Mongabay.co.id

Polisi Proses Hukum Perusahaan Nambang Ilegal di Kawasan Hutan Konawe Utara

Polres Konut menyita 300 ton ore nikel hasil penambangan ilegal PT Naga Bara Perkasa di Blok Matarape, Konawe Utara. Ore nikel ini dijadikan barang bukti untuk di persidangan. (Foto Istimerah Polres Konut)

 

 

 

 

 

 

Pada pertengahan Februari lalu, Polres Konawe Utara, menyita ore nikel dan menetapkan tersangka petinggi perusahaan yang diduga menambang ilegal di kawasan hutan Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Perusahaan itu adalah PT Naga Bara Perkasa (NBP). Polisi menduga NBP melakukan tindak pidana pertambangan dan kehutanan di Blok Matarape, Desa Molore, Kecamatan Lasolo, Konut.

NBP ditemukan sedang mengeruk ore nikel dengan beberapa alat berat, tanpa memiliki izin usaha pertambangan dan izin pinjam pakai kawasan hutan. Polisi langsung menangkap operator alat berat. Kemudian, direktur utama NBP, inisial TN juga diamankan.

“Diduga peristiwa ini telah berjalan sejak lama namun baru diketahui saat ini atas laporan masyarakat,” kata AKBP Nur Akbar, Kabid Humas Polda Sultra.

Informasi dari Polres Konut, NBP gunakan empat alat berat jenis eksavator tanpa izin.

Setelah mendapatkan laporan masyarakat, Kasat Reskrim Polres Konut, IPTU Rachmat Zamzam, langsung menuju tempat kejadian dan menyita alat berat, menangkap operator dan menyita bahan galian bijih nikel sekitar 300 ton.

“Selain direktur ada kepala produksi dari perusahaan ini, kemudian surveyor, operator alat dan tentu direktur juga kami tahan,” kata Rachmat di Kendari.

 

Alat berat yang disita Polres Konut dari penambangan ilegal di kawasan hutan. Foto: Polres Konut

 

Setelah pemeriksaan sebagai saksi, kata penyidik diketahui aktivitas itu berdasarkan arahan dari TN. Dari kejadian itu, enam orang ditetapkan sesebagai tersangka. Selain penetapan tersangka polisi juga menahan mereka di Rutan Kabupaten Konawe, Unaaha.

NBP adalah perusahaan tambang berkantor pusat di Kendari. Perusahaan ini mengolah galian biji nikel di Konut, tepatnya di Matarape. Diduga perusahaan ini telah lama aktivitas dan menjual ore ilegal karena tidak memiliki dokumen pengolahan biji nikel.

Hingga kini, Polres Konut terus memeriksa dan memintai keterangan para tersangka. Rachmat menjelaskan, kasus ini masih terus dalam penyelidikan dan penyidikan.

Nur Akbar mengatakan, Polda terus berkordinasi dengan polres. Dia bilang, sesuai janji Kapolda Sultra, Brigjen Pol Merdisyam, Polres Konut yang baru terbentuk ditekankan bekerja maksimal terutama pemberantasan tindak pidana pertambangan dan kehutanan.

Merdisyam, kepada Mongabay mengatakan, polisi fokus penuntasan kasus kejahatan lingkungan di Konut. Tak hanya Konut, juga di daerah lain seperti Kabupaten Buton Utara juga banyak tindak pidana lingkungan hidup. Di dua daerah itu, katanya, kapolres harus bekerja dan melakukan penindakan.

Lantas bagaimana status Blok Matarape hingga saat ini? Dari informasi Polda Sultra, di Blok Matarape tidak saja NBP yang menambang. Setidaknya, ada lima perusahaan lain, tetapi baru satu perusahaan terjerat hukum.

Matarape berada di lokasi eks PT Vale Indonesia. Wilayah ini masuk WIUPK. Informasinya, saat lelang PT Antam, menang, namun cacat prosedur dan administrasi, hingga Ombudsman Indonesia, mengeluarkan surat agar kawasan ini tak dulu diolah. Lokasi seakan tak bertuan dan status kosong ini, membuat sejumlah pihak termasuk NBP, masuk mengambil biji nikel di sana.

Mongabay berusaha mengkonfirmasi kepada perusahaan. Wartawan Mongabay mendatangi kantor NBP di Kendari, tetapi kondisi kantor kosong. Upaya wawancara melalui telepon yang tertera dalam profil perusahaan di dalam dokumen Dirjen AHU, Kementerian Hukum dan HAM juga dilakukan, tetapi tak ada jawaban.

 

Pepohonan di kawasan hutan ini sudah bersih demi perusahaan penguras  ore nikel. Foto: Polres Konut

 

Pembiaran

Aktivitas tambang ilegal NBP berlangsung hampir setahun terakhir, menunjukkan betapa pemerintah daerah, mulai dari Bupati Konut hingga Gubernur Sultra masa bodoh. Mereka tampak membiarkan praktik ilegal ini.

Melky Nahar, pengkampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, kasus ini mencerminkan watak pemerintah daerah yang tak serius memperhatikan keselamatan rakyat dan lingkungan dari penghancuran industri ekstraktif.

Pembiaran ini, katanya, patut diduga bahwa, pemerintah daerah terlibat dalam transaksi tertentu yang saling menguntungkan. Untuk itu, penegakan hukum mesti menyasar juga pihak-pihak yang diuntungkan dari aktivitas tambang ilegal ini.

Tambang ilegal ini, katanya, diduga melanggar Pasal 158 UU Pertambangan Mineral dan Batubara No 4/2009. Pasal itu berbunyi, “setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. “

Selain itu, kata Melky, penegak hukum herus menyita seluruh aset dan mengambil seluruh keuntungan perusahaan menambang ilegal. Tindakan mereka, katanya, merugikan masyarakat dan lingkungan.

LM Bariun, Direktur Pasca Sarjana Universitas Sulawesi Tenggara, menilai, model nambang ilegal seperti ini sudah sejak lama dilakukan pengusaha tambang nakal demi pemenuhan permintaan yang sudah terkontrak.

Dia bilang, Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral ESDM sudah penertiban IUP bermasalah. Kalau masih terus terjadi penambangan ilegal berarti pengawasan tak maksimal, dan penegak hukum tak jalan.

“Apalagi sering diteriakkan mahasiswa selaku pihak pengontrol. Dari pertambangan ini, pemangku kepentingan, kurang dan sensitivitas tidak ada. Ini merugikan daera,” katanya, seraya berharap, penegak hukum dan pemerintah bisa tegas menindak.

Dengan perusahaan tambang bisa beroperasi ilegal seperti itu, katanya, sulit menyebut tak ada pembiaran dari pemerintah. Masyarakat, katanya, bisa menilai ada pengawasan dan pembiaran ini.

“Lucunya semua pihak teriak soal penghentian tambang. Tapi di lapangan jalan. Harus ada komitmen dari semua pihak. Ini selain melanggar hukum, merugikan daerah. Tidak patuh pada aturan, tak lari ke kantong daerah, melainkan ke kantong ilegal,” katanya.

 

Keterangan foto utama:  Polres Konut menyita 300 ton ore nikel hasil penambangan ilegal PT Naga Bara Perkasa di Blok Matarape, Konawe Utara, Sultra. Foto:  Polres Konut

 

Exit mobile version