Mongabay.co.id

Foto: Salma yang Pergi untuk Selamanya

Salma, anak gajah sumatera yang kini dirawat di CRU Serbajadi, Kabupaten Aceh Timur, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Salma, anak gajah sumatera yang kaki kiri depannya hampir putus akibat jerat pemburu, telah tiada. Saat itu, Salma ditemukan di hutan Kawasan Ekosistem Leuser [KEL], Kecamatan Simpang Jernih, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, pada 18 Juni 2019 lalu.

Enam bulan mendapat perawatan di Conservation Response Unit [CRU] Serbajadi, Kabupaten Aceh Timur oleh tim CRU Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh dan tim Forum Konservasi Leuser [FKL], luka kakinya membaik. Bahkan, gajah usia 1,5 tahun ini mulai berjalan normal dan belajar maka rumput.

Baca: Akibat Jerat Pemburu, Kaki Gajah Sumatera Ini Nyaris Putus

 

Salma, anak gajah malang yang ditinggalkan rombongannya, di hutan Kecamatan Simpang Jernih, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, pada 18 Juni 2019 lalu. Foto: BKSDA Aceh/FKL

 

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati [KKH] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], Indra Exploitasia yang melihat langsung perkembangan Salma, pada 12-13 Oktober 2019, mengaku sangat senang dengan kesehatan anak gajah mungil itu.

“Saya selalu meminta informasi tentang Salma. Saya berharap, Salma sembuh dan hidup normal, juga sebagai gajah terakhir yang terluka karena jerat,” ujar Indra waktu itu.

Baca: Foto: Salma, Anak Gajah yang Terluka Akibat Jerat

 

Pergelangan kaki kiri depan Salma nyaris putus akibat jerat yang dipasang pemburu. Luka sengaja diblur untuk tidak menunjukkan kondisi mengerikan. Foto: BKSDA Aceh/FKL

 

Namun, dua bulan terakhir, kesehatannya mulai tidak stabil. Tim yang merawat, berusaha keras menyembuhkan. Bahkan, direncanakan pula, Salma dikembalikan ke habitat alaminya untuk bergabung dengan kawanan gajah liar.

Nasib berkata lain. Salma mati pada Jumat, 7 Februari 2020, dini hari.

Baca: Foto: Salma yang Tidak Sendiri Lagi 

 

Salma, saat dirawat di CRU Serbajadi, Kabupaten Aceh Timur, Aceh, pada 26 Juni 2019. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Aceh [BKSDA] Aceh, Agus Irianto mengatakan, kondisi Salma terus menurun sejak Desember 2019 hingga kematiannya. Ini diawali dengan menurunnya nafsu makan.

“Sejak dievakuasi dari lokasi jerat hingga jelang kematiannya, Salma tidak selincah dan seagresif gajah seumurannya. Meskipun, perlakuan khusus diberikan untuk mengatasi tingkat stres, yang berhubungan dengan imunitas atau kekebalan tubuh,” terang Agus, Jumat [07/2/2020].

Agus menyatakan, tim dokter telah melakukan nekropsi untuk mengetahui secara pasti penyebab kematiannya. “Hasilnya, Salma memang sakit,” ujarnya.

Baca juga: Catatan Akhir Tahun: Hidup Gajah Sumatera Masih Penuh Ancaman

 

Kondisi awal Salma yang kena jerat. Tampak kaki kiri depannya diobati. Salma terlihat sehat dan mulai berjalan normal. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Penanganan intensif

Dokter yang menangani Salma dari pertama ditemukan hingga mati, Anhar Lubis mengatakan, kesehatan Salma sempat meningkat pada September – Oktober 2019. Namun sejak Desember, kondisinya menurun.

“Kami melakukan pemeriksaan sampel darah 10 kali, untuk memastikan perkembangan kesehatannya. Hasilnya, hanya diketahui anemia dan hypoproteinemia terlihat rendah. Telah diberikan juga vitamin untuk merangsang pembentukan sel darah merah. Selama dirawat, tim tidak menemukan kondisi kesehatan Salma berada di puncak. Ini dikarenakan nafsu makannya kurang,” ujarnya, Sabtu [08/2/2020].

Baca: Awal Tahun 2020, Lima Gajah Sumatera Ditemukan Mati

 

Salma yang mendapat perawatan intensif. Foto: Junaidi Hanadiah/Mongabay Indonesia

 

Anhar menjelaskan, berdasarkan nekropsi, secara makro dipastikan Salma mengalami masalah dengan organ tubuhnya. Seperti pencernaan, jantung, hati, dan limpa.

“Di percernaan, usus besar dan kecil terluka, ini yang menyebabkan nafsu makannya sangat kurang. Apalagi kalau makan rumput. Bahkan saat makan rumput, dia hanya mengambil airnya, sementara rumput dibuang kembali.”

 

Salma yang diterima baik kehadirannya oleh gajah betina lain di CRU Serbajadi, Aceh Timur, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Jantungnya juga agak membesar dan kondisi hati seperti itu. Untuk menggetahui penyebab lebih detail, harus menunggu uji sampel hasil nekropsi di laboratorium. “Kondisi Salma saat ditemukan pertama sekali di dalam goa, memang sangat menderita. Tim telah berusaha sebaik mungkin menyelamatkannya,” sambung Anhar.

Anhar memperkirakan, ganguan pencernaan dan jantung telah ada sebelum Salma dievakuasi ke CRU Serbajadi. Ini terlihat pada hari pertama saat diberikan pisang yang tidak dicerna dengan baik. Terlihat dari kotorannya.

Satu masalah lain yang tidak bisa ditangani adalah stres. “Sama seperti manusia, stres merupakan masalah utama kesehatan. Tim yang merawat Salma luar biasa, bahkan ada perawat yang biasa bekerja di rumah sakit bersedia membantu saya,” ungkapnya.

 

Tampak Direktur KKH Indra Exploitasia memantau langsung perkembangan Salma, pada 12-13 Oktober 2019 di CRU Serbajadi. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Salma adalah anak gajah sumatera yang sangat menderita. Ketika ditemukan, kaki kiri depannya terluka parah hingga ke tulang, akibat jerat tali tambang yang dipasang pemburu.

“Tim butuh waktu beberapa hari menemukannya, yang terjatuh dalam goa sedalam tiga meter,” terang Field Manager Forum Konservasi Leuser [FKL] Wilayah Langsa, Hidayat Lubis.

 

Selamat jalan Salma. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Menurut Lubis, dokter hewan memperkirakan Salma telah tiga hari di goa tanpa makan dan minum. Sementara jerat, telah melukainya sekitar tiga minggu sebelum ditemukan.

“Tim butuh tenaga ekstra mengevakuasi. Bahkan, untuk mengeluarkan dari Simpang Jernih, tim harus mengangkut anak gajah ini dengan perahu, lalu dipindahkan ke mobil. Kondisinya waktu itu sangat lemah,” jelasnya.

Jerat yang dipasang pemburu di hutan, masih menjadi ancaman utama, selain perburuan, terhadap kehidupan satwa dilindungi di Provinsi Aceh. Terutama, gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus].

 

 

Exit mobile version