Mongabay.co.id

Riau Jalur Rawan Penyelundupan Satwa Langka

Suryadi

 

 

 

 

 

Perburuan, perdagangan maupun penyelundupan satwa di Riau, makin marak hingga mengancam populasi satwa langka dan dilindungi. Seperti kejadian beberapa hari lalu, Polda Riau menangkap tiga pembawa bagian tubuh harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrea), Sabtu (15/2/20). Barang sitaan berupa satu lembar kulit, empat taring dan satu karung berisi tulang-belulang. Ketiga tersangka, MN (45), warga Tebo, RT (57), warga Sijunjung dan AT (43) warga Indragiri Hulu.

Mereka membawa bagian tubuh harimau dari Muara Tebo, Jambi, dengan Toyota Avanza Nopol D 1606 ABK. Barang itu hendak diantar pada HN–masih buron–di Air Molek, Indragiri Hulu. Perjalanan pelaku dihentikan sekitar pukul 11.00 di Jalan Arjuna, Dusun IV RT/RW 002/091, Kelurahan Candi Rejo, Pasir Penyu, Indragiri Hulu.

Ketiga tersangka merupakan kurir yang mengantar kulit dan tulang harimau oleh eksekutor AT (buron) dengan upah Rp2 juta.“Ketiganya kita amankan dan dibawa bersama barang bukti ke Mapolda Riau, Pekanbaru, guna penyidikan lebih lanjut,” kata Sunarto, Kabid Humas Polda Riau, dalam keterangan resmi.

Perdagangan ilegal kulit dan organ harimau marak karena harga jual di pasar gelap tinggi. Selembar kulit harimau bisa sekitar Rp30 juta-Rp80 juta. Taring harimau Rp500.000-Rp 1 juta per buah dan tulang harimau Rp2 juta perkilogram.

Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, Kapolda Riau mengatakan, Indonesia bagian dari dunia internasional, akan menghentikan kejahatan penyelundupan satwa ini, terlebih lagi mereka terancam punah.

“Ini bentuk kejahatan terorganisir dengan sistem terputus. Satu dengan lainnya memiliki tugas dan peran masing-masing. Polda Riau akan terus perangi dan ungkap perdagangan ilegal ini,” katanya.

Rahmad Simbolon, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jambi, belum mengetahui informasi itu. “Kami masih ragu sumber hewannya,” katanya dihubungi Senin (17/2/20).

Pekan lalu, mereka juga baru menangkap penyelundupan beruang, tanduk rusa dan rangkong gading dari Jambi hendak menuju Pekanbaru.

Sedangkan Andri Hansen Siregar, Kepala Bidang KSDA Wilayah I Riau, mengatakan, tak ikut serta dalam menangkapan penyelundupan organ harimau itu. Polda Riau bergerak dengan tim mereka, dengan memberitahu langsung ke Kepala BKSDA Riau.

Osmantri, Wildlife Crime Team WWF Sumatera bagian Tengah, diminta bantuan mencocokkan data dan berbagi informasi dengan Polda Riau. Dia juga membenarkan pernyataan Kapolda Riau soal organisasi perdagangan ini terputus namun saling terhubung.

Pelakunya terhubung dengan data-data yang dimiliki WWF baik para kurir maupun buron. WWF sudah mengidentifikasi pelaku yang tersebar di tiga wilayah itu yakni, Sumatera Barat, Jambi dan Riau.

“Aksi ini tidak mengenal administrasi wilayah. Mereka saling terhubung. Kalau diusut terus akan terlihat siapa eksekutor termasuk yang meminta barang. Ini perlu dikembangkan petugas,” katanya.

 

 

Tulang belulang harimau sitaan. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Riau rawan

Riau, masih jadi jalur penyelundupan dan perdagangan satwa, baik dalam maupun luar negeri. Sementara, hukuman bagi pelaku dinilai masih ringan terutama bagi oknum tertentu.

Osmantri, mengatakan, Riau jalur penyelundupan dna perdagangan satwa karena beragam transportasi langsung terakses ke negara tetangga.

“Bisa terhubung lewat darat, udara dan laut. Bahkan banyak pelabuhan tikus di Riau yang tak terpantau,” katanya.

Pada pertengahan Desember lalu, ada dua operasi penggagalan perdagangan satwa di Pekanbaru, mulai Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimus) Polda Riau menangkap Yat dan Is di Jalan Riau, Pekanbaru.

Petugas mengamankan empat anak singa Afrika, satu leopard dan 58 kura-kura Indiana Star. Harga satu singa dan leopard diperkirakan Rp450 juta, satu kura-kura Rp17 juta.

Keduanya sebagai pengendali dan terancam 10 tahun penjara. Yat, tinggal di Pekanbaru. Oktober lalu, Yat juga terjaring aparat saat membawa satu cheetah ke Lampung.

Kapolda Riau Agung, dalam pers rilis, mengatakan, satwa itu dari perairan Malaysia dan diselundupkan di pelabuhan tikus, tak jauh dari Kantor Imigrasi, Dumai. Kemudian diangkut dengan Avanza ke Pekanbaru dengan tujuan akhir, Lampung.

“Ini bentuk kejahatan terorganisir dengan sistem terputus. Satu dengan lain memiliki tugas dan peran masing-masing. Saya akan sampaikan setelah semua terungkap,” katanya.

Andri Sudarmadi, Direktur Reskrimsus Polda Riau, mengatakan, tim mereka sudah satu bulan mengintai. Sebelum ditangkap, mereka sempat kejar-kejaran. Tersangka menyimpan satwa dalam keranjang merah, biru dan cokelat.

Suharyono, Kepala Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Riau, mengatakan, satwa dalam kondisi baik meski sempat stres, dehidrasi dan kurang makan.

Malam itu, Tim Animal Rescue BKSDA Riau juga mengamankan tiga orangutan, dua jantan dan satu betina di Jembatan II Sungai Sibam, Pekanbaru. Orangutan itu dikemas dalam kardus.

 

Petugas memperlihatkan hasil sitaan, salah satu harimau awetan. Foto: BKSDA Riau

 

Benda itu pertama kali ditemukan seorang pemulung dan melaporkan ke Santoso, polisi yang bertugas di Pelabuhan Sungai Duku. Polda Riau akan mendalami temuan ini dengan jaringan yang diungkap sebelumnya.

Satwa temuan Ditreskrimsus Polda Riau titip di Kebun Binatang Kasang Kulim, Kampar. Sedangkan orangutan di Pusat Rehabilitasi Batu Embelin, Sumatera Utara.

Dua hari kemudian, giliran Tim Direktorat Polisi Air dan Udara (Ditpolairud) Polda Riau, gagalkan penyelundupan 6.000 belangkas, Senin (16/12/19). Satwa dilindungi ini hendak dibawa ke luar negeri oleh dua tersangka, HS dan RS, lewat pelabuhan tikus, Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis.

Satwa penghuni perairan dangkal wilayah air payau dan mangrove yang dapat mengurai sampah di laut itu, dibungkus dalam beberapa karung putih dan diangkut dengan truk colt diesel Nomor Polisi BM 9245 LP. Semua mati. Harga perkilogram kisaran Rp150.000-Rp500.000. Konon, darah belangkas untuk keperluan farmasi.

Penyidik Polairud Polda Riau sedang menunggu pemberitahuan kelengkapan hasil penyidikan dari Kejaksaan Tinggi Riau.

Pada 2019, Polairud Polda Riau sudah dua kali menggagalkan perdagangan belangkas. Sebelumnya, pada Oktober 2019. Kala itu, Polairud Polda Riau menangkap Irfan yang menguasai 1.500 belangkas di Kepenghuluan Panipahan Laut, Kecamatan Pasir Limau Kapas, Rokan Hilir.

Irfan alias Ipay, warga Tanjung Balai Selatan, Sumatera Utara, mengemas belangkas mati dalam 15 fiber di gudang milik Boymin. Satwa dilindungi itu hendak diselundupkan ke Malaysia.

Setelah diamankan, Irfan dan barang bukti langsung diangkut ke Bagansiapiapi dan meneruskan perjalanan ke Pekanbaru dengan pengawalan polisi.

Berkas perkara Irfan didaftarkan di Pengadilan Negeri Rokan Hilir 6 Januari 2020.

 

Exit mobile version