Mongabay.co.id

Mengharumkan Kembali Kegiatan Perikanan di DAS Citarum

Dua orang pembudi daya ikan keramba jaring apung di Waduk Cirata, Kabupaten Bandung Barat, Jabar. Foto : Donny Iqbal/Mongabay

 

Sungai Citarum adalah salah satu sungai yang memiliki peran sangat penting untuk banyak aspek kehidupan di Provinsi Jawa Barat. Selain sebagai sumber air untuk kebutuhan irigasi pertanian, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan sumber air baku serta air minum, Citarum juga menjadi lokasi ideal untuk perikanan tangkap dan budi daya sekaligus.

Fungsi yang sangat banyak tersebut sudah dirasakan oleh masyarakat Jabar sejak lama, karena air sungai tersebut mengalir di sepuluh kabupaten/kota. Dengan daerah aliran sungai (DAS) yang luasnya mencapai 690.571,57 hektar, Citarum sudah menjadi andalan masyarakat di Jabar untuk banyak kegiatan.

Akan tetapi, fungsi yang beragam tersebut secara perlahan mulai berkurang setelah Citarum mulai mengalami pencemaran yang akut. Kondisi itu kemudian memicu munculnya kerugian tidak sedikit yang harus dihadapi masyarakat di sekitar lokasi DAS, karena permasalahan kesehatan, ekonomi, dan sosial secara sekaligus.

Khusus untuk kegiatan perikanan, pencemaran akut yang sudah berlangsung lama di sungai Citarum, mengakibatkan kegiatan tersebut semakin terbatas untuk dilakukan, dan bahkan direkomendasikan untuk dihentikan. Pemerintah Pusat menyadari akan ancaman tersebut yang bisa berdampak buruk bagi kehidupan masyarakat sekitar.

baca : Harus Ada, Rencana Aksi Citarum Harum

 

Sungai Citarum bertabur sampah di Desa Belaeendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang terpantau beberapa waktu lalu. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Agar persoalan tersebut tidak terus muncul, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penelitian untuk mencari solusi yang pas untuk diterapkan di sungai Citarum. Penelitian itu difokuskan untuk mengembalikan kegiatan perikanan bisa kembali baik seperti sebelum pencemaran akut terjadi di sungai tersebut.

Kepala Balai Riset Pemulihan Sumber Daya Ikan (BRPSDI) KKP Aulia Riza Farhan mengatakan, ada tiga solusi yang dihasilkan dari riset dan inovasi yang sudah dilakukan untuk ikut mewujudkan program Citarum Harum yang sudah berjalan di sepanjang sungai tersebut sejak Februari 2018. Ketiga solusi tersebut diharapkan bisa kembali menghidupkan kegiatan perikanan di sekitar DAS Citarum.

Menurut Aulia, selain untuk pemulihan DAS Citarum, kegiatan Citarum Harum juga mencakup kegiatan untuk percepatan dan pengendalian pencemaran pada tiga waduk besar di Jabar, yaitu Saguling, Cirata, dan Ir H Djuanda. Dengan demikian, program tersebut berkaitan erat dengan kegiatan perikanan yang dilaksanakan di sekitar DAS Citarum dan ketiga waduk tersebut.

Aulia menjelaskan, lembaga yang dipimpinnya mendapat tugas dari KKP untuk ikut mewujudkan Citarum Harum melalui fokus riset yang sudah dimiliki selama ini, yakni pemulihan sumber daya ikan dengan ruang lingkup konservasi jenis, konservasi ekosistem, rehabilitasi habitat, restocking, dan introduksi.

“Dengan hasil riset teknologi, itu bisa menjadi solusi untuk mewujudkan Citarum Harum,” katanya.

baca juga : Kajian Ilmiah Pencemaran Citarum Dibutuhkan, Sebagai Acuan Pemulihan Sungai

 

 

Launching teknologi pendukung program nasional Citarum Harum oleh KKP di kawasan Waduk Jatiluhur, Jabar. KKP menawarkan tiga solusi dari riset dan inovasi yang sudah dilakukan untuk ikut mewujudkan program Citarum Harum. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Solusi

Adapun, tiga solusi yang ditawarkan untuk mendukung kegiatan budi daya perikanan di sekitar DAS Citarum dan tiga waduk, di antaranya adalah dengan mengadopsi teknologi keramba jaring apung (KJA) melalui sistem manajemen dengan resirkulasi dan tanaman (KJA SMART).

Konsep tersebut adalah teknologi untuk pencegahan dan pengendalian eutrofikasi dengan mengadopsi sistem akuaponik yang sudah dimodifikasi. Eutrofikasi sendiri biasanya terjadi karena kelebihan nutrient dalam perairan, yang utamanya disebabkan oleh banyaknya sampah-sampah organik maupun anorganik.

“KJA SMART bisa diterapkan di perairan terbuka seperti waduk atau danau,” jelas dia.

Solusi kedua yang ditawarkan untuk Citarum Harum, adalah penggunaan teknologi eelway untuk perencanaan pembangunan waduk. Teknologi tersebut bentuknya adalah jalur ruaya ikan (fishway) yang berfungsi untuk mempermudah ikan melewati konstruksi yang melintang pada sungai.

Ruaya ikan sendiri tidak lain adalah pergerakan perpindahan ikan dari satu tempat ke tempat yang lain dengan tujuan untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi alam di sekitarnya. Kegiatan tersebut akan menguntungkan ikan untuk keberlangsungan hidup dan keturunannya di masa mendatang.

Menurut Peneliti Utama BRPSDI KKP Didik Wahyu Hendro Tjaho, asal muasal pemberian nama eelway, diambil dari kata eel yang tidak lain adalah bahasa Inggris untuk ikan sidat (Anguilliformes). Ikan tersebut selama ini menjadi primadona perikanan budi daya di Indonesia dan berhasil menarik perhatian dunia, karena di saat yang sama benih sidat dunia mengalami penurunan.

“Salah satu penyebab penurunan, adalah pembangunan bendungan (dam) di beberapa ruas sungai habitat sidat, itu menghambat ruaya sidat. Teknologi eelway diharapkan jadi jawaban persoalan tersebut,” ungkap dia.

Didik menyebutkan, penggunaan teknologi pada program Citarum Harum akan bermanfaat untuk menjaga kelangsungan hidup dari spesies seperti Sidat untuk generasi yang akan datang. Teknologi tersebut berfungsi sebagai rekayasa habitat untuk jalur ruaya sidat dari hilir ke hulu sungai sehingga memudahkan Sidat melewati bangunan melintang seperti bendungan.

baca juga : Menaruh Harap pada Keberhasilan Program Citarum Harum

 

Launching teknologi pendukung program nasional Citarum Harum oleh KKP di kawasan Waduk Jatiluhur, Jabar. KKP menawarkan tiga solusi dari riset dan inovasi yang sudah dilakukan untuk ikut mewujudkan program Citarum Harum. Foto : Humas KKP/Mongabay Indonesia

 

Solusi ketiga yang juga bisa digunakan pada Citarum Harum, adalah penggunaan teknologi culture based fisheries (CBF), yaitu teknologi pemacuan stok yang bertujuan untuk meningkatkan rekrutmen alami satu atau beberapa jenis ikan yang berasal dari kelompok planktivora-herbivora yang dihasilkan dari pusat perbenihan.

Menurut Didik, ikan-ikan tersebut bisa tumbuh dengan memanfaatkan makanan alami yang tersedia di waduk waduk atau sungai. Teknik seperti itu akan bisa menghindari penurunan mutu air karena penyuburan kolam budi daya secara berlebihan.

“Ini dapat dikelola oleh sekelompok masyarakat dengan pendampingan dan dikembangkan melalui sistem insentif. Dengan demikian, CBF dapat menjadi program alih profesi bagi pekerja dan pemilik KJA yang terkena dampak penertiban,” papar dia.

 

Hidrologis

Kepala Pusat Penelitian Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Fauzan Ali pada sebuah kesempatan di Jakarta, mengatakan bahwa sungai Citarum memiliki fungsi hidrologis sebagai penampung air hujan yang jatuh dari DAS-nya dan mendistribusikan ke seluruh wilayah alirannya. Dalam setahun, limpasan air permukaan Citarum bisa mencapai 16.713,1 juta meter kubik.

Dengan fungsi tersebut, Citarum sudah memberi manfaat untuk sektor kegiatan pertanian yang ada di sekitar sungai tersebut. Dalam setahun, kegiatan pertanian yang ada di bagan hulu Citarum sudah memberi manfaat ekonomi senilai Rp1,6 triliun per tahun atau Rp4,2 juta per petani per tahun.

 

Limbah dan sampah adalah masalah utama Sungai Citarum. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Sementara, Peneliti Pusat Penelitian Limnologi LIPI Hidayat menjelaskan, sebagai bagian dari ekosistem perairan, Citarum menjadi habitat beragam ikan, baik dari jenis ekonomis, endemik, maupun biota-biota yang membentuk sistem rantai makanan di dalamnya. Di sana, ada 37 jenis ikan yang terdiri dari 9 jenis di hulu, 12 jenis di hilir, dan 16 jenis di bagian tengah pada perairan waduk.

Menurut dia, dari total luas yang ada, kerusakan DAS Citarum yang sudah tercatat mencapai 79.668,25 hektare dan itu menyebabkan sedimentasi di dasar sungai hingga 8.465 ton per tahun. Pemicu terus munculnya sedimentasi, karena ada banyak sebab yang beragam, baik wilayah sebaran ataupun jenis pencemaran.

“Citarum ini meliputi pencemaran dari aktivitas pertanian dan peternakan, limbah domestik dan industri, serta pencemaran dari aktivitas budi daya KJA yang berkembang pesat di wilayah perairan-perairan waduk,” beber dia.

Terus terjadinya pencemaran di Citarum, tidak lain karena terjadi kerusakan lahan di DAS, kualitas air yang terus memburuk, pemanfaatan ruang perairan yang tidak terkendali, berkembangnya gulma di wilayah perairan waduk, dan penurunan keragaman hayati, terutama ikan. Semua itu muncul karena Citarum sejak awal memiliki peran yang besar dan penting untuk banyak aspek kehidupan.

Diketahui, program Citarum Harum dicanangkan oleh Presiden RI Joko Widodo pada Februari 2018 dengan merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum.

***

Keterangan foto utama : Dua orang pembudi daya ikan keramba jaring apung di Waduk Cirata, Kabupaten Bandung Barat, Jabar. Foto : Donny Iqbal/Mongabay

 

Exit mobile version