Mongabay.co.id

Kearifan Lingkungan di Desa Rawan Bencana

 

Di samping jalan di Desa Cibangkong, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng) ada sebuah makam yang ditumbuhi pepohonan rindang. Usianya diperkirakan sudah ratusan tahun. Di makam itulah, konon ada makam paling tua. Namanya Mbah Pratin, orang pertama yang mendiami Desa Cibangkong. “Di makam ini, warga sama sekali tidak boleh menebang pohon. Bahkan, hanya pohon tertentu yang boleh dipanjat. Kalau pohon yang berada di utara makam Mbah Pratin, sama sekali tidak diperbolehkan untuk dipanjat,” ungkap Santibi (75) juru kunci makam setempat kepada Mongabay pada Rabu (12/2/2020) lalu.

Ia kemudian mengajak berkeliling makam yang ditumbuhi pepohonan rindang. Bagi warga setempat, kompleks makam tersebut merupakan tempat yang “wingit” atau sakral. “Sampai kapan pun, warga di sini tetap akan berusaha melestarikan yang ada. Hal ini menjadi kesepakatan turun temurun sejak dulu,”ujarnya.

Mempertahankan pepohonan besar di Desa Cibangkong merupakan kearifan lokal yang masih tetap terjaga sampai sekarang. Kepala Desa (Kades) Cibangkong Sarwoto Aminoto mengungkapkan di kompleks makam Mbah Pratin memang tidak boleh ada penebangan pohon.

“Tidak hanya di lokasi setempat, tetapi juga ada di sejumlah titik hutan adat. Di sini kami mempunyai hutan adat, meski tidak terlalu luas. Kami memiliki empat titik hutan adat, dengan luasan total 1 hektare (ha). Meski tidak luas, namun pepohonan yang ada di empat titik hutan adat tersebut kami pertahankan sampai sekarang,” jelas Kades.

baca : Begini Cerita Sekolah Pinggir Hutan yang Ajarkan Kearifan Lingkungan

 

Pohon besar di kompleks makam di Desa Cibangkong, Kecamatan Pekuncen, Banyumas, Jateng, tidak boleh ditebang. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Menurutnya, dari empat titik hutan adat, dua di antaranya adalah sudah cukup terawat. Yakni Kali Manggeng dan Gandasuli atau di Padepokan Karangkemiri. Sedangkan yang dua titik lainnya, masih kami lakukan penataan. “Kearifan lokal yang diwariskan dari nenek moyang masih kami jaga sampai sekarang. Yakni kearifan untuk menjaga lingkungan, salah satunya tidak menebang pohon secara sembarangan. Apalagi di lokasi-lokasi yang ‘wingit’ atau dikeramatkan,” katanya.

Dikatakan oleh Kades, jenis pepohonan yang tidak boleh ditebang di antaranya adalah beringin, trembesi, pule, dan lainnya. Pohon itu sudah besar-besar, dengan diameter lebih dari satu meter. “Warisan kearifan lokal kami anggap sebagai bagian tak terpisahkan dari melestarikan lingkungan. Di desa ini, sebagian masyarakat menggantungkan pasokan air bersih dari mata air. Di sekitar mata air ada pepohonan yang menyerap air. Inilah salah satu nilai positif kearifan lokal dari nenek moyang kami,”ungkapnya.

Maka, ketika ada bantuan dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung  (BPDASHL) Cimanuk-Citanduy memberikan bantuan pepohonan untuk penghijuan, langsung direspons oleh Pemdes Cibangkong. “Kami mendapat bantuan 14 ribu bibit pohon, baik itu jenis buah maupun pohon keras seperti jati, mahoni, dan albasia. Saya sudah bagi-bagikan ke masing-masing RT. Ada yang membawa 50-100 bibit pohon,”kata Kades.

Titik penghijauan yang menjadi target fokusnya di wilayah pinggiran Kali Bangkong untuk menjaga agar tidak mengalami erosi. Selain itu juga penanaman di lokasi-lokasi yang rawan longsor maupun tanah bergerak.

baca juga : Ternyata Dibalik Ritual Adat Bonokeling, Ada Kearifan terhadap Lingkungan 

 

Mbah Santibi (75) juru kunci makam Mbah Pratin. Sejak nenek moyang, pepohonan di makam setempat tidak ada yang ditebang, terutama yang besar-besar.Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Mitigasi Bencana

Penghijauan tersebut juga sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana, karena wilayah Cibangkong merupakan daerah yang rawan bencana tanah bergerak. Pada tahun 2005 silam, di wilayah Dusun Gandusari, Desa Cibangkong terjadi gerakan tanah yang menyebabkan puluhan rumah rusak. Tanah bergerak di wilayah setempat terjadi secara pelan-pelan dan mengakibatkan 70 rumah mengalami kerusakan sedang dan berat.

“Karena menyadari wilayah rawan bencana, khususnya tanah bergerak, maka upaya yang kami lakukan adalah adalah dengan menghijaukan wilayah rawan tanah bergerak dan longsor,”kata Kades.

Kepala BPDASHL Cimanuk-Citanduy Rukma Dayadi mengatakan bersama Komisi IV DPR melaksanakan penghijauan, salah satunya untuk mencegah terjadinya bencana. “Prioritas pemerintah saat sekarang adalah dengan melakukan penghijauan di mana-mana. Penghijauan bertujuan salah satunya mencegah bencana. Setelah bantuan ini, kami berpesan supaya penanaman pohon yang dilakukan dapoat bermanfaat bagi masyarakat. Setelah tanam, jangan lupa dipelihara,”kata Rukma usai memberikan bantuan 14 ribu bibit untuk masyaraat di Desa Cibangkong pada Rabu (12/2) lalu.

Di tempat yang sama, anggota Komisi IV DPR RI Sunarna menjelaskan penanaman pohon tidak hanya memberikan dampak ekologis seperti menambah pasokan oksigen dan menyerap air. Tetapi juga mampu mendatangkan keuntungan secara finansial.

“Jadi, memang tidak hanya menambah pasokan oksigen semata, melainkan juga ada upaya untuk menyimpan air. Sehingga kalau kemarau datang, maka suplai air untuk warga desa masih tetap ada. Selain itu, penghijauan bermanfaat untuk mitigasi bencana serta meningkatkan kesejahteraan warga. Sebab, kalau pohonnya menghasilkan buah, misalnya, maka akan berdampak para perekonomian,”ungkapnya.

perlu dibaca : Kearifan Lokal dan Mitigasi Bencana ala Kampung Cikondang

 

Gerakan menanam di Desa Cibangkong, Kecamatan Pekuncen, Banyumas. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Bupati Banyumas Achmad Husein meminta kepada warga untuk benar-benar memelihara bibit tanaman yang telah diberikan. “Jangan sampai bibit bantuan ditelantarkan. Warga harus memelihara, sehingga dapat tumbuh dengan baik. Menanam pohon juga merupakan bagian dari kegiatan amal untuk orang lain. Sebab, tanaman dapat dimanfaatkan secara ekonomi dan menyuplai oksigen yang dibutuhkan dalam kehidupan,”kata dia.

Tidak hanya penghijauan sebagai mitigasi bencana khususnya longsor dan tanag bergerak, tetapi desa setempat juga memiliki early warning system (EWS) atau sistem peringatan dini berbasis teknologi informasi (TI) yang merupakan kerja sama dengan Balai Litbang Sabo Yogyakarta.

“Balai Sabo telah menempatkan peralatan ekstensometer untuk mengukur gerakan tanah. Jika ada yang membahayakan maka sirine akan berbunyi. Peralatan tersebut terkoneksi langsung dengan Balai Sabo Yogyakarta. Jadi secara langsung, Sabo dapat pemberitahuan kondisi di Cibangkong. Selain ekstensometer, di sini juga dipasang peralatan pengukur curah hujan,”kata pengelola peralatan Karwan Setiawan.

Ia mengatakan di desa setempat juga ada Komunitas Peduli Bencana Alam (KPBA) yang melakukan sosialisasi terhadap bencana khususnya tanah bergerak. “Alhamdulillah, tanah bergerak sudah reda, jarang terjadi. Meski demikian, kami tetap memantau dan mengantisipasi. Sebab, wilayah ini kan rawan bencana. Sehingga peningkatan kesiapsiagaan terus dilakukan,”ujarnya.

Karwan mengatakan dengan adanya penghijauan dengan pohon keras, maka diharapkan bakal memperkuat kondisi tanah, sehingga tidak gampang longsor atau terjadinya tanah bergerak. “Kami sangat gembira karena ada bantuan penghijauan seperti ini,” tandasnya.

 

Exit mobile version