Mongabay.co.id

Tegang, Evakuasi Harimau Sumatera Bernama Enim

 

 

Lima belas dokter hewan dari Persatuan Dokter Hewan Indonesia [PDHI] wilayah Bengkulu dan Sumatera Selatan, berkumpul di Ruang Rapat Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Bengkulu-Lampung. Mereka menyaksikan sebuah foto evakuasi harimau yang masuk kota perangkap [box trap] di Desa Plakat, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, pada Selasa [21/1/2020] lalu.

Foto itu mengabadikan momen ratusan orang menyaksikan dan berebut mengangkat sebuah kotak berselimut kain hitam yang diikat tali tambang pada lima batang bambu sebagai alat pemikul. Kotak itu berisi seekor harimau sumatera jantan berum sekitar 3 tahun.

Harimau itu bernama Enim, yang diduga menerkam tujuh petani di sekitar hutan lindung di Kabupaten Muara Enim, Lahat, dan Pagar Alam hingga tewas, akhir 2019 lalu.

“Ramainya orang menyaksikan dapat membahayakan manusia dan harimau itu sendiri,” terang dokter hewan yang mengevakuasi Enim, Slamet Mulyono, saat Pelatihan Adaptasi Mitigasi Konflik Manusia dan Harimau Sumatera, oleh BKSDA Bengkulu-Lampung bersama Wildlife Conservation Society-Indonesia Program [WCS-IP], Rabu [29/1/2020].

“Harimau stres, begitu juga para petugas. Terutama dokter hewan yang mengevakuasi. Kegiatan masyarakat yang yang mau berlomba melihat itu sangat salah dan berbahaya,” tambahnya.

Slamet menceritakan, awalnya yang mengetahui informasi harimau sudah terjerat hanya petugas. Lalu, beberapa warga mulai tahu karena adanya box trap. “Mereka mulai mengambil foto, tak lama kemudian masyarakat lain datang,” kata dia.

Masyarakat yang menyaksikan tidak memperhatikan keamanan. “Ketika harimau mengaum, mereka kocar-kacir. Ketika harimau diam, mereka mendekat lagi. Saya tak bisa membayangkan bila harimau berontak dan lepas. Ini pasti mengancam nyawa orang,” jelasnya.

Baca: Harimau yang Berkonflik dengan Manusia di Sumatera Selatan, Masuk Perangkap. Pertanda Baik?

 

Suasana evakuasi harimau sumatera bernama Enim yang ditangkap di wilayah Desa Pelakat, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, Selasa [21/1/2020]. Foto: BKSDA Sumatera Selatan/KLHK

 

Atas peristiwa tersebut, Ketua Asosiasi Dokter Hewan Satwa Liar, Aquatik, dan Hewan Eksotik Indonesia [ASLIQEWAN], Sugeng Dwi Hastono mengatakan, perlu ketegasan mengevakuasi satwa langka. Dia meminta dokter hewan di lapangan untuk meminta polisi hutan, polisi, TNI, bahkan kepala pemerintah setempat untuk menghalau gangguan yang mengancam selama evakuasi.

“Dokter hewan sebagai komandan lapangan ketika evakuasi, tak boleh ada yang mengintervensi keputusan,” jelasnya.

Dia menjelaskan, ada strategi dan etika tersendiri saat menghadapi atau menangani satwa liar. “Binatang liar itu ada naluri dan kemampuan khusus yang kadang tidak diketahui khalayak. Misal, harimau bisa berlari sedemikian kencang, melompat tinggi, bahkan berenang jauh,” terangnya.

Hal demikian hanya dokter hewan yang paham betul. Sehingga menurutnya, prinsip evakuasi yakni menyelamatkan satwa liar tanpa mengabaikan keselamatan manusia, bisa dilaksanakan.

“Terpenting dalam satuan tugas adalah kerja sama anggota,” tutur dia.

Baca: Harimau yang Berkonflik di Sumatera Selatan Dievakuasi ke Tambling

 

Harimau sumatera yang diduga berkonflik dengan masyarakat ini masuk kandang perangkap di wilayah Desa Pelakat, Kecamatan Semende Darat Ulu, Kabupaten Muaraenim, Sumatera Selatan, Selasa [21/1/2020] dan saat ini berada di Tambling. Foto: BKSDA Sumatera Selatan/KLHK

 

Dokter Hewan dari Balai KSDA Bengkulu, Erni Suyanti Musabine mengatakan, selain pentingnya mental memimpin evakuasi, perlu juga ketersediaan dukungan lain seperti respon tindakan pertama dan lanjutan terhadap harimau yang berkonflik. Misal, terjerat atau terluka akibat jerat. “Juga pemahaman setiap lokasi konflik, minimal pada tingkatan kabupaten.”

Ketua Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia [PDHI] Wilayah Bengkulu, Hafli Hasibuan, menyatakan bahwa peran dokter hewan dalam pengelolaan konflik diharapkan dapat diperkuat di setiap kabupaten atau wilayah terdampak. “Profesi dokter hewan memang memiliki kapasitas dalam penanganan satwa liar,” ujarnya.

Baca juga: Membusuk Akibat Jerat Pemburu, Kaki Harimau Sumatera Ini Diamputasi

 

Harimau sumatera yang masuk perangkap ini dibawa ke pusat rescue Tamling Wildlife Nature Conservation [TWNC], Lampung. Foto: BKSDA Sumatera Selatan/KLHK

 

Bentang Bukit Barisan krisis

Southern Sumatra Landscape Manager WCS-IP, Firdaus Rahman Affandi, mengatakan pihaknya menyorot lokasi tempat tujuh korban yang diterkam harimau. Semuanya berada di desa penyangga hutan lindung di bentang Bukit Barisan, yakni dari Hutan Lindung Bukit Nanti, menyambung ke Hutan Lindung Bukit Jambul, ke Gunung Patah, kemudian ke Makakau, lalu ke Hutan Suaka Margasatwa Isau-isau.

Akan tetapi, di hutan lindung tersebut banyak perusahaan beroperasi. Ada yang mengeksploitasi panas bumi, beroperasi di tiga wilayah yakni Kabupaten Muara Enim, Lahat dan Pagar Alam, juga ada perusahaan perkebunan, pertambangan, hingga perambahan oleh masyarakat setempat.

Dengan masalah pelik itu, Firdaus meminta kesadaran kolektif masyarakat, terutama yang tinggal dan hidup di pinggiran hutan. Menjadi hal penting untuk tanggap terhadap potensi konflik dengan satwa liar penghuni hutan. Termasuk, mengetahui penyebab dan penanggulangannya.

“Dimulai dari mendorong kesadaran masyarakat akan nilai penting harimau sumatera, hingga terbentuknya kemandirian penanganan konflik,” tuturnya.

 

Harimau sumatera. Foto: Anton Wisuda/Mongabay Indonesia

 

Berdasarkan data BKSDA dan WCS-IP, selama 11 tahun terakhir [2008-2019] terjadi konflik harimau sebanyak 229 kejadian di lanskap Bukit Barisan Selatan [BBS]- Bukit Barisan Rejang Selatan [BBRS]. Korban manusia meninggal lima orang, korban ternak [sapi, kambing dan kerbau yang mati sebanyak 306 ekor], sementara harimau yang mati sebanyak empat ekor. Harimau yang ditangkap hidup tiga ekor.

Ada 23 desa yang berkonflik, tersebar di tiga provinsi. Di Lampung: Desa Rajabasa, Sukamaju, Way Asahan, Way Sindi, Taman Indah, Way Tenumbang; di Bengkulu ada Mekar Jaya, Girinanto, Lubuk Lagan, Talang Beringin, Puguk, Sekalak; dan Sumatera Selatan di Sadau Jaya, Tebat Benawa, Padang Bindu, serta Pagaragung.

“Penyelesaian konflik selama ini hanya jangka pendek, yaitu pada pertikaian. Belum menyentuh pencegahan dan penanggulangan paska kejadian,” jelas Firdaus.

Bentang alam BBS dan BBRS merupakan wilayah prioritas pelestarian habitat harimau sumatera dalam 12 bentang alam prioritas [Tiger Conservation Landscape] yang tercantum dalam Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera [STRAKOHAS] 2007-2017.

 

Bentang alam Bukit Barisan yang merupakan jalur jelajah harimau sumatera. Foto: BKSDA Sumatera Selatan

 

Pemanfaatan dana desa

Staf Kementerian Desa – PDTT, Balai Pengkajian dan Penerapan Teknik Produksi [BPPTP] Bengkulu, Syarah Siti Suprianti menyatakan, dana desa dapat digunakan dalam ruang lingkup pemberdayaan masyarakat mandiri terhadap konflik satwa liar.

Menurutnya, desa dapat mengalokasikan anggaran untuk dibentuk dan dioperasikannya satgas desa mandiri konflik. “Misal, memenuhi sarana tim satgas seperti alat-alat mitigasi dalam merespon konflik satwa, antara lain senter, jas hujan, sepatu boots, hingga pelatihan,” katanya.

Dia menjelaskan, hal ini sudah diatur dalam Peraturan Kementerian Desa No. 11 tahun 2019. “Isinya, mengakomodasi desa-desa dengan kebutuhan spesifik di wilayah pinggiran hutan,” jelasnya.

 

 

Exit mobile version