Mongabay.co.id

Beruang Nanjung Harus Bertahan Hidup dengan Satu Tangan

Sepasang beruang madu tampak di atas pohon. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

 

Seekor beruang madu di kandang besi, langsung keluar begitu pintunya dibuka. Tim International Animal Rescue Indonesia dan tim Wildlife Rescue Unit Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah I Ketapang, mengamati dari kejauhan, Senin [20/1/2020].

Ada yang beda dengan tubuh beruang bernama Nanjung ini. Satu tangannya hilang, kena jerat yang dipasang warga Desa Sungai Nanjung, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Ketapang, pada 20 November 2019 lalu. Warga setempat mengaku sengaja memasang jerat, lantaran beberapa beruang sering masuk kebun, menghabiskan madu yang ada di pondok mereka. Jerat yang dipakai adalah tali nilon sepanjang 2,5 meter.

Setelah Nanjung terjerat, warga melapor ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Kalimantan Barat Seksi Konservasi Wilayah [SKW] I Ketapang. Menindaklanjuti laporan ini, tim Wildlife Rescue Unit BKSDA Kalbar SKW I Ketapang bersama tim IAR Indonesia meluncur ke lokasi.

Ketika tim datang, beruang jantan ini tampak stres dan agresif. Sekuat tenaga melepaskan jerat. Usaha yang terlihat sia-sia, karena makin keras beruang menarik tangannya, makin erat pula jerat mengikat.

Baca: Dibunuh lalu Diunggah ke Facebook. Apa Dosa Beruang Madu Ini?

 

Sepasang beruang madu bermain di atas pohon. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Tim memutuskan menggunakan sumpit untuk membius satwa liar berbobot 40 kg itu. Setelah bius bekerja, tim memotong jerat yang sudah menyiksanya sehari semalam, sementara dokter hewan IAR Indonesia membersihkan luka-luka.

Nanjung dibawa ke pusat rehabilitasi IAR Indonesia yang mempunyai fasilitas perawatan satwa, untuk pemeriksaan lebih lanjut. Empat hari di kandang karantina, tim medis menemukan pembengkakan pada tangan kanan Nanjung, yang kena Jerat.

Hari berikutnya, kondisi Nanjung memburuk. Tulang jari tangannya mencuat karena lapisan kulit dan daging yang membungkusnya rusak, sebagian membusuk. Setelah melalui pemeriksaan dengan sinar X, tim medis memutuskan mengamputasi tangannya, hingga lengan, pada 25 November 2019. Amputasi dilakukan untuk mencegas infeksi dan pembusukan menyebar lebih jauh.

Hasil pemeriksaan ulang 1 Desember menunjukkan, lukanya pulih dan Nanjung siap dikembalikan ke habitatnya. Tanggal 20 Januari 2020, Nanjung dilepaskan kembali ke hutan.

Baca: Kaki Anak Beruang Ini Diamputasi Akibat Jerat Babi

 

Nanjung, beruang madu yang harus kehilangan tangannya akibat jerat. Foto: IAR Indonesia/Heribertus

 

Direktur IAR Indonesia, Karmele L. Sanchez mengatakan, meski kehilangan tangan, beruang ini mampu bertahan di alam. “Kami yakin, karena kemampuan adaptasinya yang tinggi. Kecerdasannya juga akan menambah kesempatan bertahan hidup dihutan,” ujarnya.

Karmele menambahkan, kasus beruang kena jerat di kebun warga hanya gejala dan besar kemungkinan kejadian seperti ini akan terulang lagi. Penyakit sebenarnya adalah rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk menjaga kehidupan satwa liar dilindungi ditambah pula konversi dan alih fungsi hutan menjadi kebun dan permukiman.

“Hutan yang kian menyempit menjadikan ruang gerak beruang terhimpit. Tidak apa pilihan lain bagi beruang untuk bertahan hidup, selain mencari makan di rumah warga,” jelasnya lagi.

Baca juga: Satwa Langka di Ibu Kota Baru Indonesia

 

Nanjung yang telah dikembalikan ke alam liar dengan kondisi kehilangan satu tangan. Foto: IAR Indonesia/Heribertus

 

Kepala BKSDA Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta mengapresiasi tindakan warga yang atas kesadarannya melaporkan temuan satwa liar dilindungi kepada aparat berwenang. “Sudah semestinya, upaya-upaya konservasi melibatkan peran masyarakat sebagai ujung tombak agar pelestarian satwa liar optimal,” ujarnya.

Dia mengatakan, kerja-kerja konservasi sudah banyak dilakukan dalam kurun waktu puluhan tahun, baik oleh pemerintah maupun bersama para mitra. Namun, tantangan dan masalah yang muncul justru meningkat. Sudah saatnya, langkah-langkah dan kebijakan yang bersifat menyeluruh dilakukan, bukan hanya pada sektor konservasi tetapi juga pada sektor pemanfaatan ruang/wilayah.

“Akar masalah timbulnya konflik satwa dan manusia lebih banyak berawal dari penataan/pemanfaatan ruang yang belum cukup memberikan perhatian pada aspek konservasi tumbuhan dan satwa liar,” terangnya. Dia menambahkan, sudah saatnya manusia berubah.

“Sudah waktunya manusia sadar bahwa mereka sedang membunuh dirinya pelan-pelan. Semua bencana alam, konflik satwa dan lainnya hanyalah pesan. Pesan yang disampaikan oleh alam bahwa kehidupan sedang bermasalah dan tidak baik-baik saja,” kata Sadtata.

Perusakan habitat satwa, yakni hutan, pada akhirnya akan menyengsarakan manusia juga. “Ingat, konflik-konflik satwa dengan manusia merupakan pertanda bahwa kita bersama, sedang menuju kepunahan,” tegasnya.

 

Kasus beruang kena jerat babi yang dipasang pemburu, hingga harus diamputasi, terjadi juga di Aceh pada 11 Juni 2019. Foto: BKSDA Aceh

 

Beruang madu [Helarctos malayanus] merupakan satwa liar dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dan juga Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Berdasarkan CITES [Convention on International Trade in Endangered Species], beruang madu dimasukkan dalam Appendix I sejak 1979 yang berarti tidak diperbolehkan diburu. Sejak 1994, statusnya dikategorikan Rentan [Vulnerable/VU] yang menunjukkan statusnya menghadapi tiga langkah menuju kepunahan di alam liar.

 

 

Exit mobile version