi dengan tiga kementerian tersebut, juga dilakukan untuk memecahkan persoalan harga garam rakyat yang masih rendah saat ini.

“Semua kita lakukan secara koordinasi. Tapi yang perlu digarisbawahi, Pemerintah tidak akan membiarkan petambak garamnya sengsara,” tandas dia.

Untuk saat ini, harga garam rakyat diketahui ada di level Rp250 per kilogram. Harga tersebut, menurut Edhy menjadi harga yang sangat rendah karena sebelumnya mencapai lebih dari Rp1.000 per kg. Harga yang terus terpuruk itu, harus dicarikan jalan keluarnya, mengingat petambak garam skala kecil meyakini kondisi itu terjadi karena kuota impor garam semakin banyak.

***

 

Keterangan foto utama : Petani saat memanen hasil garam dari geomembran di Sedayulawas, Brondong, Lamongan, Jawa Timur, Senin (26/07/2019). Geomembran adalah alat yang terbuat dari plastik, digunakan sejumlah petani di daerah itu untuk alas saat proses pembuatan garam. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version