Mongabay.co.id

Harimau Terkam Warga Lagi, Pemerintah Evaluasi Izin Konsesi Sekitar Kerumutan

 

 

 

 

Konflik harimau dan manusia kembali terjadi di Suaka Margasatwa Kerumutan, Riau. Kamis (30/1/20), sekitar pukul 07.00, Darmawan, Sujati dan Sudirman, cari kayu di lahan bekas PT Bhara Induk. Jarak Darmawan lebih kurang 50 meter dari Sujati dan Sudirman.

Sekitar pukul 09.00, Sujati hendak pinjam obeng ke Darmawan. Dari jarak 30 meter, Sujati teriak karena lihat harimau di belakang Darmawan. Harimau langsung menerkam Darmawan sesaat menoleh ke belakang.

Sujati lari ke pondok. Sudirman lebih awal sampai. Mereka minta pertolongan warga Kampung Danau, Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir. Lebih kurang 30 warga menemukan Darmawan sekitar 50 meter dari lokasi pertama diterkam, pukul 13.00.

Baca juga: Harimau Terkam Buruh Kebun Sawit di Riau, Apa Kata Mereka?

Jenazah Darmawan di bawa ke Klinik KPP Pulai PT Tabungan Haji Indo Plantation (THIP) dan tiba sekitar pukul 19.00 untuk divisum.

Darmawan mengalami pendarahan karena luka robek, antara lain, gigitan atau terkaman pada tengkuk, leher patah, tangan kanan putus dan sebagian lengan kanan dimakan harimau. Juga terdapat luka bekas gigitan pada kaki kanan korban.

Jenazah Darmawan dimakamkan di Desa Pasir Mas, Batang Tuaka, Indragiri Hilir.

Darmawan adalah korban keenam yang merenggut nyawa di Kerumutan sejak dua tahun terakhir. Pada 2019, Wahyu Kurniadi asal Aceh yang bekerja di perusahaan kontraktor PT Kencholin Jaya rekanan PT Riau Indo Agropalma (RIA), kena terkam di areal kerja RIA petak RIAE 021301, Kecamatan Pelangiran, Indragiri Hilir.

Baca juga: Cerita Warga Dusun Sinar Danau yang Terteror Harimau (Bagian 1)

Kemudian, M Amri, juga bekerja di RIA, meninggal di kanal sekunder 41, Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir.

Pada 2018, Sumiati yang diterkam saat memanen sawit di area THIP. Setelah itu, Yusri Effendi, diterkam ketika hendak meningglkan bangunan rumah walet yang di Dusun Sinar Danau. Dua kejadian itu juga di Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir.

Suharyono, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, menyampaikan duka cita. “Lokasi kejadian bagian lanskap Kerumutan, kantong atau habitat harimau Sumatera. Dapat disimpulkan, kegiatan korban dan saksi dalam kawasan hutan,” katanya.

Suharyono minta, masyarakat tetap tenang dan tak mengambil tindakan anarkis terhadap harimau. Dia meminta, warga mempercayakan pada aparat untuk mengambil langkah-langkah sesuai kewenangan.

Sejak tahun lalu, tim BBKSDA Riau bersama pemerintah daerah, swasta dan organisasi masyarakat sipil tengah menangani satu harimau Sumatera yang selama ini meresahkan warga di lokasi itu.

Langkah-langkah ini, kata Suharyono, belum dapat disampaikan semua pada publik. Dia bilang, model penanganan satwa ini sudah dibahas sampai tingkat nasional. “Yang jelas, tidak semata evakuasi harimau.”

Sebelum Darmawan diterkam harimau atau sejak 15 Januari 2020, Tim BBKSDA Riau sedang di lapangan untuk observasi harimau. Mereka sudah peringatkan masyarakat supaya tidak beraktivitas dalam kantong harimau itu. Peringatan itu juga disampaikan dengan memasang papan pemberitahuan.

BBKSDA Riau juga tes deoxyribo nucleic acid (DNA) lewat bulu harimau yang nempel ke beberapa korban sebelumnya untuk membuktikan karakter atau jenis harimau yang berkonflik dengan manusia. “Apakah sama atau ada harimau lain,” kata Suharyono.

Dia tak membantah, pakan harimau dalam lanskap Kerumutan berkurang karena sering ditemui jerat satwa di dalamnya. Kalau melihat dari beberapa kejadian harimau menerkam manusia di sana, katanya, tak ada tanda-tanda yang menunjukkan harimau dalam keadaan lapar.

 

Korban tewas terkaman harimau di Kerumutan. Foto: Hansen, Kabid KSDA Wilayah I

 

 

Evaluasi izin

BBKSDA Riau juga mengevaluasi semua pemegang izin dalam lanskap Kerumutan. Suharyono menyebut, sekitar 99% konflik satwa terjadi di luar konservasi alias di area konsesi.

Pemegang izin konsesi, katanya, juga harus bersama-sama menangani masalah ini. RIA juga sudah mereka beri peringatan agar menghentikan aktivitas di sekitar lokasi kejadian atau dari jarak radius dua kilometer.

Dua minggu sebelum Darmawan diterkam harimau, Tim BBKSDA Riau Wilayah I Resort Teluk Meranti, memasang papan larangan tindak lanjut penertiban illegal loging di SM Kerumutan. Imbauan itu juga untuk mencegah kebakaran hutan.

Papan larangan yang terpasang ada 14, mulai dari pintu masuk SM Kerumutan Utara, perbatasan Desa Teluk Binjai dan Teluk Meranti, kurang lebih 800 meter sebelum masuk batas SM Kerumutan. Batas SM Kerumutan—kiri-kanan Sungai Kerumutan—dan terus ke selatan sepanjang sungai tempat perakitan kayu dan lokasi pembalakan liar.

Papan larangan juga dipasang di parit atau kanal akses keluar kayu yaitu, Parit Rijal Desa Teluk Binjai, dan Kelurahan Teluk Meranti di Parit Mega dan Parit Pago.

“Bagi masyarakat, penting diketahui, kawasan ini milik negara. Dilarang memasuki dan beraktivitas tanpa izin BBKSDA Riau sebagai pengelola kawasan. Bagi yang melanggar akan kena sanksi,” kata Andri Hansen Siregar, Kepala Bidang KSDA Wilayah I.

Hansen menyebut, pemasangan plang sangat jauh dari tempat Darmawan diterkam harimau. Kegiatan mereka saat itu dalam kawasan lindung. Darmawan cari kayu di luar area konservasi. Hansen mengakui, masih banyak aktivitas pengambilan kayu dalam kawasan hutan.

Tim Hansen juga masih di lokasi membawa persediaan kerangkeng dan memasang kamera untuk mengevakuasi harimau. Individu yang berhasil ditangkap, kataya, akan disesuaikan dengan hasil uji DNA bulu harimau yang nempel di tubuh korban. Bila tak sama, individu itu akan lepas kembali di tempat berbeda.

Hansen mengatakan, harimau di sana sudah terkontaminasi dengan individu yang bermasalah. “Lagi pula, daya dukung sudah melebihi individu yang ada.”

Febri Anggriawan Widodo, Research and Monitoring (Tiger and Elephant) Modular Leader WWF Indonesia Program Sumatera, terakhir kali tim mereka monitoring harimau di lanskap Kerumutan pasca Sumiyati dan Yusri, diterkam harimau Bonita. Saat itu, juga terpantau harimau Boni.

Bonita dievakuasi karena lebih sering berjumpa dengan masyarakat dan menelan korban. Proses ini memakan waktu berbulan-bulan sampai mendatangkan pawang dan warga kampung bikin ritual. Juli tahun lalu, Bonita telah dilepasliarkan di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya.

 

Keterangan foto utama: Konflik manusia dan harimau terus terjadi. Habitat harimau, terdesak, antara lain, terbagi dalam perizinan, pembalakan liar, perburuan dan lain-lain. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version